Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

11 April 2016 | 00.00 WIB

Surat Pembaca
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Hak Jawab Ono Surono

Berkaitan dengan pemberitaan majalah Tempo edisi 4-10 April 2016 dengan judul "Siasat Baru Pengusaha Ikan" di halaman 90-91, saya perlu menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Saya tidak pernah menghubungi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Ibu Puan Maharani untuk meminta tolong menghubungi Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Rencana pertemuan Menteri Kelautan dan Perikanan dengan asosiasi berawal dari Ibu Lilly dari Humas Kementerian Kelautan yang mengirimkan pesan WhatsApp kepada saya perihal undangan Menteri Kelautan dan Perikanan.
  2. Saya bukan Ketua Tim 15 karena tidak ada ketua di tim tersebut. Gerakan Nasional Masyarakat Perikanan Nusantara (Gernas Mapi) terbentuk dari gabungan organisasi nelayan dan pengusaha. Dari 34 organisasi atau perkumpulan, disepakati dibentuk koordinator. Tidak ada keputusan mengangkat Ketua Tim 15.
  3. Majalah Tempo memuat bahwa saya adalah aktor utama yang menggerakkan demonstrasi pada Rabu pekan lalu. Itu tidak benar. Yang benar adalah demonstrasi diusulkan dan disepakati dalam forum pertemuan Gernas Mapi.

Saya berharap surat saya ini dapat menjadi hak jawab saya atas pemberitaan di majalah Tempo edisi 4-10 April 2016. Demikian surat ini saya sampaikan.

Ono Surono
Anggota Komisi IV
Fraksi PDI Perjuangan DPR RI

Penyebutan Anda sebagai Ketua Tim 15 berasal dari anggota Tim 15. Klarifikasi Anda juga sudah kami tampilkan dalam artikel tersebut.


Hak Jawab Yudi Prayantao

Berkaitan dengan pemberitaan majalah Tempo edisi 4-10 April 2016 dengan judul "Siasat Baru Pengusaha Ikan" di halaman 90-91, saya perlu menyampaikan bahwa saya tidak memiliki kapal eks asing yang tidak bisa masuk ke Indonesia seperti tertera di majalah Tempo. Saya berharap penjelasan ini menjadi koreksi.

Yugi Prayantao
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia bidang Kelautan dan Perikanan (kirim e-mail ke saya)

Jawaban dan penegasan Anda sudah dimasukkan dalam artikel tersebut.


Perubahan di Daerah

Gubernur DKI Jakarta yang sekarang membawa angin perubahan atau lebih pas jika disebut sebagai pelurusan pada administrasi pemerintahan atas dua hal. Pertama, pengembalian fungsi kepala daerah ke khitahnya sebagai administrator atau pengelola wilayah (state manager), yang juga bertugas sebagai penegak hukum tertinggi di Provinsi DKI.

Kenapa disebut meluruskan? Karena sering ditemukan kepala daerah setelah diberlakukannya Undang-Undang Otonomi daerah menjelma menjadi raja kecil. Umumnya mereka mengeluarkan kebijakan seperti peraturan daerah/peraturan gubernur/peraturan bupati/peraturan wali kota yang napasnya bertentangan dengan semangat otonomi daerah, yang seyogianya bertujuan menyejahterakan rakyat.

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok termasuk kepala daerah yang mengembalikan fungsi kepala daerah sebagaimana mestinya. Demikian pula Wali Kota Surabaya Rismaharini, yang konsisten mengatur tata kota Surabaya, dan Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah, yang mengoptimalkan pelayanan 113, tim medis yang mendatangi masyarakat.

Perubahan kedua yang dibawa Ahok adalah perubahan tradisi kepala daerah dalam mengambil keputusan atau proses pembuatan kebijakan. Dalam teori decision making berdasarkan power dalam analogi "the power cube", yang pertama kali dikenalkan Steven Lukes pada 1974 dan diperbarui oleh John Gaventa pada 2005, dapat dibagi menjadi tiga dimensi: level, space, dan form.

Level atau jenjang yang dimaksud dalam konteks DKI tentu saja provinsi, lalu space atau ruang yang digunakan adalah claimed space (ruang yang diklaim). Claimed space yang digunakan adalah space di dunia maya melalui media sosial atau YouTube. Ahok kerap melempar isu internal dalam pemerintahan Provinsi DKI ke ruang publik, bahkan kerap melempar hal yang sifatnya provokatif dan sepele. Jelas sekali indikasinya adalah mengundang publik untuk "menikmati" dan menjadi saksi dari proses-proses pengambilan keputusan, bahkan kadang terkesan lucu (kasus UPS, misalnya). Lalu form atau bentuk yang dipakai adalah bentuk terbuka/open karena melempar isu ke ruang publik. Trik ini dipakai untuk meraih atensi publik dan testing the water buat menguji reaksi publik atas keputusan yang akan diambil.

Ahok mentransformasi pengambilan kebijakan dan penegakan aturan yang elitis dan eksklusif menjadi bak akuarium yang bisa ditonton orang awam. Di mana lemahnya Ahok? Terlalu rigid atau kaku dalam beberapa hal. Sepertinya ruang-ruang dialog dibuat sedemikian sempit, sehingga berkesan tidak bisa diajak kompromi. Mungkin saja strategi ini untuk mencegah masuknya peluang berkolusi.

Ramadhani Achdiawan
[email protected]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus