Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sutan Bhatoegana Ditahan
POLITIKUS Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana, dimasukkan ke sel tahanan Salemba, Jakarta Pusat. Sutan langsung mengenakan rompi tahanan berwarna oranye setelah diperiksa selama sembilan jam oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin pekan lalu. Mantan Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat ini tertunduk menuju mobil tahanan ketika wartawan mengerumuninya.
Sutan ditahan sebagai tersangka korupsi dalam pembahasan anggaran di DPR pada 2013. Ia diduga menerima suap untuk pembahasan anggaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013. Ia disangka melanggar Pasal 12 huruf a dan b, Pasal 11, serta Pasal 12-B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Saat pembahasan anggaran, Sutan menjadi Ketua Komisi VII DPR.
Kasus Sutan ini merupakan pengembangan dari perkara suap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Rudi Rubiandini, yang dihukum tujuh tahun penjara. Belakangan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik dan Sekretaris Jenderal Kementerian Waryono Karno juga menjadi tersangka dalam kasus yang sama.
Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan penyidik akan secepatnya menuntaskan kasus Sutan untuk dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur itu menargetkan kasus Sutan rampung pada semester pertama tahun ini. Ia pun memastikan kasus rasuah tersebut masih akan dikembangkan KPK kepada kolega Sutan di Komisi VII waktu itu. Hanya, menurut Zulkarnain, penyidik kesulitan membongkar perkara ini karena ada sejumlah saksi yang tidak kooperatif.
Siapa Setelah Sutan
Kasus sogokan yang menyeret Sutan Bhatoegana bakal membuka kotak pandora. Duit dari mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini diduga untuk memuluskan dua pembahasan APBN dan tunjangan hari raya.
Simon Gunawan Tanjaya
28 Mei 2013
Rudi Rubiandini
JALUR THR
Tri Yulianto
JALUR APBN
Juni 2013
Hermawan
Mei 2013
Didi Dwi Sutrisnohadi
Iryanto Muchyi
Hukuman Anas Berkurang
Masa hukuman Anas Urbaningrum dikorting setahun dari delapan menjadi tujuh tahun penjara. Majelis hakim banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang diketuai Syamsul Bahri Bapatua memutuskan mengembalikan barang bukti berupa sebidang tanah di Yogyakarta kepada Pesantren Krapyak, Yogyakarta, milik KH Attabik Ali, ayah Athiyah Laila—istri Anas.
Juru bicara pengadilan tinggi, M. Hatta, mengatakan putusan yang dibacakan Rabu pekan lalu itu tidak mengubah besaran denda yang dikenakan pada mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut, yaitu Rp 300 juta. Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Anas dihukum delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan. Ketua organisasi Perhimpunan Pergerakan Indonesia ini dinyatakan terbukti melakukan korupsi dalam proyek pembangunan pusat olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, serta proyek-proyek lain dan terbukti melakukan pencucian uang.
Pengacara Anas, Carrel Ticualu, mengatakan putusan banding pengadilan tinggi tersebut akan menjadi acuan untuk meminta kasasi ke Mahkamah Agung. Ia akan mendaftarkan permohonan kasasi setelah menerima putusan banding pengadilan.
Eksekusi Kedua Terpidana Mati Narkotik
Kejaksaan Agung mempersiapkan eksekusi hukuman mati gelombang kedua terhadap para terpidana kasus narkotik, bulan ini. Selain menyiapkan regu tembak, Kejaksaan mengontak kedutaan besar negara asal para terpidana mati tersebut agar rencana eksekusi itu diketahui keluarga mereka. "Ini tata krama dan prosedur yang harus diikuti," kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Jumat pekan lalu.
Ahad tiga pekan lalu, Kejaksaan mengeksekusi enam terpidana mati kasus narkotik. Mereka adalah Ang Kim Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (Belanda), Marco Archer Cardoso Mareira (Brasil), Tran Thi Bich Han (Vietnam), Namaona Denis dan Daniel Enemua dari Malawi, serta Rani Andriani atau Melisa Aprilia dari Indonesia. Kecuali Tran Thi Bich yang dieksekusi mati di Markas Komando Brigade Mobil Boyolali, Jawa Tengah, para terpidana itu dieksekusi di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Prasetyo merahasiakan identitas terpidana mati yang akan dieksekusi bulan ini. Tapi ia memastikan terpidana mati narkotik asal Nigeria, Sylvester Obiekwe Nwolise alias Mustopa, termasuk yang akan dieksekusi. Sebab, ia tiga kali tepergok jadi bandar narkotik dari dalam penjara, yakni pada 2012, 2014, dan terakhir bulan lalu. "Jumlahnya lebih dari tiga yang akan dieksekusi," ujarnya.
Daftar terpidana mati narkotik yang menunggu giliran eksekusi terdiri atas delapan orang, yaitu Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina), Myuran Sukumaran alias Mark (Australia), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Zainal Abidin (Indonesia), Raheem Agbaje Salami (Spanyol), Rodrigo Gularte (Brasil), dan Andrew Chan (Australia). Sampai Jumat pekan lalu, Prasetyo belum menyebut waktu dan lokasi eksekusi gelombang kedua ini.
Rekanan Bus Transjakarta Ditahan
Gunawan, Direktur PT Saptaguna Dayaprima, dijebloskan ke Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat, Cabang Kejaksaan Agung, Selasa pekan lalu. Juru bicara Kejaksaan Agung, Tony Tribagus Spontana, mengatakan Gunawan ditahan selama 20 hari terhitung sejak 3 Februari lalu.
Pada Oktober tahun lalu, Kejaksaan menetapkan Gunawan sebagai tersangka korupsi pengadaan bus Transjakarta untuk paket I dan II senilai Rp 150 miliar tahun anggaran 2012. Selain Gunawan, sudah tujuh orang terjerat kasus rasuah ini. Empat di antaranya adalah mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono, Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi BPPT Prawoto, Pejabat Pembuat Komitmen Drajat Adhyaksa, dan Ketua Panitia Lelang Setyo Tuhu.Tiga orang lainnya adalah rekanan pemenang lelang, yakni Budi Santoso; bos PT Ifani Dewi, Agus Sudiarso; dan bos PT Korindo Motors, Chen Chong Kyeon.
Kasus ini berawal ketika sejumlah bus gandeng yang baru dibeli dari Cina ditemukan dalam keadaan berkarat pada 2013. Dari sini, Kejaksaan mengusutnya dan menemukan adanya penggelembungan anggaran sehingga negara diduga mengalami kerugian mencapai Rp 15 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo