Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekelompok kuntilanak berkumpul dengan tokoh-tokoh superhero Amerika, seperti Spider-Man, Superman, dan Iron Man, di Jalan Kembang Jepun, Surabaya, Ahad siang tiga pekan lalu. Pinggul mereka geyal-geyol saat musik dari pengeras suara memuntahkan sederetan lagu dangdut koplo. Salah satunya berjudul Munaroh Bang Ocid Datang, yang dipopulerkan Trio Ubur-ubur. Tak peduli dengan isi lagunya yang bolak-balik bilang "Prepet... prepet... prepet...", Mbak Kuntilanak dan kawan-kawan bergoyang terus.
Mereka bukan mau berkolaborasi membuat film bergenre musik. Siang itu, mereka datang ke Kembang Jepun untuk membuat rujak ulek ramai-ramai dalam hajatan Festival Rujak Uleg 2014. Laiknya sebuah festival, wajar pesertanya berkostum heboh, termasuk berbusana ala kuntilanak, Spider-Man, Superman, atau Iron Man. Tak ada kengerian dan ketakutan, apalagi ketegangan, seperti saat tokoh-tokoh pahlawan super itu menghajar para penjahat. Sebaliknya, yang tercipta justru ger-geran. Suasananya benar-benar gayeng. "Tahun ini Festival Rujak Uleg diikuti 253 peserta," kata Kepala Bidang Jasa dan Sarana Dinas Pariwisata Surabaya Yulianti kepada Tempo, Senin pekan lalu.
Festival diadakan untuk memperingati hari jadi Surabaya ke-721. Pesertanya tak hanya dari Surabaya, ada juga yang berasal dari Sidoarjo dan Pamekasan. Festival tahun ini merupakan yang kedelapan kalinya. Pesertanya mencapai 253 kelompok. Satu kelompok beranggotakan lima orang.
Mereka berjejer menghadap meja-meja panjang yang dibariskan hingga satu kilometer di Jalan Kembang Jepun. Selain ada cobek berbahan kayu atau tanah liat, di depan setiap kelompok ada tampah berisi beragam buah, sayur, lontong, tahu, tempe, plus cingur. Sebelum diulek, bahan-bahan itu dikemas dalam beragam bentuk. Ratusan orang, termasuk wisatawan asing, berkumpul menyaksikan aksi membuat rujak ulek massal itu. Tak peduli menang atau kalah, "Yang penting bisa meramaikan," ujar Krisna, salah satu peserta.
Di luar soal Mbak Kunti dan kawan-kawan yang geyal-geyol sambil mengulek bahan rujak, saat menghadiri festival, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melansir informasi penting. Pemerintah Kota Surabaya, menurut dia, sudah mengajukan hak paten rujak ulek ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Salah satu alasannya, "Supaya rujak ulek enggak diklaim negara lain," kata Risma.
Menurut Yulianti, pengajuan hak paten dilakukan sejak pertengahan tahun lalu. Proses dan pemenuhan syarat-syaratnya hampir tak menemui kesulitan. Pemerintah Kota Surabaya sudah mengantongi referensi bahwa rujak ulek memang berasal dari kota ini. Referensi itu dikumpulkan dari beberapa tokoh dan warga asli Surabaya yang mengetahui betul ihwal rujak ulek.
Selain itu, untuk melestarikan rujak ulek, sudah diselenggarakan festival tahunan. "Kami sudah ada referensi dan sudah ada festival, jadi lebih cepat untuk diajukan hak paten," ucap Yulianti. Ia tak tahu pasti kapan hak paten itu turun. Menurut dia, lebih cepat lebih baik.
Risma menargetkan hak paten rujak ulek sudah di tangan pada 2015. Tahun depan menjadi tahun yang sangat penting karena bertepatan dengan dimulainya era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Bila hak paten sudah dikantongi, dunia akan mafhum rujak ulek merupakan makanan khas sekaligus salah satu identitas Surabaya. Selain mematenkan rujak ulek, Risma berencana mematenkan makanan khas lain Surabaya, misalnya lontong balap dan semanggi.
Boleh jadi rujak ulek bisa ditemukan di daerah lain di tatar Jawa. Meski sama-sama diulek, rujak versi Surabaya memiliki ciri khas. Salah satunya ada krai-sejenis mentimun khas Jawa Timur-di dalamnya. Selain itu, ada beberapa jenis buah, seperti bengkuang, mangga muda, nanas, dan kedondong. Biar lebih komplet, rujak ditambah dengan lontong, tahu, tempe, bendoyo atau krai yang sudah direbus, plus cingur (irisan mulut atau moncong sapi yang direbus). Bukan hanya itu, ada juga tambahan sayur-sayuran, seperti kecambah atau taoge, kangkung, dan kacang panjang.
Bagaimana dengan bumbunya? Bumbu rujak ulek Surabaya bejibun. Ada petis udang, sedikit air matang untuk mengencerkan, gula merah, cabai, kacang tanah yang digoreng, irisan pisang klutuk alias pisang biji yang masih muda, bawang goreng, dan garam. Semua bumbu itu diulek dan dicampurkan di atas bahan sebelumnya. Dengan kombinasi seperti itu, tak aneh jika sebagian orang menyebut rujak ulek sebagai salad Jawa.
Biasanya rujak ulek disajikan dalam dua macam pilihan. Pertama adalah matengan, yang hanya terdiri atas bahan-bahan matang, seperti sayuran, lontong, tahu, dan tempe, tanpa buah-buahan. Kedua adalah campur, yang berarti dicampur antara bahan matang dan buah-buahan yang mentah.
Di Surabaya, salah satu warung rujak ulek legendaris terdapat di Jalan Achmad Jais, Peneleh. Warung sederhana dengan pelataran yang cukup luas ini berdiri pada 1970. Pemilik warung adalah Ng Giok Tjoe, kini 84 tahun. Perempuan asal daratan Cina ini meneruskan usaha mertuanya.
Ng Giok Tjoe menuturkan diajak mertuanya ke Surabaya pada 1948. Kala itu, mertua perempuannya yang asli Pasuruan mengajarkan segala macam masakan khas Jawa Timur kepadanya, termasuk rujak ulek. Sang mertualah yang merintis usaha berjualan rujak ulek di kawasan Ahmad Jais. "Dari dulu selalu ramai," katanya.
Namun Ng Giok Tjoe tak bisa lagi mengelabui usianya. Kakinya yang renta sudah tak mampu menahan tubuhnya. Ia mengaku masih kuat mengulek delapan-sembilan kali ulekan. Tapi, untuk berdiri berlama-lama, tubuhnya sudah tak sanggup. Walhasil, agar usahanya tak tutup, sejak 10 tahun lalu warung rujak uleknya dilanjutkan oleh putri ketiganya, Ong Sioe Sin. Yang membuat usaha ini bertahan dan tetap laris, menurut Sioe Sin, yang biasa dipanggil Jennifer, adalah cingurnya empuk dan tempenya renyah. "Rasa bumbunya beda meski petisnya sama," ujarnya.
Rujak Ahmad Jais-begitu rujak ala Ng Giok Tjoe kerap disebut-tak pernah sepi. Selain bisa memesan rujak ulek atau cingur, pengunjung dapat memesan rujak manis atau rujak buah. Satu porsi rujak ulek dibanderol Rp 50 ribu. Dalam sehari, perempuan 58 tahun itu bisa menjual 10-20 porsi. Jennifer menyambut baik langkah Pemerintah Kota Surabaya mematenkan rujak ulek. "Setuju. Itu kan memang makanan khas Surabaya. Apalagi ada lagunya: Rujak Uleg," katanya.
Dukungan serupa ditunjukkan oleh penggemar rujak ulek, Ihya Ulumuddin. Menurut dia, hak paten tak berarti melokalisasi sebuah produk. Sebaliknya, dengan mengantongi hak paten, rujak ulek Surabaya bisa keluar dan dijajakan di mana-mana tapi pembeli tahu asalnya dari Surabaya.
Pria asal Lamongan itu mengatakan mengenal rujak ketika tinggal di Surabaya. Di daerah asalnya, ia hanya mengenal tahu lontong yang bumbunya mirip rujak, tapi isinya hanya terdiri atas sayur dan lontong. "Saya tahu rujak isinya buah dan sayur, ya, sewaktu di Surabaya. Awalnya enggak biasa, tapi lama-lama suka," ujarnya. "Apalagi kalau pedas, rujak sangat nikmat."
Jika paten rujak ulek bisa keluar pada 2015, Wali Kota Tri Rismaharini tak perlu judek alias buntu pikiran jika ada pihak lain, termasuk negara lain, yang mengklaim rujak itu. Tinggal sodorkan dokumen hak paten, semua urusan beres. Dengan begitu, penyanyi kawakan Jawa, Waldjinah, boleh terus mendendangkan lagu Rujak Uleg tapi isinya tak lagi terasa menyindir:
Rujak uleg, rujaké wong atiné judek
Delag-deleg, sirah mumet pikiran sumpek
Ngalam donya warno-warno kahanané, jaréné….
Dwi Wiyana, Agita S. Listyanti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo