Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pulau Terluar Rawan
PULAU terluar Indonesia banyak yang tak berpenghuni. Ini rawan diklaim ne gara lain. Misalnya, Pulau Jemur di Riau yang diakui sebagai milik Malaysia dan dijadikan pulau wisata. Belum lagi Sipadan dan Ligitan yang jatuh ke Malaysia pada 2004.
Banyak pulau terluar merupakan kawasan strategis dan memiliki potensi amat penting. Di pulau-pulau tersebut terdapat titik dasar dan titik referensi yang digunakan untuk menarik garis pangkal batas wilayah. Maka semua pulau terluar, baik yang berpenghuni maupun tidak, perlu dikembangkan sebagai tujuan wisata. Selain mencegah peng akuan sepihak, cara ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar pulau dan menjaga keutuhan negara kesatuan.
Yudi Prasetyo
Jalan Ciliwung, Depok, Jawa Barat
Benahi Kesemrawutan Jalan
BELAKANGAN marak berita penju alan tiga pulau di Kabupaten Mentawai, Su matera Barat, yaitu Makaroni, Siloi nak, dan Kandui. Sementara itu, di Jakar ta yang terjadi adalah terjualnya hati nurani. Ada masyarakat kecil yang digusur dari tempat tinggal yang sudah tahun an mereka huni, hilangnya kenyamanan pejalan kaki, pengguna jalan, dan seba gainya.
Di sepanjang Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, jalur pedestrian yang di sediakan untuk keamanan dan ke nya man an pejalan kaki tersita dan terjual untuk para pedagang. Trotoar dipenuhi pedagang sepeda, alat-alat olahraga , ke ramik, bahan bangunan, dan sebagai nya. Akibatnya, sepanjang hari, terutama pada pagi, lalu lintas di jalan tersebut selalu macet.
Situasi ini diperparah oleh banyaknya bus atau angkutan kota yang berhenti seenaknya dan ngetem di depan Pasar Rumput. Apalagi satu jalur telah dipakai buat busway.
Kesemrawutan daerah ini perlu segera dibenahi. Pertama, mengatur kembali para pedagang yang berjaja di sepanjang Jalan Sultan Agung, terutama di ujung Jalan Minangkabau hingga Pasar Rumput. Kedua, mengembalikan fungsi trotoar untuk keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Ketiga, membongkar pembatas busway seperti di Jalan Metro Pondok Indah, Jakarta Selatan.
J. DJATMIKO
Pasar Manggis, Setiabudi, Jakarta Selatan
Tak Perlu Khawatir Berlebihan
SEBAGIAN masyarakat khawatir akan Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara. Itu disebabkan pengalaman masa lalu yang meniadakan kebebasan pers dan tindakan represif penguasa. Wajar ada kekhawatiran itu.
Namun, melihat kondisi saat ini, sebenarnya masyarakat tidak perlu khawatir akan rancangan undang-undang yang masih dibahas Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah. Amerika Serikat yang sudah ratusan tahun menerapkan demokrasi dan memiliki Freedom of Information Act (Undang-Undang Kebebasan Informasi) juga memiliki Secrecy Act (Undang-Undang Rahasia Publik). Apalagi, menurut saya, materi rancang an undang-undang kita lebih longgar dibanding Amerika.
Dani Hermawan
Jalan Pintu Air Raya, Jakarta Pusat
Layakkah Century Disuntik?
KEPUTUSAN pemerintah membe ri suntikan modal baru Rp 6,72 triliun kepada Bank Century benar-benar mencengangkan. Mengapa begitu gampang dan cepat langkah ini diambil? Bukan kah masih banyak kewajiban pemerintah atau negara yang lebih penting untuk diselesaikan?
Misalnya, penduduk Sidoarjo yang tenggelam oleh lumpur Lapindo. Berta hun-tahun mereka meminta, hingga kini masih banyak warga yang belum men dapat ganti rugi. Seandainya itu tanggung jawab perusahaan Grup Bakrie, bukankah mereka layak mendapat dana talangan lebih dulu? Nantinya, pemerintah dapat meminta penggantian kepada Grup Bakrie.
Triliunan rupiah itu juga bisa untuk menggerakkan ekonomi rakyat bawah. Krisis ekonomi membuat kesejahteraan sebagian besar rakyat makin menurun. Bila tak ditolong, jangan-jangan jumlah penduduk yang tenggelam ke bawah garis kemiskinan makin besar.
Seribu alasan bisa dibuat. Saya kurang mengerti penjelasan pemerintah atau Bank Indonesia bahwa kebijakan itu untuk mencegah efek lanjutan jika Century tak ditolong. Kata mereka, akan ada dampak sistemik. Apa pun argumennya, ini menusuk rasa keadilan. Century tak layak mendapat suntikan sebesar itu.
Ahmad Budiman
Kemranjen, Banyumas, Jawa Tengah
Bersatu Melawan Terorisme
SEKEJAP Indonesia menjadi sorot an dunia internasional setelah teror bom. Akibat perbuatan para teroris, kita semua terimbas dan dibuat repot meng antisipasi tindakan mereka. Di mal, hotel, dan beberapa tempat publik lain, petugas keamanan atau polisi memeriksa dengan ketat segenap barang bawaan pengunjung.
Komisi Pertahanan Dewan Perwa kil an Rakyat menyampaikan sejumlah hal soal terorisme. Pertama, Komisi Perta hanan dan pemerintah sepakat bahwa terorisme adalah kejahatan yang menjadi musuh bersama. Untuk itu, perlu komitmen seluruh elemen bangsa dalam menanggulanginya. Kedua, Komisi meminta pemerintah meningkatkan kapasitas dan mengajak masyarakat mencegah berkembangnya ajaran sesat yang membenarkan aksi kekerasan.
Sudah saatnya Indonesia menjadikan pelaku teroris sebagai musuh bersama. Tujuan mereka tidak jelas dan tidak pernah menunjuk siapa yang bertanggung jawab. Mereka bukan mujahid, tapi pengecut. Agama tidak mengajarkan orang boleh seenaknya membunuh. Bom bunuh diri di Indonesia dicela bahkan diharamkan oleh Rektor Universitas Gaza, Imam Besar Masjid Al-Aqsha, Palestina, Dr Syekh Mohammad Mahmud Shiyam Palestina.
Hasannudin
Jalan Giring-giring, Depok, Jawa Barat
Cintai Budaya Bangsa
SEBAGAI negara berdaulat, kita harus teguh serta bijak dalam menyikapi segala klaim Malaysia terhadap ragam budaya Indonesia. Semestinya kasus tersebut membuat kita sadar bahwa anak cucu kita perlu diberi motivasi dan pendidikan seni budaya nenek moyang sejak dini. Dengan begitu, anak-anak muda kita mencintai, mempelajari, serta melestarikan seni budaya negeri ini. Ja ngan sampai seni budaya kita dipelajari secara serius oleh orang asing, sementara kita terlena oleh budaya impor.
Mari kita melindungi dan mengembangkan produk seni dan budaya se bagai industri kreatif. Dengan demikian, wa risan nenek moyang kita senantiasa digemari dan dilestarikan oleh generasi muda kita di waktu mendatang.
Wisnu Widjaja
Jalan Sindoro, Kalibuntu, Panggung, Tegal
Intelijen Kecolongan?
SETELAH ledakan bom di Mega Ku ningan, 17 Juli lalu, polisi memburu tanpa ampun para pelaku. Hasilnya boleh di bilang spektakuler. Jenazah pelaku yang sudah hancur berantakan bisa diidentifikasi secara tepat, bahkan mengungkap lebih jauh keterlibatan mereka dalam jaringan terorisme di kawasan Asia. Namun ada juga hujan kritik, di antaranya polisi dan intelijen dianggap kecolongan menangkap Noor Din M. Top.
Saya kira tidak. Banyak operasi pe ngepungan terhadap tempat-tempat yang menjadi sarang para pelaku teror sebe lum bom di Mega Kuningan, seperti di Cilacap, Wonosobo, Lampung, dan Palembang. Temuan-temuan bom dan penangkapan sel-sel jaringan terorisme di sejumlah tempat itu setidaknya berpengaruh pada semakin tipisnya logistik bom yang mereka miliki. Ruang ge rak mereka juga semakin sempit.
Kalau toh masih ada bom yang meledak, itu ”kesuksesan” para pelaku lama mentransfer ilmu meracik bom. Juga terbentuknya sel-sel baru. Tapi, sehebat apa pun kecanggihan gerakan teroris, se bagai bangsa yang beragama, kita tetap yakin bahwa kejahatan akan dikalahkan oleh kebajikan.
Ricard Radja
Jalan Kejora, Tova, Kupang
Jangan Jadi Bangsa Plagiat
AKHIR-akhir ini banyak kekayaan intelektual Indonesia berupa seni budaya diklaim oleh Malaysia. Bahkan lagu kebangsaan Malaysia diduga juga menjip lak lagu dari Indonesia. Ternyata, Malaysia pun sudah membeli semua karya sastra dan budaya Kepulauan Riau dan Mentawai.
Ulang tahun Malaysia pada 31 Agustus kali ini dibayangi kenyataan pahit: lagu kebangsaannya dituduh menjiplak. Ja nganlah jadi bangsa plagiat. Sebenar nya ini bukan hal baru. Beberapa tahun silam, isu tersebut sempat mengemuka. Kini kembali muncul seiring dengan ramai nya berita tari pendet asal Bali yang diklaim dalam iklan pariwisata Malaysia.
Cut Anggi
Villa Ciomas Indah Blok M, Ciomas, Bogor
Lima Tahun Tewasnya Munir
Senin, 7 September 2009, adalah peringatan lima tahun meninggalnya aktivis hak asasi manusia Munir. Ayah dua anak ini tewas diracun dalam perjalan an menuju Amsterdam, Belanda. Dia mengembuskan napas terakhir di dalam pesawat Garuda Indonesia.
Meski sudah lima tahun lewat, rasa kehilangan kita atas seorang figur yang berani menyuarakan kebenaran dan memprotes ketidakadilan tampaknya masih belum punah. Masih terasa ada yang mengganjal. Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjanji mengusut tuntas tragedi ini dan menghukum siapa pun yang bertanggung jawab atas pembunuhan sadistis itu. Namun janji itu belum dilunasi sampai sekarang.
Pengadilan memang sudah menjatuhkan vonis untuk Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda merangkap agen Badan Intelijen Negara, yang terbukti terlibat langsung dalam pembunuhan Munir. Namun tersangka terakhir yang dibawa polisi ke meja hijau, Mayor Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono, ternyata dibebaskan di tingkat kasasi. Saat ini Kejaksaan Agung masih meng kaji kemungkinan permohonan peninjauan kembali.
Jika peninjauan diajukan, publik tentu berharap Mahkamah Agung akan menjatuhkan vonis seadil-adilnya. Meski sempat dinilai tidak serius, polisi di bawah pimpinan Jenderal Bambang Hendarso Danuri (sekarang Kapolri) terbukti sudah bekerja keras: mengungkap detail rencana pembunuhan sampai me nemukan saksi-saksi kunci. Jaksa pun sudah melaksanakan tugasnya, mengawal kasus ini sampai persidangan. Jangan biarkan kerja para penegak hukum ini sia-sia, dengan menjatuhkan vonis yang tidak sesuai dengan fakta persidangan.
Yus Ardiansyah
Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo