Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masih Soal Lapindo
SAYA telah membaca Surat Pembaca di majalah Tempo edisi 14-20 April 2014 tentang lumpur Lapindo. Tulisan tersebut ditutup dengan kalimat, "Jadi sebenarnya penyebab masalah ini bukan dari alam, melainkan dari kelalaian manusia. Dan pemerintah tidak sepantasnya ikut menanggung biaya ganti rugi kepada rakyat yang terkena musibah lumpur ini."
Sebagai pensiunan "kuli minyak", saya ingin menambah dan mengomentari tulisan tersebut. Ketika mendengar ada sumur blowout di pengeboran Sidoarjo, Jawa Timur, saya berpikir dalam waktu dekat akan didatangkan dua-tiga drilling rig dari Cepu, Jawa Tengah, dan Bojonegoro, Jawa Timur, serta tempat lain untuk melakukan pengeboran relief wells secara serentak (simultan), lalu dipompakan lumpur berat untuk memadamkan aliran fluida. Ternyata sampai beberapa bulan tidak ada kegiatan ini. Benar konon ada rig yang akan melakukan pengeboran relief wells, tapi keburu terendam lumpur panas. Batal.
Setiap bekerja di lokasi pengeboran, saya sering berdiskusi dengan para engineer yang pernah terlibat. Lalu semua informasi saya kumpulkan, digambar, dirangkum, dan disimpulkan. Mungkin tidak semuanya benar, menurut gambaran saya sebagai berikut ini.
1. Well kick terjadi setelah pengeboran tembus formasi Kujung (batu gamping yang berpori/rapuh) di kedalaman 9.279 feet. Sebelum kick, didahului gejala lost circulation (hilangnya lumpur pengeboran ke dalam formasi). Kalau ini terjadi, permukaan lumpur di dalam lubang sumur akan berkurang (turun) sehingga tekanan hidrostatik dalam sumur juga turun. Akibatnya, dinding lubang sumur (yang belum sempat dipasang pipa casing) akan runtuh. Ini bisa menjepit pipa pengeboran (drill pipe stuck).
2. Pipa casing 9-5/8" sedianya (drilling program) akan dipasang ketika pengeboran (lubang 12-1/4") akan tembus Kujung (diprediksi oleh ahli geofisika di kedalaman 8.500 feet). Ketika pengeboran sampai di kedalaman ini, ternyata formasi Kujung belum ketemu, tapi pengeboran tetap dilanjutkan. Catatan: saya pernah membaca di majalah Tempo dalam surat Medco Energi, salah satu partner Lapindo, yang meminta agar pipa casing diameter 9-5/8" tetap dipasang di kedalaman 8.500 feet untuk mengantisipasi persoalan sebelum sampai pada formasi Kujung.
3. Pengontrolan well kick boleh dikatakan sudah berhasil sehingga rangkaian pipa bor dicabut (POOH-pull out of hole). Sayang sekali, pipa terjepit (pipe stuck) di kedalaman kurang-lebih 4.500 feet. Kenapa pipa terjepit? Karena pernah terjadi lost circulation, dinding lubang sumur runtuh. Pipa tidak bisa diputar, tidak bisa naik-turun, bahkan tidak bisa disirkulasi (dipompakan lumpur bor)—namanya pack-off. Lalu pipa diputus (back-off). Rangkaian bagian atas dicabut, sedangkan yang bagian bawah tetap ditinggal di dalam lubang sumur (namanya fish), lalu sumur disemen.
4. Sangat mungkin well kick terus berlangsung dan semakin besar. Aliran fluida (gas, air, dan lumpur panas) dari formasi Kujung yang sudah "dikorek" oleh lubang bor terus mengalir semakin besar, ke atas. Karena lubang sumur sudah tertutup rangkaian pipa dan pahat, lalu disemen, aliran fluida mencari bagian yang lemah (retakan/sesar/patahan) di sepanjang lubang terbuka (open hole) lalu menyembur ke permukaan, tidak di titik lubang sumur, tapi di sekitar sumur.
5. Kalau masih ada gelembung gas (bubbling) yang keluar, artinya aliran dari bawah sana masih berlangsung dan well kick belum sepenuhnya dapat diatasi. Jadi, kalau drilling rig dibongkar dan dipindahkan ke tempat yang aman, artinya kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa.
6. Saya heran ketika ada pendapat optimistis bahwa akan didatangkan snubbing rig. Ini hanya rig kecil, tidak mampu menangani pipa terjepit atau well kick.
7. Semburan terus berlangsung sampai sekarang. Kalau dilakukan penghentian aliran, rasanya terlambat karena sudah terlalu lama, sekitar delapan tahun. Lubang sumur yang tadinya hanya 12-1/4" sudah berubah menjadi lubang yang lebih besar. Lagi pula aliran telah merembes lewat rekahan di berbagai tempat. Lokasi sudah terendam lumpur, beberapa pabrik juga terendam. Sulit menempatkan rig untuk melakukan pengeboran relief wells. Aliran dari dalam sudah terlampau besar, kalau dipompakan lumpur berat dari relief wells akan "kalah kuat". Catatan saya, karena sumur eksplorasi, kita tidak tahu banyak di bawah sana. Ketika pengeboran sampai kedalaman 8.500 feet belum ketemu formasi Kujung, tapi hal itu tetap diteruskan. Apakah ini tidak riskan?
Kalau semburan tetap dibiarkan, konon akan padam setelah 31 tahun. Saya tidak tahu siapa yang memutuskan semburan ini merupakan "bencana alam". Pendapat para ahli geologi kita juga terbelah. Rasanya menentukan penyebab problem pengeboran adalah tugas ahli atau pengawas pengeboran di lokasi, bukan ahli geologi, ahli lingkungan, forum rektor, bukan pula Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Pengeboran adalah pekerjaan penuh marabahaya dan mahal biayanya sehingga harus ditunggui, dijaga, dan dimonitor foot by foot or minute by minute. Begitu ada gejala atau tanda aneh, kru harus segera melapor kepada pengawas pengeboran di lokasi (company man) agar segera bisa diambil tindakan pencegahan.
Sugeng
Jakarta
Tiket Kereta Api di Hari Raya
Bepergian dengan kereta api kini boleh dibilang jauh lebih nyaman dibandingkan dengan bus—mungkin juga dengan kendaraan pribadi. Masih di bawah pesawat terbang, tentu saja. Tapi, harus diakui, PT Kereta Api Indonesia sudah berusaha sangat keras memperbaiki mutu pelayanannya. Kalaupun kondisi fisik gerbongnya belum senyaman mobil, misalnya, sekurang-kurangnya kereta api tak harus menghadapi deraan kemacetan di jalan.
Yang juga menambah daya tarik bepergian dengan kereta api adalah pembelian tiketnya yang kini bisa dilakukan maksimal 90 hari sebelum hari pemberangkatan. Dengan jangka waktu itu, lumayan lama, calon penumpang bisa merencanakan perjalanannya dengan lebih baik; mereka bisa mendapatkan kepastian memegang tiket di muka dan tanpa perlu susah payah antre di loket di stasiun pemberangkatan. Pembelian secara online memungkinkan hal ini.
Meski demikian, PT KAI akan menambah kredit baik kalau cara pembelian itu juga tetap terasa mudah di saat musim liburan hari raya, ketika jumlah calon penumpang luar biasa membeludak. Mungkin hal ini baru bisa diwujudkan tahun depan, atau paling cepat liburan akhir tahun ini. Untuk perjalanan pada masa liburan Idul Fitri nanti, yang penjualan tiketnya sudah dibuka belum lama ini dan langsung ludes, dengan begadang pun tak menjamin calon penumpang bisa memperoleh tiket. Bagaimana tidak, masuk ke situs PT KAI atau reseller-nya saja sulitnya bukan kepalang; berjam-jam mencoba, begitu berhasil tak ada lagi yang tersisa.
Silakan Bapak-bapak pejabat PT KAI memikirkan pemecahan masalahnya. Masih ada waktu setahun.
D. Sadanoer
Perumahan Tamansari Puri Bali J7
Nomor 17, Depok
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo