Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama-nama misterius itu muncul lagi. Rabu pekan lalu, Muhammad Nazaruddin bergeming ketika Tempo bertanya tentang Garrett Lim Eng Kian dan Lim Keng Seng. "Aduh, tolong, jangan deh," kata Nazaruddin. Meski dia tersenyum, suaranya lirih.
Siang itu, Nazaruddin baru tiba di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Sejak awal Desember tahun lalu, dia kembali jadi terdakwa. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menudingnya menyembunyikan harta hasil korupsi sejak menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Jumlahnya tak tanggung-tanggung: lebih dari Rp 627 miliar. Sebelumnya, Nazaruddin sudah divonis 7 tahun penjara dalam korupsi pembangunan Wisma Atlet Palembang.
Duit panas tersebut diperoleh Nazaruddin dari sejumlah kontraktor atas jasanya memenangkan banyak proyek pemerintahan untuk pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan di daerah. Aksi itu dikendalikan Nazaruddin melalui kelompok usaha miliknya, Permai Group, yang membawahkan 33 perusahaan.
Dari penyidikan kasus pencucian uang yang dimulai pada 2012 inilah terungkap nama Lim Keng Seng. Pria warga negara Singapura ini disebut menampung duit Nazaruddin di Negeri Singa. Adapun nama Garrett Lim mencuat setahun lebih awal. Namanya muncul ketika Nazaruddin kabur ke Singapura dan tujuh negara lain, sebulan setelah kasus Wisma Atlet Palembang terbongkar oleh KPK pada April 2011.
Ketika itu, tim khusus pencari bentukan Kepolisian RI dan Direktorat Jenderal Imigrasi sudah mengendus peran penting Garrett Lim. Dia bahkan menanggung pembiayaan selama Nazaruddin kabur. Jejak Garrett juga ditemukan di Cartagena, Kolombia, bersamaan dengan penangkapan Nazaruddin oleh Interpol di kota itu pada awal Agustus 2011.
Namun semuanya hanya sampai di situ. Pertanyaan tentang siapakah Lim Keng Seng dan Garrett Lim tak pernah terjawab. Sinyal terang sempat muncul dari Otto Cornelis Kaligis, pengacara Nazaruddin saat itu. "Dia itu penasihat keuangan Nazar dari New York," ujar Kaligis. Ia membantah rumor yang menyebutkan Garrett adalah pengacara Nazaruddin di Singapura.
Baru kali ini, ada petunjuk baru. Menurut dokumen Panama Papers, Lim Keng Seng ternyata terkait dengan Garrett Lim. Keduanya sama-sama menjadi pemegang saham dua perusahaan cangkang di British Virgin Islands.
DI antara banyak nama anak buah Nazaruddin, hanya satu orang yang tercatat mengalirkan dana Permai Group ke luar negeri: Yulius Usman Senen. Ketika diperiksa, mantan Direktur PT Pacific Putra Metropolitan ini mengaku kepada penyidik pernah diperintah Nazaruddin menyetor Sin$ 6,13 juta kepada seseorang bernama Lim Keng Seng.
Duit itu dikirim dari rekening giro Bank Standard Chartered milik Pacific Putra ke rekening Lim Keng Seng di Standard Chartered Singapura pada awal Agustus 2011. Penyidik KPK, dan belakangan jaksa dalam dakwaannya, berkeyakinan transaksi yang diklaim untuk pembelian kapal tunda (tugboat) dari Negeri Singa itu hanya kedok untuk melarikan duit hasil korupsi ke luar negeri. "Karena hingga kini tak diketahui juga di mana tugboat yang dibeli itu," kata seorang penegak hukum yang menolak disebut namanya.
Panama Papers menguatkan dugaan tersebut. Di antara bocoran 11,5 juta dokumen klien Mossack Fonseca itu, Yulius tercatat sebagai pemegang 30 lembar saham Millenia Offshore Limited. Perusahaan cangkang ini sebenarnya telah berdiri sejak 2007 di British Virgin Islands, tapi Yulius baru memperoleh transfer saham pada 2013.
Di Millenia Offshore itu, Yulius berbagi kepemilikan dengan Lim Keng Seng (80 lembar), Tey Eng Guan (10 lembar), dan VieilleCase Capital Limited (400 lembar). VieilleCase Capital, pemegang saham terbesar Millenia, juga klien Mossack Fonseca di British Virgin Islands, yang didirikan lewat jasa Mossack Fonseca & Co Pte Ltd (Singapura) pada 2011.
Orang di belakang layar VieilleCase ternyata bukan nama yang asing: Garrett Lim Eng Kian. Dia mendirikan perusahaan papan nama tersebut pada Januari 2011 dan merupakan pemegang saham satu-satunya di sana.
Setelah mendengar Tempo menyebut sejumlah nama perusahaan itu, Nazaruddin mulai buka mulut. Namun dia enggan keterangannya ditulis di majalah ini dengan alasan keselamatan dirinya.
Seorang mantan anak buah Nazaruddin mengungkapkan, Garrett adalah pemain utama dalam jaringan Nazaruddin di luar negeri. "Kuncinya ada di dia," ujarnya. "Garrett juga berhubungan dengan politikus Indonesia lainnya."
Dalam tumpukan dokumen Panama Papers, sedikitnya ada empat perusahaan cangkang lain yang mencantumkan nama pria kelahiran Singapura 47 tahun lalu ini sebagai pemegang saham. Nama perusahaan paling anyar yang dia dirikan lewat jasa Mossack Fonseca, empat tahun lalu, bahkan mirip dengan nama anak perusahaan Nazaruddin yang dipakai dalam sejumlah pencucian uang: PT Pacific Putra Metropolitan Limited.
Tempo telah mengirim surat konfirmasi kepada Garrett Lim dan Lim Keng Seng ke alamat keduanya di Singapura yang tercatat dalam dokumen perusahaan. Namun, hingga akhir pekan lalu, mereka belum merespons.
Dihubungi Tempo pada Kamis pekan lalu, Yulius Usman membenarkan pernah menyetor uang ke Lim Keng Seng. "Namanya anak buah, diperintah bos, bagaimana?" katanya. Namun dia menampik kabar memiliki saham di Millenia.
Dia pun membantah pernah mengenal atau bahkan bertemu dengan Garrett Lim dan Lim Keng Seng. Yulius menduga ada orang yang sengaja menempatkan namanya di perusahaan luar negeri untuk menjatuhkan dirinya.
Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan akan menindaklanjuti petunjuk baru dalam Panama Papers. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan berbagai informasi baru tentang sejumlah entitas di luar negeri yang berhubungan dengan Nazaruddin sangat relevan untuk terus ditelusuri.
Saut menilai, sejauh ini, pengembalian aset dalam kasus Nazaruddin relatif kecil dibandingkan dengan dampaknya terhadap kerugian keuangan negara. Dia enggan menyebut detailnya. Namun, menurut Saut, hasil inkubasi terhadap kasus Nazaruddin menguatkan dugaan masih banyak aset hasil korupsi mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut. "Saya perkirakan fantastis pergerakannya," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo