Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GEDUNG bertingkat berdinding kaca di Jalan Buncit Raya Nomor 49, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, itu tampak sepi pada Rabu sore pekan lalu. Hanya ada seorang resepsionis di lobi dan dua petugas satuan pengamanan berjaga di luar gedung. "Di sini kantor PT Amanah Prima Indonesia," kata Ali, petugas satpam kantor perusahaan itu. Ia menjamin tak ada perusahaan lain yang berkantor di Gedung 49—merujuk pada nomor berukuran jumbo yang menempel tinggi di atas dinding depan bangunan.
Kantor di Jalan Buncit Raya itu tidaklah asing. Delapan tahun lalu, saat menginvestigasi pembelian minyak mentah Zatapi oleh Pertamina, Tempo juga sampai ke sana. Di dalam gedung tersebut, kala itu, berkantor pengusaha minyak Mohamad Riza Chalid, Johnny Gerald Plate, Irawan Prakoso, dan Schiller Marganda Napitupulu. Keempatnya bersaling-silang memimpin dan menjadi pemegang saham Global Energy Resources Pte Ltd dan Gold Manor International Ltd. Diduga persekongkolan Global dan Gold Manor dengan pejabat Pertamina menyebabkan perusahaan tersebut rugi hingga sekitar Rp 65,5 miliar dalam pembelian Zatapi.
Kali ini yang membawa Tempo kembali ke gedung tersebut adalah Paulus Tannos dan Azmin Aulia. Kedua nama ini berada di pusaran kasus korupsi proyek pembuatan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP yang sedang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Proyek ini diperkirakan merugikan negara Rp 1,12 triliun.
Tempo menemukan nama Paulus dan Azmin dalam The Panama Papers, dokumen milik firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca, yang bocor. Paulus terekam dalam satu bundel file sebagai pemegang saham Trinity Asia Finance Limited. Dia adalah bos PT Sandipala Arthaputra, rekanan proyek e-KTP yang tergabung dalam Konsorsium Perusahaan Percetakan Negara RI (PPNRI). Tiga perusahaan lain yang ikut bergabung ke dalam konsorsium ini adalah PT Sucofindo, PT Len Industri, dan PT Quadra Solution.
Lalu dalam bundel file yang lain, Azmin Aulia, adik mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, tercatat memiliki perusahaan bernama Pile Nelly Trading Limited. Manakala megaproyek e-KTP bermasalah, nama Paulus Tannos dan Azmin nyaring terdengar. Keduanya ditengarai "berkomplot" memuluskan jalan bagi Konsorsium PPNRI agar keluar sebagai pemenang tender e-KTP. Saat itu belum jelas benar bagaimana tautan bisnis di antara mereka.
Dokumen milik Mossack Fonseca yang diperoleh International Consortium of Investigative Journalists dari harian Jerman Sueddeutsche Zeitung memperjelas hubungan keduanya. Banyak kesamaan yang pasti tidak terjadi secara kebetulan antara Trinity Asia dan Pile Nelly.
Kedua perusahaan menggunakan Gedung 49 sebagai alamat di Jakarta. Alamat kantor mereka di British Virgin Islands pun sama, di Akara Building, 24 De Castro Street, Wickhams Cay I, Road Town, Tortola. Demikian pula alamat pemegang saham, sama-sama di 1 Kim Seng Promenade, #15-01 East Tower, Great World City, Singapura.
Berikutnya, kronologi pendirian kedua perusahaan pun sama persis: didirikan pada 11 Juli 2005, penunjukan sole director pada 21 November 2006, dan pengesahan certificate of incumbency oleh Asisten Sekretaris Mossack Fonseca & Co (BVI) Ltd pada 30 Maret 2010. Yang juga sama, baik Paulus maupun Azmin mula-mula tercatat namanya dalam Dokumen Panama pada saat pengesahan certificate of incumbency. Tanggal tersebut selaras dengan masa awal proyek e-KTP mulai dibahas di Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, untuk dimasukkan ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2011.
Malah Mossack Fonseca pernah mengurus administrasi kedua firma dalam satu lembar dokumen yang sama, ketika kantor di British Virgin Islands meminta perwakilan Mossack di Singapura mengirim sembilan dokumen administrasi Trinity Asia dan Pile Nelly. Dokumen yang diminta antara lain memorandum dan anggaran dasar, akta pendirian perusahaan, daftar direktur, daftar saham kosong, sertifikat saham kosong, serta surat tak beraktivitas.
Melalui WhatsApp, Paulus Tannos, yang kini bersembunyi di Singapura, menampik kabar bahwa ia memiliki perusahaan cangkang di British Virgin Islands. "Saya enggak merasa tahu tentang perusahaan Trinity," ujarnya Rabu pekan lalu. Ia juga mengatakan tak mengetahui Gedung 49.
Azmin tak dapat dimintai konfirmasi. Dia tak ada di dua kediamannya, Jalan Kemang Selatan XII dan Panglima Polim III, Jakarta Selatan, saat Tempo berkunjung pada Kamis pekan lalu. Istri Azmin pun tak berkenan menemui Tempo. "Ibu tak mau diwawancarai," ujar Wati, asisten rumah tangganya.
PROYEK e-KTP bermasalah sejak proses lelang. Pada Oktober 2012, Tempo menemukan setumpuk dokumen berisi salinan komunikasi lewat surat elektronik antara Andi Agustinus dan orang-orang Konsorsium PPNRI. Andi kawan dekat politikus Partai Golkar, Setya Novanto. Dokumen itu menunjukkan mereka dengan mudah memperoleh sejumlah informasi penting yang masih digodok panitia tender Kementerian Dalam Negeri.
Contohnya surat elektronik yang dikirim karyawan Andi kepada seorang pegawai Percetakan Negara pada 11 Agustus 2010. Isinya draf dokumen administrasi lelang e-KTP. Padahal panitia baru mengumumkannya secara resmi pada Februari 2011. Adik Andi, Vidi Gunawan, membantah semuanya. "Tidak benar itu. Kakak saya tidak terlibat sama sekali," katanya.
Salah satu pertanyaan penting waktu itu: bagaimana cara Konsorsium PPNRI mendekati Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Diduga "jalan"-nya adalah Azmin Aulia.
Mulanya, seseorang dalam Konsorsium PPNRI disebut bersahabat dengan Azmin. Ternyata Paulus yang belakangan diketahui dekat dengan Azmin. Menurut dia, mereka berkenalan di lapangan golf, 20 tahun silam. Dari situ, mereka akrab dan sering bermain golf bersama. Namun dia membantah tudingan bahwa Azmin terlibat proyek e-KTP. "Kami enggak pernah berhubungan bisnis," ujarnya.
Kabar Azmin cawe-cawe di proyek e-KTP sudah disanggah Gamawan. Ia membenarkan, adiknya pengusaha, tapi bukan di bidang percetakan. "Jangan dikait-kaitkan, itu dicari-cari," katanya. Gamawan juga mengaku mengenal Paulus Tannos ketika menjadi Gubernur Sumatera Barat, 2005-2009.
Pada April 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan pejabat pembuat komitmen Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, sebagai tersangka. Ia dituduh menyalahgunakan wewenang sehingga merugikan negara Rp 1,12 triliun. Adapun nilai proyek e-KTP Rp 5,84 triliun. Perkara korupsi Sugiharto kini masih disidik.
Dalam beberapa kesempatan, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, terdakwa kasus pencucian uang pembelian saham PT Garuda Indonesia Tbk, "bernyanyi" tentang keterlibatan Azmin dalam proyek e-KTP. Paulus kepada penyidik membantah semua tudingan. "Info Nazaruddin itu ngawur, Pak," ujarnya.
Gamawan juga menampik. Dalam sebuah wawancara dengan Tempo pada 24 September 2013, dia mempertanyakan bagaimana mungkin mendapat "jatah" kalau tidak pernah terlibat proyek. "Itu ngarang namanya," katanya.
Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu, Nazaruddin memilih bungkam ketika ditanyai perihal Azmin. Dia khawatir terhadap keamanan dirinya dan keluarga.
DOKUMEN Panama juga menunjukkan hal lain menyangkut kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Certificate of incumbency milik Trinity Asia dan Pile Nelly mencatat, Paulus dan Azmin masing-masing cuma menguasai satu lembar saham. Padahal baik Trinity Asia maupun Pile Nelly memiliki 50 ribu lembar saham, masing-masing senilai US$ 1. Lalu siapakah pemilik sebenarnya kedua perusahaan tersebut?
Tak satu pun file dalam Panama Papers dapat menjawab pertanyaan tersebut, kecuali kesamaan alamat yang mencurigakan antara Trinity Asia serta Pile Nelly dan perusahaan-perusahaan milik Riza Chalid serta teman-temannya.
Selain alamatnya sama di Gedung 49, alamat pemegang saham Trinity Asia dan Pile Nelly di Singapura pun sama dengan alamat perusahaan-perusahaan Riza Chalid, yakni di 1 Kim Seng Promenade, #15-01 East Tower, Great World City. Dalam Panama Papers, perusahaan milik Riza yang beralamat di sana adalah Cresswell International Ltd dan Sunrich Capital Ltd. Global Energy Resources Pte Ltd, yang merupakan salin rupa dari GT Energy Limited, sebelum pindah ke 80 Robinson Road #17-0, Singapura, juga beralamat di 1 Kim Seng Promenade.
Di luar itu, ada lagi tautan yang menguatkan hubungan mereka. Irawan Prakoso, yang pada 2008 menjadi Direktur Global Energy, tercatat mendirikan Twin International Ltd pada 1 Juni 2007. Di British Virgin Islands, perusahaan itu satu alamat dengan Trinity Asia dan Pile Nelly, di Akara Building, 24 De Castro Street, Wickhams Cay I, Road Town, Tortola.
Paulus menegaskan, tak ada hubungan antara dia dan Riza Chalid. "Saya tidak kenal dan tidak pernah berhubungan bisnis dengan Riza Chalid," katanya. Sedangkan Johnny Plate, sekarang anggota DPR dari Fraksi NasDem, awalnya membantah pernah mendirikan perusahaan dengan bantuan Mossack Fonseca. "Kenal saja tidak. Jangan sampai ini malah jadi rumor ataupun berita yang tendensius dan fitnah," ujarnya saat dimintai konfirmasi oleh Tempo. Belakangan dia membenarkan pernah mendirikan perusahaan cangkang di British Virgin Islands beberapa tahun lalu, tapi mengaku lupa nama perusahaannya.
Riza Chalid dan Irawan Prakoso belum dapat dimintai konfirmasi. Di Gedung 49, Jalan Buncit Raya, tak ada yang mengaku kenal dengan mereka. Nomor telepon keduanya pun tak dapat dihubungi. Tempo sudah berusaha mencari Riza di rumahnya di Jalan Sriwijaya Raya, Jakarta Selatan, tapi gagal.
Team EDITOR: Philipus Parera, Wahyu Dhyatmika, Setri Yasra, Yandhrie Arvian | PENULIS: Rusman Paraqbueq, Agoeng Wijaya, Wayan Agus Purnomo, Akbar Tri Kurniawan | REPORTER: Muhammad Rizki, Devi Ernis, Ghoida Rahmah, Diko Oktara |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo