Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

23 Februari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tanggapan SHEEP Indonesia

PEKAN lalu di lembar ini PT Semen Gresik membuat klarifikasi atas berita Tempo yang menyebut soal video yang dibuat oleh kami. Berikut tanggapan atas klarifikasi tersebut:

  1. Video yang kami edarkan merupakan fakta lapangan hasil investigasi, tanpa rekayasa bahkan tanpa melalui proses editing. Fakta ini merupakan second opinion dari semua propaganda dan informasi sepihak Semen Gresik yang ditunjukkan kepada para birokrat di Pati; mulai bupati hingga kepala desa dengan model kunjungan ke lokasi pabrik di Tuban dengan skenario yang sudah diatur dan disiapkan oleh pihak Semen Gresik. Tentu saja kunjungan semacam itu tidak fair karena peserta tak akan mendapatkan informasi yang seimbang.
  2. Ada banyak versi film yang dibuat kelompok yang menolak pabrik semen. Kami ragu apakah Syaifuddin Zuhri (Kepala Divisi Komunikasi Semen Gresik) sudah melihat film yang kami buat. Karena itu tuduhan bahwa film tersebut menyimpang dan provokatif adalah tuduhan yang aneh dan sangat emosional. Jika ingin membantah temuan kami, Semen Gresik mestinya membuat video serupa dan mengedarkannya kepada masyarakat.
  3. Video yang kami buat dan edarkan bukan laporan riset atau untuk kepentingan jurnalistik. Video ini sekadar untuk memberikan jawaban atas rasa ingin tahu masyarakat dari sisi korban yang selama ini tidak tersuarakan karena selalu dalam posisi lemah dan tak berdaya.

HUSAINI
Koordinator Lapangan Yayasan SHEEP Indonesia
Pati, Jawa Tengah

Soal Rangkap Jabatan Publik

SEORANG presiden, wakil presiden, bahkan gubernur, bupati, wali kota, camat, lurah atau kepala desa tidak boleh menjadi anggota, pengurus, ketua umum atau ketua dewan pembina sebuah partai politik. Apa pun alasannya. Kalau pemimpin berpolitik, konsentrasinya pecah: memikirkan negara dan partainya. Alhasil, pekerjaannya tak pernah optimal.

Seorang pemimpin memang harus berpolitik, tapi tidak otomatis harus menjadi anggota, pengurus, ketua umum atau ketua dewan pembina partai politik. Dengan demikian, SBY-JK belum bisa dikatakan sebagai seorang negarawan karena kehidupannya juga masih dibelenggu oleh kepentingan-kepentingan partai politiknya. Oleh karena itu, di masa mendatang, seorang pejabat publik, apa pun jabatannya, harus mengundurkan secara resmi dari keterikatannya dengan partai politik.

HARIYANTO IMADHA
Bojonegoro, Jawa Timur

Iklan Membodohi Pemilih

PERANG iklan dan spanduk sudah dimulai menjelang pemilihan umum ini. Setiap partai beriklan dan saling memojokkan partai dan calon lain. Saling klaim keberhasilan. Saya kira iklan begini membodohi masyarakat. Hanya citra yang dikejar para politikus. Masyarakat tetap dibodohi dengan janji-janji palsu. Tapi, saya kira, masyarakat kian cerdas. Mereka tak akan memilih calon dan partai yang bersalah secara moral, etika, dan hukum.

DINI KINANTHI
Lenteng Agung, Jakarta Selatan

Soal Perbatasan

Kawasan perbatasan Indonesia dengan negara-negara tetangga, di mana di wilayah darat berbatasan dengan tiga negara dan wilayah laut berbatasan dengan 10 negara, kurang terurus. Ini laporan Interpol. Jumlah penjaga kurang sehingga perbatasan mudah diterobos penjarah asing. Di darat, penyusup ilegal dengan berbagai macam cara mudah masuk ke wilayah kita. Di laut, kelangkaan kapal patroli membuat sumber daya alam, termasuk perikanan dan kekayaan laut lainnya, dirayah oleh penjarah asing.

Sebenarnya permasalahan perbatasan telah ditangani oleh beberapa pihak terkait, seperti TNI, Polri, Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, serta Departemen Kelautan dan Perikanan. Namun, perhatian tersebut perlu dikoordinasikan, dan selanjutnya ditindaklanjuti secara konkret. Selain itu ada perbedaan yang krusial, yaitu masalah ekonomi dan sosial. Saya pernah berkunjung ke daerah Entikong, Kalimantan Barat. Saya menyaksikan sendiri perbedaan amat mencolok antara keadaan Indonesia dan Malaysia di perbatasan.

Di perbatasan Indonesia, kondisinya kotor, kumuh, banyak pedagang kaki lima dan asongan. Begitu memasuki wilayah Malaysia, keadaan berbeda 180 derajat. Di sana bersih, tertata baik, tidak kumuh, tidak ada pedagang kaki lima, apalagi asongan. Dan, yang membuat hati berdecak, di setiap sudut jalan yang mulus bendera Malaysia berkibar. Seakan, kawasan tersebut menunjukkan ”inilah Malaysia”.

Faktor ekonomi jelas membuat kawasan perbatasan amat rawan. Tak aneh bila kawasan tersebut lebih memilih menggunakan mata uang ringgit daripada rupiah dalam bertransaksi. Penduduk lebih tahu nama pejabat Malaysia dibanding nama pejabat Indonesia. Malah, lagu kebangsaan Malaysia pun lancar mereka nyanyikan.

Ini masalah kecil, tapi susah sekali ditangani.

ARYO RAHARDJO
Bogor, Jawa Barat

Tiga Pulau Bisa Lepas

Pulau Miangas, Marore, dan Marampit di Provinsi Sulawesi Utara dan berbatasan dengan Mindanao, Filipina, kini telah masuk peta pariwisata Filipina. Jangan sampai tiga pulau ini bernasib sama dengan Sipadan dan Ligitan. Kemungkinan itu bisa terjadi karena sistem pengamanan kawasan perbatasan tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Dukungan infrastruktur dan fasilitas komunikasi juga amat minim bahkan bisa dibilang tidak ada.

Ketiga pulau tersebut terletak di Kabupaten Sangihe dan Talaud. Jarak ketiga pulau itu lebih dekat dengan Filipina (selatan) ketimbang ibu kota kabupaten. Dampaknya, secara sosial dan budaya, masyarakat setempat merasa lebih memiliki kedekatan sosial dengan Filipina ketimbang Indonesia. Kebutuhan sehari-hari dan sarana telekomunikasi terpenuhi dari negeri Filipina. Dulu penduduk di pulau-pulau itu memasang foto Presiden Marcos di rumah dan terbiasa berbahasa Tagalog. Bila ada bentrokan atau selisih paham dengan aparat yang terselesaikan, mereka lalu menaikkan bendera Filipina.

Saat ini pemerintah Filipina masih menganggap kawasan perairan laut sekitar Pulau Miangas yang masuk Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara, milik mereka, karena garis batas perairannya tidak jelas. Akibatnya banyak warga negara Filipina yang beraktivitas di sekitar Pulau Miangas. Dan, sulit dicegah. Sedangkan daratan Pulau Miangas di Kabupaten Talaud adalah milik Indonesia. Jadi daratan Pulau Miangas jelas-jelas milik Indonesia, tapi lautan di sekitar pulau itu diklaim Filipina. Jadinya rancu.

Acuan Filipina dalam menganggap wilayah itu masuk ke teritorinya adalah Traktat Paris dan konstitusi Filipina. Dualisme ini harus segera diselesaikan kedua negara. Sebab imbasnya ke Kabupaten Kepulauan Talaud yang merupakan beranda terdepan Indonesia di sebelah utara. Kita berharap TNI segera mengirimkan pasukannya ke Pulau Miangas untuk menunjukkan keseriusan kita. Tugas TNI adalah menjaga pulau-pulau terluar.

FAREL KUTO
Depok, Jawa Barat

Ponari dan Televisi

KEPERCAYAAN masyarakat terhadap keampuhan batu petir Ponari dari Jombang, Jawa Timur, tak lepas dari peran televisi yang tiap hari menyajikan soal-soal klenik dan mistik. Akibatnya masyarakat percaya jika klenik mengandung kebenaran. Belum lagi soal Ponari reda, kini ada lagi dukun cilik bernama Dewi—di Jombang juga. Saya kira para tokoh masyarakat perlu mengambil peran untuk menginsafkan masyarakat dari akarnya: menyadarkan media untuk menghentikan tayangan musyrik.

N. IKRAR BAKTI
Depok, Jawa Barat

Teror Kartu Kredit

BANK harus mengevaluasi pemberian kartu kredit yang tak tepat sasaran. Selain menimbulkan kredit macet juga memunculkan teror bagi orang lain. Misalnya, karena nasabah memberi alamat kontrakan rumah, pemilik kontrakanlah yang diuber debt collector. Padahal orangnya sendiri sudah pindah. Saran saya: hapuskan kredit ritel semacam kartu kredit.

ANY HUDYANTI, SH
Solo, Jawa Tengah

Hillary yang Kesatria

PARA politikus Indonesia, belajarlah pada Hillary Clinton, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang baru saja berkunjung sebentar ke Indonesia. Hillary kalah dalam konvensi tapi tak mutung dengan menentang pesaingnya, Barrack Obama. Dia membuktikan janjinya bergabung dalam pemerintahan, dan berjuang memenangkan Obama. Alangkah elegannya bila para pemimpin dan mantan para pemimpin serta elite politik kita juga bersikap demikian: bersikap sebagai kesatria demi rakyat, bangsa, dan negara.

Cuma, angan-angan tersebut masih sebatas cita-cita yang agaknya susah untuk diraih bila melihat fakta yang ada sekarang. Memang, barangkali masih butuh waktu, karena membangun tradisi politik yang baik dan dewasa membutuhkan proses yang cukup lama.

MASRUR SYUDI
Kemayoran, Jakarta Pusat

Tertipu AOWA

SAYA dan istri mengunjungi Mal Lippo Cikarang pada Sabtu 14 Februari 2009. Ketika melewati stan pameran AOWA, istri saya ditawari suvenir gratis oleh sales promotion girl yang mengaku bernama Silvi Riska. Mulanya istri saya menolak, tapi dengan alasan promosi, sales itu terus merayu dengan suvenir dan meminta istri saya mengisi form catatan pengunjung counter AOWA.

Setelah itu si sales menawarkan undian untuk mendapatkan produk AOWA. Ia meminta istri saya memilih selembar kupon dan mengatakan kalau beruntung istri saya bisa saja mendapatkan secara gratis salah satu produk AOWA yang sedang dipamerkan, seperti kompor induksi listrik, oven, dan vacuum cleaner sebagai hadiah Tahun Baru Cina.

Istri saya mendapat kupon induksi listrik. Kata para sales harganya Rp 8 juta. Istri saya dihubungkan dengan telepon ke kantor pusat mereka. Setelah berpura-pura melakukan verifikasi, ramai-ramai para sales ini menyelamati istri saya. Hadiah itu gratis. Saya bilang jika ada pembayaran barang lain, kami akan kembalikan hadiah itu. Saya kemudian ada urusan dan meninggalkan istri sendirian. Betapa kaget saya ketika kembali 30 menit kemudian, kartu kredit istri saya sudah didebet Rp 6 juta. Uang itu untuk membayar vacuum cleaner dan oven. Kompor itu hanya pancingan. Mereka menolak membatalkan transaksi. Di sini, keramahan para sales sudah hilang berganti muka sinis. Dengan dongkol kami membawa tiga barang yang tak kami perlukan itu.

Sesampai di rumah, saya mencari di Internet soal AOWA. Ternyata, saya bukan korban pertama. Sejak 2004 banyak yang menulis dan mengeluh soal AOWA ini. Motifnya sama dengan yang dialami istri saya: diberi pancingan hadiah, lalu dipaksa membeli barang lain dengan cara mengerubung konsumen sehingga tak bisa berpikir. Anehnya, meski praktek penipuan begini sudah lama, tak ada tindakan apa pun dari aparat.

ARIS HERU UTOMO
Bekasi Timur, Jawa Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus