Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

5 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tanggapan Kartono Mohamad

OPINI Tempo edisi 22-28 Maret 2010 membahas soal rokok dan menyinggung permasalahan road map industri rokok. Disebutkan bahwa Kementerian Perindustrian, Pertanian, dan Tenaga Kerja menolak rancangan peraturan pemerintah dengan merujuk pada tahap-tahap panduan tentang industri rokok yang pernah dibuat pemerintah.

Fakta berkaitan dengan road map yang harus dipahami semua pihak:

1. Road map industri ini dibuat tanpa melibatkan wakil konsumen sehingga tak ada sedikit pun kepentingan konsumen yang tercakup. Padahal konsumen adalah bagian paling penting dalam pembuatan suatu kebijakan produk konsumtif. Pihak yang terlibat dalam pembentukan panduan ini hanya industri rokok dan pemerintah.

2. Road map didasari peningkatan produk, yang berarti mengejar pertambahan pecandu rokok. Pada tahap pertama, prioritasnya adalah produksi. Kedua, prioritas kepada tenaga kerja. Ketiga, road map baru memprioritaskan kesehatan. Dengan pola seperti ini, dipastikan bahwa industri rokok dan pemerintah akan terus menggenjot produksi rokok dan mengesampingkan kesehatan rakyat.

3. Road map tidak mengikat dan kalah oleh undang-undang. Dengan adanya Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 113, panduan tentang industri rokok itu harus ditinggalkan atau diubah dengan mengacu pada undang-undang tersebut.

KARTONO MOHAMAD
Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia

Fatwa Haram Rokok

TERIMA kasih kepada Muhammadiyah yang tanpa ragu mengharamkan rokok. Kapan organisasi Islam lain mengikuti? Bukankah sudah begitu jelas kerugian akibat rokok, seperti bisa kita baca pada artikel Tempo edisi 1-7 Maret 2010. Dengan ilmu apa pun, jelas kerugian akibat rokok tak dapat ditoleransi. Apalagi akhir-akhir ini rokok menjadi pembuka jalan anak-anak ke narkoba.

ABU ISMAIL
Cikaret Hijau, Bogor

Soal Identitas Cina-Singkawang

TEMPO edisi 22-28 Maret 2010 menurunkan artikel menarik seputar Singkawang. Tempo menulis perihal warga keturunan yang belum memperoleh dokumen identitas. Direktorat Administrasi Kependudukan memang telah datang, tapi warga belum merasakan manfaatnya. Jika disimak kronologi peraturan-peraturan ini, seharusnya nasib yang menimpa warga Singkawang tak terjadi.

Pada 12 Januari 2007, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan aturan perihal ”pendataan orang-orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan”. Pada 30 April 2007, Menteri Dalam Negeri menerbitkan aturan ”data orang-orang keturunan asing yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan dan kependudukan”. Lalu pada 11 Juni 2007 Menteri Dalam Negeri mengeluarkan aturan ”dispensasi pelayanan pencatatan kelahiran dalam masa transisi berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006”. Pada 22 Agustus 2007 Menteri Dalam Negeri menerbitkan ”dispensasi pendaftaran penduduk WNI”.

Pelaksanaan Surat Menteri Dalam Negeri mengenai Dispensasi Pendaftaran Pendudukan dan Pencatatan Kelahiran dilaksanakan dengan peraturan wali kota/bupati. Konon, khusus untuk Kota Madya Singkawang telah diterbitkan peraturan wali kota sebagai pelaksanaan dari Surat Menteri Dalam Negeri mengenai Dispensasi. Jika warga Singkawang belum memperoleh dokumen identitas seperti ditulis Tempo, berarti ada kekeliruan pengelolaan administrasi. Mudah-mudahan persoalan ini segera selesai.

INDRADI KUSUMA
Institut Kewarganegaraan Indonesia

Kembali ke Khitah NU

Memanfaatkan momentum muktamar di Makassar, banyak hal yang harus dijadikan Nahdlatul Ulama mawas diri. Salah satunya lebih mementingkan urusan sosial dan agama dibanding urusan partai politik dan politik praktis. NU harus konsekuen kembali ke khitahnya, yaitu memberdayakan umat. Kita tahu selama masa reformasi ini sedikit-banyak NU terjebak dalam politik praktis. Urusan-urusan seperti itu telah mengambil banyak energi NU dan membuat wibawa pemimpin menurun.

Siapa pun yang akan terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar NU nanti, harus bisa membawa NU menjadi lebih baik lagi. Muktamar pun diharapkan bisa memunculkan pemimpin-pemimpin baru yang mampu mengayomi kaum minoritas, seperti yang telah dilakukan Gus Dur. Terlebih semua kandidat ketua umum relatif dekat dengan mantan presiden itu.

NU harus memperhatikan pendidikan dan ekonomi. Jikapun harus berpolitik, politik demi kebangsaan dan kenegaraan, bukan politik untuk pemilihan bupati, gubernur, atau presiden. Terlibat politik dukung-dukungan sama dengan memperdagangkan NU secara murahan. NU juga harus berperan dalam urusan deradikalisasi karena banyak pelaku terorisme berkedok agama Islam. Ingat, peran-peran NU itu hingga saat ini belum dimainkan sepenuhnya.

ANDI BASSO
Jalan Pahlawan 22, Makassar

Khitah Jangan Hanya Slogan

Selamat untuk Nahdlatul Ulama yang telah memiliki kepengurusan baru melalui perhelatan di Makassar dan pencanangan kembali ke khitah. Sudah saatnya NU betul-betul kembali ke khitah yang sebenarnya. Penguatan ranting, misalnya, sangat penting. Segeralah memperbaiki program dan kegiatan kemasyarakatan, ekonomi umat, mulai sekarang atau terlambat.

Kembali ke khitah jangan hanya menjadi slogan, tapi diimplementasikan sampai akar rumput. Masalahnya masih banyak politikus yang memanfaatkan NU untuk kepentingan politik sesaat, misalnya dengan mendukung salah satu calon dan menggerakkan massa dengan bendera NU untuk alasan kemakmuran. Ini sangat mencederai semangat khitah.

Achmad Hidayat
Ciputat, Jakarta Selatan

Merindukan Sosok Gus Dur

Keberadaan Nahdlatul Ulama yang dikenal sebagai organisasi Islam tradisional tapi terbukti mampu mengayomi semua golongan tidak lepas dari peran Gus Dur yang moderat dan membumi. Selain dikenal sebagai tokoh pluralis, Gus Dur dikenal sebagai sosok humoris. Banyak celetukan, guyonan, dan tanggapannya atas peristiwa serta masalah pelik membuat masyarakat yang keningnya berkerut, dengan refleks menarik ujung bibir dan membentuk seulas senyuman.

Melalui Muktamar Ke-32 NU di Makassar, Indonesia membutuhkan figur pemimpin yang mampu melahirkan tokoh NU sekaliber Gus Dur, dengan sikapnya yang cair, pluralis, moderat, tapi nasionalis tulen.

LEE CHENG SWEE
Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat

SK Pegawai Departemen Keuangan

Saya lulus tes seleksi penerimaan pegawai negeri Departemen Keuangan pada 2008 dan mulai bekerja Januari 2009. Saya dan pegawai seangkatan diberi tahu bawah gaji akan dirapel setelah mendapat surat keputusan calon pegawai negeri sipil. Namun, ketika pegawai lain menerima surat keputusan pada September 2009, saya tidak mendapatkannya. Dua bulan kemudian, saya mendapat surat bahwa saya bersama tujuh pegawai lain tidak bisa diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil untuk tahun anggaran 2008. Alasannya tidak sesuai dengan formasi. Kabarnya, kami sedang ”diperjuangkan” untuk tahun anggaran berikutnya.

Saya menghadap Biro Sumber Daya Manusia Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan untuk meminta keterangan. Dia membenarkan keterangan itu. Kompensasi hak saya berupa gaji dan tunjangan dari Januari sampai November 2009 pun kabarnya sedang dibicarakan. Tapi, pada Januari 2010, Biro SDM mengabarkan kompensasi tersebut tidak akan diberikan.

Saya lalu menulis surat kepada Bapak Mulia P. Nasution selaku Ketua Panitia Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Departemen Keuangan Tingkat Sarjana Tahun Anggaran 2008 pada 12 Februari 2010. Isinya, permintaan kepastian tertulis soal waktu turunnya surat keputusan dan bagaimana hak saya selama bekerja. Sampai tulisan ini dibuat, surat saya belum dibalas.

DEDY SUGIONO
Cengkareng, Jakarta Barat

Susno Jeruk Makan Jeruk

Pernyataan Komisaris Jenderal Susno Duadji yang melaporkan adanya keterlibatan sejumlah jenderal polisi dalam kasus pencucian uang senilai Rp 25 miliar oleh oknum pegawai pajak telah menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan. Supaya tidak ada kesan ”jeruk makan jeruk”, perlu adanya komitmen dan sinergi aparat penegak hukum terkait dengan pemberantasan makelar kasus secara transparan dalam kasus pencucian uang senilai Rp 25 miliar oleh oknum pajak serta kasus lainnya.

Jadi siapa yang benar dan salah tidak semata dilandasi seberapa banyak dukungan opini terhadap Susno Duadji atau sebaliknya. Tapi kebenaran itu harus diungkap sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku yang diputuskan melalui pengadilan.

RUSGINA WOTU
Tanjung Barat, Jakarta Selatan

Tetaplah Oposisi PDI Perjuangan

Saya mengetuk hati nurani jajaran Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan agar tetap berpegang pada ideologi ”oposisi” sebagaimana yang diarahkan Megawati Soekarnoputri—dan jangan terus-menerus haus kekuasaan. Rakyat tak perlu kekuasaan munafik seperti saat ini. Rakyat sudah menderita sekali akibat segelintir orang yang haus kekuasaan.

FADLI EKO SETIYAWAN
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan

Soal Kunjungan Obama

KUNJUNGAN Presiden Amerika Serikat Barack Obama ditunda hingga Juni. Kunjungan ini jelas tidak hanya berdampak personal dan emosional, tapi juga memiliki arti politis. Bila memungkinkan, Obama akan kembali bernostalgia di tempat dia pernah tinggal semasa kecil. Dengan kedatangan Obama, pengetahuan orang tentang profil Indonesia bisa meningkat.

Menaikkan profil Indonesia bisa menguntungkan Amerika, demi keseimbangan kekuatan utama Asia, yaitu Cina, Jepang, dan India. Kesuksesan Indonesia dalam menciptakan sistem demokratis pun bermanfaat bagi dunia. Karena itu, sangat berlebihan bila ada kelompok yang menolak kedatangan Presiden Obama. Apalagi dikaitkan dengan kedaulatan Indonesia. Rumah tangga yang baik bisa menjamu tamu dengan sikap baik.

JENIFER WOWORUNTU
Lenteng Agung, Jakarta Selatan

Senyum Obama

ANAK saya, kelas lima sekolah dasar, lebih mengenal figur Obama dibanding elite partai di Indonesia yang jago teriak-teriak mengatasnamakan rakyat kecil. Obama dikenal ramah dan dekat dengan anak kecil. Dalam benak anak saya, Obama justru dianggap sebagai warga negara Indonesia yang menjadi Presiden Amerika Serikat. Adapun keramahan elite partai di Indonesia terkesan dibuat-buat, tidak tulus, dan senyumnya dipaksakan untuk kepentingan kampanye.

Kita tidak perlu merisaukan rencana kedatangan Obama. Kita justru harus berkaca pada Obama, belajar dari keramahan senyum Obama. Tak perlu risau juga jika suatu ketika Indonesia dipimpin presiden dari luar Jawa. Semua bisa menjadi presiden asal berkualitas. Yes, we can.

SUMIARTINI
Tanjung Duren, Jakarta Barat

Penertiban Lahan Telantar

BADAN Pertanahan Nasional mulai 1 April 2010 akan menertibkan tanah-tanah telantar milik negara yang tidak tergarap dan tidak tersertifikat, untuk dimanfaatkan oleh masyarakat. Prosesnya makan waktu empat bulan. Ini rencana baik karena sesuai dengan semangat reformasi agraria. Tapi upaya begini tidak mudah. Konflik hukum sengketa lahan sudah dimulai sejak keberadaan alat bukti status tanah telantar, tanah negara dan tanah adat mengalami tumpah-tindih terkait dengan status hukumnya. Dengan demikian, dalam penyelesaiannya sering terjadi konflik kekerasan antara rakyat, pemerintah, dan pengusaha.

Kondisi masyarakat yang mengalami ”lapar lahan” sering menjadi pemicu terjadinya aksi penjarahan atas tanah telantar atau tanah negara. Karena itu, upaya tertib administrasi tanah telantar yang baik diharapkan dapat dipergunakan untuk meredam sengketa lahan.

GRACELINA PANGGABEAN
Kelapa Gading, Jakarta Utara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus