Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Permintaan Klarifikasi Lucas
Dalam Laporan Utama majalah Tempo edisi 2-8 Februari 2015 berjudul "Peluru-peluru Pembunuh Cicak", halaman 30, tertulis: "Dari Jakarta, Carrel Ticualu dan Lucas meminta Sugianto mengulang hal yang dia lakukan hampir tiga tahun lalu: mengadukan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ke polisi" (paragraf 2).
Pada halaman yang sama tertulis: "'Saya diminta Pak Lucas menggugat lagi karena ini saat yang tepat,' kata pengusaha kayu berumur 41 tahun ini, pekan lalu" (paragraf 3).
Di dalam tulisan tersebut terdapat nama Lucas. Pada halaman 34, dengan judul "Jejaring Pengacara Para Penggugat", tertulis pula: "Sugianto mengaku terus dibujuk oleh Carrel Ticualu dan Lucas. Ia mengatakan Lucas adalah pengacara yang sering bekerja bersama biro hukum Maqdir Ismail, salah satu pengacara Budi Gunawan ketika mengajukan gugatan praperadilan penetapan tersangka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Maqdir tak memungkiri sebagai kuasa hukum Budi Gunawan. 'Tapi Lucas siapa itu? Tak ada nama itu di kantor saya,' katanya" (paragraf 5).
Dan, "Menurut Sugianto, sebelum ia menyetujui Carrel jadi pengacaranya, Lucas juga berkali-kali berkomunikasi dengannya. Komunikasi terakhir keduanya pada medio bulan lalu. Ketika itu, Lucas berada di Surabaya. Melalui telepon, Lucas membujuk Sugianto agar memanfaatkan polemik KPK dan Polri itu untuk mengadu ke polisi. 'Bang, kasusnya muncul lagi. Ini waktunya pas. Oke, kita jalankan,' kata Lucas, seperti ditirukan Sugianto" (paragraf 7).
Dengan pemberitaan tersebut, kami memohon majalah Tempo memberikan konfirmasi dan klarifikasi atas penyebutan nama Lucas, karena nama ini sama dengan nama kami. Klarifikasi dan konfirmasi perlu kami minta karena sejumlah relasi kami mempertanyakan kebenaran penyebutan nama yang ada dalam berita yang terbit pada majalah edisi tersebut. Kami merasa terganggu karena sejumlah relasi kantor kami terus-menerus menanyakannya kepada kami.
Lucas
Advokat
Jawab:
Sugianto Sabran menyebut nama Lucas yang belum tentu merujuk pada nama Anda. Terima kasih.
Kecewa Pengembang Pancoran Riverside
Saya kecewa kepada PT Graha Rayhan Tri Putra, pengembang Apartemen Pancoran Riverside, Jakarta Timur. Kekecewaan ini setidaknya akibat dua hal. Pertama, soal saya diharuskan membayar denda Rp 790 ribu saat serah-terima kunci yang semestinya pada 26 Januari 2015. Kedua, seharusnya kunci itu sudah saya terima pada 26 Januari 2015, tapi ditunda hingga sebulan. Pembayaran denda itu, menurut saya, terkesan dipaksakan karena tak seluruhnya murni kesalahan saya sebagai konsumen.
Saya sempat menunda pembayaran down payment (DP) apartemen, tapi berujung saya kena denda pada Januari 2013. Saya sengaja menunda pembayaran DP lantaran meminta perbaikan isi perjanjian pengikatan jual-beli (PPJB) yang disodorkan pengembang kepada saya. Menurut saya, isi PPJB itu sangat memberatkan karena ada pasal yang menyebutkan seluruh uang DP senilai Rp 97 juta yang telah saya bayarkan bakal menjadi milik pengembang bila bank menolak kredit yang saya ajukan.
Saya takut uang saya hilang sehingga saya melanjutkan pembelian apartemen meskipun ragu dan meminta pengembang merevisi isi PPJB, serta membayar angsuran dua bulan di tanggal berbeda pada Februari 2013.
Meskipun terdapat kesalahan isi PPJB yang diakui bagian legal, pengembang terlambat merespons permintaan revisi yang saya ajukan hingga satu tahun. Saya sedikit beruntung karena menunda pembayaran satu bulan karena takut uang saya hilang. Bagaimana kalau saya menunda pembayaran DP hingga perbaikan isi PPJB selama satu tahun? Denda saya pasti lebih besar.
Saya hargai niat pengembang memberikan diskon 25 persen, tapi bisnis yang dijalankan tidak adil. Konsumen ditempatkan pada pihak yang salah dan langsung didenda ketika terjadi keterlambatan walaupun hal itu bukan murni kesalahan konsumen, melainkan pengembang. Paling banter mereka hanya mengucapkan mohon maaf.
Jajang
Bogor, Jawa Barat
Indonesia Gudang Panas Bumi Dunia
Saya sempat geleng-geleng kepala ketika mendapat keterangan dari seorang ahli geologi di sebuah perusahaan milik negara. Menurut dia, Indonesia sesungguhnya raja panas bumi alias geotermal di dunia. Dia mengatakan 20 persen cadangan panas bumi tersimpan dalam perut bumi Indonesia. Angka ini, dia menjelaskan, setara dengan 28 ribu megawatt. Sayangnya baru 4 persen yang dimanfaatkan untuk kepentingan industri.
Bila pernyataan geolog itu benar, saya sangat menyayangkan mengapa cadangan energi bumi tersebut tak tergali dengan maksimal demi kesejahteraan masyarakat Indonesia, misalnya untuk pembangkit listrik.
Sang geolog mengumpamakan Indonesia sebetulnya sama kayanya dengan Arab Saudi. Bedanya, negeri kerajaan itu menyimpan cadangan minyak terbesar di dunia. Mereka sanggup mengolah minyak semaksimal mungkin, sedangkan Indonesia hanya melongo melihat cadangan panas bumi di negeri sendiri.
Saya berharap pemerintah memperhatikan cadangan geotermal ini buat cadangan energi dan tak mengandalkan minyak yang terus-menerus disedot sehingga lama-kelamaan habis.
Romi A.
Tangerang Selatan, Banten
Badan SAR Nasional Butuh Penyelam
Saya hampir saban hari mengikuti insiden kecelakaan pesawat AirAsia di Selat Karimata, Desember tahun lalu. Namun, setelah kotak hitam pesawat itu ditemukan, perhatian saya mulai berkurang.
Ada satu hal yang hendak saya sampaikan kepada Kepala Badan Search and Rescue Nasional, yakni menyiapkan penyelam andal di bawah koordinasi langsung Basarnas agar tak mengandalkan instansi lain. Kenapa demikian? Hal itu diperlukan manakala ada kecelakaan serupa, baik di laut, danau, maupun sungai, Kepala Basarnas bisa memerintahkan langsung anggotanya ke tempat kejadian. Jika tergantung instansi lain, kemungkinan besar Basarnas akan berhadapan dengan birokrasi, padahal bencana sudah di depan mata.
Saya rasa di Indonesia banyak sekali klub selam atau instansi pemerintah yang siap memberikan pelatihan selam kepada anggota Basarnas hingga menjadi seorang penyelam jempolan.
Jimmy Selam
Jakarta Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo