Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Klarifikasi Akbar Tandjung
Artikel Tempo edisi 4-10 Juni, halaman 32, bertajuk Tebar Fulus ke Segenap Penjuru, diberitakan bahwa saya telah menerima dana Rp 100 juta dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang diberikan pada 27 Agustus 2004. Tentu saja saya kaget dengan pemberitaan tersebut. Memang, beberapa hari sebelum Tempo terbit, saya sempat dihubungi oleh wartawan Tempo yang menanyakan apakah saya menerima dana DKP tersebut. Intinya, saya mengatakan bahwa baik saya sebagai pribadi maupun Partai Golkar, ketika saya masih menjabat Ketua Umum, tidak pernah menerima dana dari DKP.
Setelah membaca pemberitaan Tempo, saya langsung berupaya mencari informasi lebih lanjut dengan menghubungi pengacara Rokhmin Dahuri, Saudara Herman Kadir—yang kebetulan merupakan junior saya di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Menurut dia, selama ini nama saya tidak pernah disebut-sebut dalam proses pengadilan, baik pengadilan terhadap Rokhmin Dahuri (mantan Menteri Kelautan dan Perikanan) maupun Didi Sadili (mantan Kepala Biro Umum dan Tata Usaha, Direktur Jenderal Kelautan Pulau-pulau Kecil dan Pesisir).
Menindaklanjuti berita tersebut, Herman Kadir berjanji akan memeriksa kembali berkas berita acara pemeriksaan (BAP) Didi Sadili yang berisi daftar dari mereka yang pernah menerima dana DKP. Setelah memeriksa kembali dengan seksama, ternyata di dalam salah satu daftar penerima dana DKP tersebut tercantum nama Tim Akbar Tanjung yang diterima oleh Barlan sejumlah Rp 100 juta, tertanggal 27 Agustus 2004. Kalau dokumen ini yang dijadikan sumber berita Tempo, sudah semestinya kalimat pemberitaan Tempo perlu dikoreksi. Sebab, seolah-olah saya telah menerima langsung dana DKP, padahal di dalam dokumen itu jelas-jelas disebutkan Tim Akbar Tanjung.
Perlu saya jelaskan bahwa saya tak pernah membentuk tim yang terkait dengan kepentingan politik saya, kecuali pada saat saya mengikuti konvensi Partai Golkar yang berlangsung pada Juli 2003—April 2004. Dengan demikian, kemungkinan besar ada oknum yang menggunakan nama Tim Akbar Tanjung. Dalam hal ini, saya mempertanyakan, mengapa pihak DKP tidak melakukan konfirmasi atau check and recheck terlebih dulu pada saya sehingga dengan mudahnya memberikan dana begitu saja kepada seseorang yang mengatasnamakan Tim Akbar Tanjung.
AKBAR TANDJUNG Jalan Purnawarman 18, Jakarta
Nicholas Saputra Arsitek?
Pada rubrik Pokok & Tokoh, Tempo edisi 4-10 Juni 2007, di bawah judul Nicholas Saputra Gatal Transportasi, terdapat pernyataan yang tidak tepat. Pertama, klaim Nicholas sendiri: ”Mungkin akibat bawaan arsitek saya kali, ya.” Kedua, penegasan wartawan Tempo bahwa Nicholas Saputra: ”... kini memang sudah sah menyandang gelar arsitek.”
Setahu saya, sudah lebih dari satu dekade, lulusan jurusan teknik arsitektur suatu universitas, termasuk UI, tidak (belum) berhak menyandang gelar arsitek, tetapi hanya (baru) sarjana teknik arsitektur. Untuk mendapatkan gelar arsitek, seorang sarjana teknik arsitektur perlu mendapat pengesahan (sertifikasi) yang diberikan oleh Ikatan Arsitek Indonesia dan mempunyai karya arsitektural, bukan bermain film.
F.X. SUNARNA [email protected]
Tanggapan Soal Taman Menteng
Tulisan Taman Menteng dalam Tempo edisi 28 Mei-3 Juni 2007 kurang realistis. Warga Menteng yang tinggal di sekitar bekas lapangan Persija tidak memprotes lapangan ini diubah menjadi taman penuh pohon dan bunga. Yang tidak mereka setujui adalah bahwa 40 persen lebih ditutup batu dan beton sehingga pusat Menteng itu menjadi panas sekali. Taman ini tidak menambah areal hijau di Jakarta, melainkan menurunkannya. Daerah Cokroaminoto bukan daerah bisnis (seperti Glodok atau Pasar Senen), melainkan pasar lingkungan saja, yang sekarang diberi izin untuk diisi gedung-gedung bertingkat empat! Kebijakan ini akan merusak karakter Menteng. Pusat daerah hunian Menteng menjadi rusak akibat ”glodokisasi” dan kampungisasi yang berlangsung cepat.
Dinas Pengawasan dan Penataan Bangunan (P2B) DKI Jakarta terus memberikan berbagai izin yang berlawanan dengan peraturan DKI itu sendiri. Jakarta mungkin satu-satunya kota di bumi ini tempat orang lazim membayar denda sebelum melanggar hukum dan peraturan. Biasanya, pelanggaran dulu, lalu denda. Bagaimana sebuah gedung parkir bertingkat empat diperbolehkan berdiri di daerah hunian? Proses Amdal berlangsung tidak wajar karena usul warga dari empat RT di Menteng tak dipedulikan oleh DKI. Bapak Eryudhawan benar, bahwa terlalu banyak lahan ditutup batu. Lapangan belum selesai dibangun, televisi raksasa sudah mengganggu tetangga Taman Menteng dari pukul 23.00 hingga 04.00 pagi!
Mobil dan sepeda motor parkir di jalan sempit, antara lain di Jalan Kediri, sehingga macet. Orang menghindari parkir di gedung parkir yang mahal. Air dari jalan sekitar Taman Menteng tidak bisa meresap karena permukaan taman lebih tinggi sehingga beberapa resapan air yang dibuat di dalam taman tidak mengurangi air di sekitarnya. Kalau taman ini tidak diberi pagar dengan satu gerbang keluar-masuk, taman akan mengalami nasib sama seperti Danau Lembang. Danau ini terpaksa ditutup pada malam hari oleh penduduk sekitarnya demi keamanan dan ketenangan mereka.
Kadang kebijakan Pemda DKI benar-benar tidak masuk akal. Misalnya, waktu hijau lampu merah Jalan M. Yamin diperpendek supaya arus di Jalan Cokroaminoto tampak lancar. Jadi, daerah rumah tinggal di Jalan M. Yamin dibiarkan dicemari asap dari deretan mobil yang panjang, dan daerah komersil Cokroaminoto diuntungkan. Kepentingan penghuni biasanya dinomorduakan dibandingkan kepentingan bisnis. Apakah semuanya harus dikorbankan ”demi dewa keduitan yang mahakuat?” Kasihan gubernur baru yang hampir tak mungkin memperbaiki berbagai kesalahan yang dilakukan dengan cepat sekarang ini.
A. HEUKEN SJ, RUDY GUNAWAN, N. PUJI S. SIREGAR, Jalan M. Yamin 37, Jakarta 10310
Masalah Nokia N73 Selesai
Sehubungan dengan isi surat pembaca pada Tempo edisi 2 April 2007, bertajuk ”Kecewa Nokia N73”, melalui kesempatan ini kami terlebih dulu mengucapkan terima kasih atas masukan Bapak Michael Winata selaku penulis surat. Selanjutnya, kami informasikan bahwa telepon genggam N73 milik Bapak Michael tersebut telah selesai diperbaiki, dan telah diterima dengan baik oleh yang bersangkutan pada 4 April 2007. Dengan demikian, permasalahan telah dapat diselesaikan. Terima kasih telah menjadi pelanggan setia Nokia.
MICO KALIKI Senior Manager Public Relations PT Trikomsel Multimedia, Jakarta
Koreksi Tintin di Indonesia
Mewakili Komunitas Tintin Indonesia, saya sangat berterima kasih atas liputan Ulang Tahun Herge ke-100 yang komprehensif pada Tempo edisi 28 Mei-3 Juni 2007. Namun, pada halaman 69 terdapat kekeliruan. Dikatakan bahwa semua edisi Tintin sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kecuali Tintin di Rusia. PT Indira, selaku penerbit komik Tintin di Indonesia, telah menerbitkan Kisah Petualangan Tintin di Soviet pada 1995. Hanya judul terakhir, Tintin et L’Alph-Art, yang belum diterjemahkan hingga kini.
Selain itu, hampir semua komik Tintin aslinya digambar oleh Herge secara hitam-putih (tanpa warna). Dalam perjalanannya, Herge menggambar ulang, merevisi, menambah, dan mengurangi jumlah panel dan halaman, serta memberinya warna hingga menjadi edisi Tintin berwarna yang kini dikenal pembaca. Hanya Tintin di Soviet (dan Alph-Art yang memang tidak sempat rampung) yang oleh Herge sengaja tidak digambar ulang dan tidak diberi warna.
Tambahan informasi, menurut catatan Casterman, penerbit serial Tintin di Indonesia sebelum PT Indira adalah Penerbit Tiga Lima pada 1950-1960-an. Pernah terbit pula komik Tintin ilegal berjudul Tintin et Pustaha yang mengambil lokasi di Toba, dan menggunakan dua bahasa. Salah satunya aksara (huruf) Batak Toba. Ketika terbit pada 2004 harganya 40 euro. Kini sudah mendekati 100 euro di pasar dunia maya. Semoga informasi ini dapat mengoreksi dan menambah berita Peringatan 100 Tahun Herge.
SURJORIMBA SUROTO Komunitas Tintin Indonesia
PT Excelcomindo Pratama Menjawab
Menanggapi keluhan Bapak Rolan dalam rubrik Surat, Tempo edisi 14-20 Mei, bertajuk XL Tidak Profesional, kami telah menghubungi yang bersangkutan untuk menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang beliau rasakan. Selain itu, kami juga menjelaskan permasalahan yang terjadi.
Dapat kami informasikan bahwa program ”Tarif Ngirit Rp 10/detik” dapat diikuti oleh pelanggan kartu bebas dengan isi ulang Xtra dan Reguler. Periode program adalah 1 April 2007 - 30 Juni 2007. Untuk dapat menikmati program ”Tarif Ngirit Rp 10/detik”, pelanggan bebas harus mendaftarkan nomor-nomor XL terlebih dahulu, nomor yang dapat didaftarkan adalah sebanyak 30 nomor. Pendaftaran dapat dilakukan melalui SMS ke 123, atau pada menu ”Layanan Data” (STK) dengan biaya pendaftaran Rp.100/SMS. Dalam satu kali SMS, pelanggan dapat mendaftarkan sebanyak 9 nomor. Tarif akan berlaku dua jam setelah pelanggan mendapatkan konfirmasi bahwa pendaftaran yang dilakukan berhasil, dan sisa pulsa minimal untuk melakukan panggilan keluar pada program ini adalah Rp 600.
Sesuai dengan hasil pengecekan data sistem kami, nomor-nomor XL yang didaftarkan oleh Bapak Rolan A.S. dalam program ”Tarif Ngirit Rp 10/detik” telah seluruhnya berhasil terdaftar dengan baik. Bapak Rolan juga telah dapat menikmati program tersebut. Kami berterima kasih atas saran dan masukan yang Bapak Rolan berikan. Hal ini menjadi perhatian kami untuk dapat memberikan layanan yang semakin baik pada waktu mendatang.
FERRY FIBRIANDANI General Manager Service Delivery & Contact Management PT Excelcomindo Pratama
Tembakan Senapan Angin di Jalan Tol
Pada Jumat (18/5) siang, ketika sedang melaju di jalan tol Jagorawi, mobil saya terkena peluru nyasar berupa gotri/timah senapan angin, di sekitar wilayah Cibinong-Sentul. Akibatnya, kaca depan mobil retak dan berbekas lekukan kecil (cetakan peluru). Saya menduga, senapan angin ditembakkan dari permukiman penduduk di seberang jalan tol.
Berkait dengan kejadian itu, saya mohon patroli jalan raya tol Jagorawi lebih intensif mengawasi daerah rawan tersebut. Sebab, tindakan iseng seperti itu sangat membahayakan pengemudi, yang rata-rata mobilnya berkecepatan di atas 100 kilometer/jam. Bunyi keras ”tak” bisa membuat pengemudi kaget dan berakibat celaka. Untunglah, peluru timah yang mengenai mobil saya tidak sampai menembus kaca dan mengenai tubuh saya.
Kepada oknum yang iseng dan tidak bertanggungjawab dalam menggunakan senapan angin, cobalah berefleksi diri. Untuk apa melakukan perbuatan seperti ”orang sakit” dengan menembakkan senapan angin ke arah mobil-mobil yang rata-rata berkecepatan tinggi. Mobil di jalan tol bukanlah burung sasaran, dan mereka sama sekali tidak bermasalah dengan Anda. Pengguna jalan tol Jagorawi, perlu hati-hati.
H.J. JUWONO Cakung, Jakarta Timur
Topik Halaman Sampul Kurang Pas
Setelah diteliti, topik dan judul halaman sampul Tempo edisi 21-27 Mei 2007, Villa Liar Petinggi Jakarta, sepertinya agak kurang pas. Sebab, saat ini banyak isu hangat yang sedang ramai dibicarakan, atau kejadian yang bisa diangkat menjadi berita utama. Misalnya pernyataan Amien Rais yang mengaku menerima dana dari Departemen Kelautan dan Perikanan. Berita tersebut bisa dikembangkan lebih luas lagi mengingat Presiden dan Wakil Presiden ditengarai ikut menerima dana serupa. Selain itu, kejadian yang bisa diangkat menjadi berita utama, antara lain, sengketa tanah di Meruya, Jakarta.
Berita tentang vila liar di Puncak, Bogor, dulu pernah dimuat Tempo, sekitar 2001 dengan judul Vila Liar Para Jenderal. Jadi, pemuatan berita utama dengan tema vila liar di Puncak sepertinya cukup dimuat pada rubrik investigasi saja. Atau, kalau mau dimuat di halaman depan, waktunya akan lebih pas beberapa bulan lalu, yaitu saat Jakarta sedang kebanjiran.
RISKI ISMANTO [email protected]
Nasib Pasar Kebayoran Lama
Bila kita memasuki kawasan pasar Kebayoran Lama, kesan pertama adalah daerah itu sangat kumuh. Kesan kedua adalah seperti sebuah daerah tak bertuan, tak berhukum dan tak beraturan. Pedagang kaki lima, lapak, angkot, bis kota dan metromini bercampur aduk tidak karuan di mana-mana bahkan di jalanan yang menjadi urat nadi wilayah Cipulir-Kebayoran Baru.
Di manakah gerangan para aparat negara? Polisi, Satpol Pamongpraja, Lurah, Camat, Walikota, Gubernur?
Pantas jika akhirnya pemegang hukum dan kekuasaan adalah para preman.
SUKENDAR Pesanggrahan, Jakarta Selatan
Program Strata-2 Perlu Ditertibkan
Sewaktu di Jakarta, saya tertarik dengan iklan tentang program MBA yang ditawarlam sebuah lembaga pendidikan di Ibu Kota. Saya pun mengambil brosur dan meminta informasi. Sesudah saya pelajari, ternyata lembaga tersebut bukan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, tetapi sebuah lembaga pendidikan semacam kursus.
Dalam perkembangannya sekarang hampir semua PTN/PTS memiliki program strata-2 (S-2). Namun, menurut pengamatan saya, sekitar 99 persen program tersebut menyalahi logika pendidikan. Misalnya, dari S-1 teknik bisa ke S-2 manajemen, dari S-1 ekonomi bisa ke S-2 hukum, dari S-1 sastra bisa ke S-2 pendidikan. Jelas, tujuan program tersebut hanya mencari uang. Artinya, unsur komersialisasinya jauh lebih besar dibanding unsur kualitas pendidikannya.
Sebagai seorang usahawan, saya pernah merekrut empat karyawan berpendidikan S-2. Hasilnya, pemegang gelar S-2 komputer yang berasal dari S-1 komputer berkinerja lebih baik dibanding S-2 komputer yang berasal dari S-1 ekonomi. Begitu pula yang berijazah S-2 manajemen dari S-1 manajemen hasil kerjanya lebih sempurna dibanding S-2 manajemen dari S-1 teknik. Karena itu saya mengimbau pemerintah menertibkan penyelenggaraan program pascasarjana semacam ini. Tanpa ketegasan seperti itu, citra pendidikan di Indonesia akan semakin terpuruk.
HARIYANTO IMADHA Bojonegoro, Jawa Timur
RALAT:
Pada rubrik Hukum, Tempo edisi 4-10 Juni, bertajuk Terkena Getah Manado Square, halaman 48, tertulis, ”...Dia kemudian mengucurkan uang investasi Rp 2,3 triliun...” Yang benar, ”...Dia kemudian mengucurkan uang investasi Rp 2,3 miliar...”. Mohon maaf atas kekeliruan ini
—Redaksi.
Hak Jawab
Pada 5 Juni 2007, Redaksi Tempo menerima surat dari kantor advokat dan pengacara Ozhak Emanuel Sihotang & Partners, yang meminta hak jawab dan somasi atas isi Tempo edisi 16-22 April 2007, edisi 23-29 April 2007, dan edisi 7-13 Mei 2007, ihwal berita menyangkut kliennya, Raymond J.J. Latuihamallo (Ongen). Lalu, pada 8 Juni 2007, Redaksi menerima surat dari Dewan Pers yang mengingatkan Tempo untuk memuat hak jawab itu.
Raymond berkeberatan atas pemberitaan Tempo yang mengaitkan dirinya dengan kematian aktivis hak asasi manusia Munir. Ia menilai berita Tempo tidak berimbang karena tidak mengonfirmasikan segala tuduhan kepadanya.
Tempo sudah berusaha mendapatkan konfirmasi, tapi saat itu Raymond tak jelas keberadaannya di mana. Tempo berkali-kali mengontak nomor telepon genggam Raymond, namun yang terdengar hanya voice mail.
Tempo juga mengontak sejumlah kerabat Raymond. Tempo, misalnya, mewawancarai paman Raymond, F.M.B. Pattinasarani (Opa Bomy) di Belanda. Tempo juga menghubungi ipar Raymond, Donny Pattinasarani, meminta difasilitasi untuk berbicara dengan Raymond atau keluarganya. Menurut Donny, seperti dimuat dalam tulisan Tempo, keluarga akan menunjuk pengacara dan dialah nanti yang akan berbicara atas nama keluarga. Tempo juga menghubungi keluarga dan kerabat Raymond di Ambon, Maluku. Sampai saat-saat terakhir penerbitan tiga edisi itu, bahkan sampai saat ini, kami terus berusaha mewawancarai Raymond. Segala upaya itu kami lakukan demi memberikan kesempatan kepada Raymond untuk menyampaikan fakta menurut versi dirinya. Kesempatan yang belum juga datang. Demi melayani hak informasi publik dalam pengungkapan kematian aktivis hak asasi manusia Munir, Tempo akhirnya menurunkan berita di tiga edisi yang disebutkan tadi.
Kami sangat menghargai Dewan Pers dan upaya yang ditempuh oleh Raymond. Pers nasional, sesuai dengan aturan undang-undang, memang wajib melayani hak jawab. Untuk itulah kami memuat hak jawab seperti tertulis di bawah ini:
Untuk dan atas nama klien kami, Raymond J.J. Latuihamallo (Ongen), bersama ini kami sampaikan somasi sekaligus untuk dimuat sebagai hak jawab atas pemberitaan yang tidak benar pada majalah Tempo edisi 16-22 April 2007, 23-29 April 2007, dan 7-13 Mei 2007.
1.Isi pemberitaan mengenai Ongen dalam tiga kali penerbitan itu sangat tidak benar, tendensius, mencemarkan nama baik, memfitnah, membentuk opini yang menyesatkan dan bersifat menghakimi klien kami. Juga dilakukan tanpa adanya pemberitaan yang berimbang, mengabaikan asas praduga tak bersalah, bahkan dengan tidak mengkonfirmasikan isi pemberitaan tersebut pada klien kami sebagai orang yang diberitakan. Seluruh berita tentang diri klien kami itu hanya opini yang menyesatkan masyarakat.
2.Pada edisi 16-22 April 2007, dengan kepala berita ”Kasus Munir: Pria Misterius di Changi”. Di situ disebutkan bahwa ”Ongen adalah seorang yang dekat dengan jaringan pengedar ekstasi di Belanda, punya hubungan baik dengan tentara, preman politik, dan debt collector alias penagih hutang”. Artinya, menurut Tempo, klien kami bukanlah ”pria misterius” sehingga tak sesuai lagi dengan kepala beritanya. Tempo tidak mengindahkan Kode Etik Jurnalistik Pasal 3 ayat (4) yang mengatakan: Kepala-kepala berita harus mencerminkan isi berita.
Isi pemberitaan yang tidak benar mengenai Ongen antara lain:
2.1 Hal. 26 Paragraf 3, dengan judul ”Perjamuan Terakhir di Coffee Bean”, seorang musisi asal Ambon dicurigai terlibat. Tempo menyebutkan: ”Pria gondrong itu tidak jelas identitasnya.”
Bantahan: Meskipun menulis ”Identitas pria gondrong itu tidak jelas”, dengan vulgar dan sinis Tempo membeberkan siapa Ongen menurut opininya yang menyesatkan.
2.2. Hal. 29 Kolom 1, Tempo menyebutkan: ”Menurut polisi, lelaki inilah tokoh penting di balik kematian Munir.”
Bantahan: Tempo telah melibatkan/mengait-ngaitkan polisi untuk melegalkan tuduhannya kepada klien kami. Sangat jelas dan terang bahwa Tempo telah memposisikan klien kami, tanpa dasar dan alasan hak yang jelas, sebagai orang yang berkaitan dengan pembunuhan Munir.
2.3. Hal. 29 Kolom 1 Paragraf 2 Tempo menyebutkan : ”Sinyal lebih terang disampaikan sumber Tempo lainnya. Katanya, orang kedua itu adalah penyanyi Ambon bernama Ongen Latuihamallo. Ia punya banyak nama alias: Johan, Anton, dan Raymond.”
Bantahan: Dengan menyebutkan Ongen sebagai ”orang kedua”, Tempo secara tendensius telah menuduh klien kami terlibat di dalam konspirasi pembunuhan Munir. Sangat jelaslah bahwa penyebutan klien kami sebagai ”orang kedua” bertujuan ”membidik” klien kami sebagai pelaku pembunuhan Munir.
2.4 Hal. 29 Kolom 1 Paragraf 3, Tempo menyebutkan: ”Beberapa seniman memberikan informasi yang lebih seram: selain pemusik, Ongen juga dekat dengan jaringan pengedar ekstasi di Belanda dan punya hubungan baik dengan tentara.”
”Belakangan diperoleh informasi bahwa polisi memang sudah membidik si penyanyi”
Bantahan: Ini jelas tuduhan yang tidak mendasar, fitnah, yang merupakan pelanggaran berat terhadap profesi jurnalistik dan telah melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 3 ayat 6.
Kalimat ”polisi memang sudah membidik si penyanyi” merupakan pemberitaan yang tak sesuai dengan kebenaran dan keadilan. Ini masuk dalam perbuatan fitnah semata terhadap klien kami. Kalimat ini telah mendahului penyidik dari Mabes Polri, yang memeriksa klien kami sebagai saksi.
2.5 Hal. 29 Kolom 1 Paragraf 5 Tempo menyebutkan: ”Ongen terlibat? Meski polisi menyakininya, masih tak jelas bagaimana pembunuhan itu dilakukan.”
Bantahan: Majalah Tempo menyimpulkan klien kami terlibat pembunuhan Munir. Kata-kata ”polisi meyakininya” menunjukkan bahwa Tempo telah melakukan kebohongan publik dan sekaligus merugikan nama baik klien kami.
2.6 Hal. 31 Kolom 2 Paragraf 1 Tempo menyebutkan : ”Ongen Latuihamallo pun raib bagai hantu.”
Bantahan: Majalah Tempo menimbulkan konotasi yang buruk di masyarakat, seolah-olah klien kami melarikan diri atau menghilang dari peredaran. Klien kami tidak pernah melarikan diri, apalagi raib bagai hantu.
2.7 Hal. 31 Kolom 3 Paragraf 1 Tempo menyebutkan: ”Pertanyaan lain: Apa motif Ongen menghabisi Munir? Tak mudah merabanya.”
Bantahan: Tempo secara terang-terangan menuduh klien kami sebagai pembunuh Munir dan tidak lagi mempergunakan ”asas praduga tak bersalah”. Pernyataan itu telah masuk dalam klasifikasi fitnah dan pencemaran nama baik. Klien kami segera akan melakukan penuntutan atas permasalahan ini secara prosedur hukum, baik pidana maupun perdata.
2.8 Hal. 32 dengan judul: ”Si Gondrong di Bandara Changi”, pada kolom 1 paragraf 1 disebutkan: ”Dialah Ongen Latuihamallo, orang terakhir yang berbincang dengan Munir di Bandara Changi, Singapura, pada malam nahas 7 September 2004.”
Bantahan: Tempo telah menyesatkan sehingga terbentuk opini di masyarakat bahwa klien kami terlibat dalam peristiwa tersebut dan tidak ada orang lain lagi.
Padahal, hal. 29 kolom 3 paragraf 5 edisi yang sama ditulis: ”Dalam antrean kembali naik pesawat, Munir bertemu Tarmizi Hakim, dokter ahli bedah jantung dari Rumah Sakit Harapan Kita.” Jadi, bukan klien kami orang terakhir yang berbicara dengan Munir.
2.9 Hal. 32, kolom 1, paragraf 2, Tempo menyebutkan ”Kesaksian salah satu penumpang Garuda ketika itu memang menyebut seseorang berambut gondrong yang dikenalkan kepadanya sebagai ”preman politik.”
Bantahan: Dengan menyebut sebagai preman politik, telah menyudutkan klien kami yang sampai saat ini tidak pernah terjun ke dalam dunia politik, apalagi sebagai premannya.
2.10 Hal. 32, kolom 2, paragraf 3, Tempo menyebutkan: ”Belakangan nama Ongen tersangkut di dunia hitam.”
”Sumber Tempo di Belanda menyebutkan bahwa Ongen dikenal dekat dengan jaringan pengedar obat terlarang, terutama ekstasi.”
”Di Jakarta, di kalangan musisi pun, nama Ongen kini dikait-kaitkan dengan profesi miring debt collector alias penagih utang.”
Bantahan: Tempo telah membangun citra diri klien kami yang sangat buruk di masyarakat. Tujuannya untuk mengaitkan dengan peristiwa pembunuhan Munir. Tempo telah membuat berita sensasional yang tidak bersikap obyektif, semata-mata mau merusak nama baik klien kami.
Berita yang menyebutkan ”Sumber Tempo di Belanda menyebutkan bahwa Ongen dikenal dekat dengan jaringan pengedar obat terlarang, terutama ekstasi” adalah kebohongan publik.
Pada wawancara Tempo dengan seseorang di Belanda, dengan subjudul ”Mencari Jarum di Wiyk”, Tempo memuat: ”Apa dia pernah terlibat kegiatan ilegal? Ada yang bilang dia dekat dengan jaringan pangedar ekstasi? Sumber berita tersebut meyatakan: ”Dia tidak main di wilayah itu. Saya tahu semua pengedar di sini. Dia bukan salah satu di antaranya.”
Jadi, Tempo telah memberitakan yang tidak sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh narasumbernya sendiri. Majalah Tempo telah melakukan pelanggaran-pelanggaran antara lain:
- Kode Etik Jurnalistik Pasal 3 ayat (5).
- Kode Etik Jurnalistik Pasal 3 ayat (8b).
- Undang-Undang RI No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 6 Butir c.
- Kode Etik Jurnalistik Pasal 3 ayat (2).
3.2 Hal. 34 dengan judul laporan utama Fakta Baru Kasus Munir: ”Lelaki dengan Dua Wajah”, ditulis ”ia aktif di gereja dan dekat dengan tentara. Hingga kini keberadaannya tidak terlacak.”
Bantahan: Majalah Tempo membentuk opini yang menyesatkan bahwa klien kami bisa melakukan apa saja dengan dua kepribadiannya.
4. Tempo edisi 7-13 Mei 2007 hal 40 kolom 1 paragraf 5 menulis tentang klien kami sebagai berikut :
”Ongen dianggap mengetahui eksekusi Munir pada dini hari 7 September 2004.”
Bantahan: Majalah Tempo tidak berhak menuduh klien kami sebagai orang yang mengetahui atau sebagai pelaku pembunuhan Munir. Tempo telah melakukan perbuatan yang dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 3 ayat (8B) dikenal sebagai ”trial by press”.
5. Sudah jelas seluruh pemberitaan Tempo yang menyangkut klien kami pada tiga edisi itu adalah tidak benar, bersifat fitnah, tidak berdasarkan fakta-fakta yang sebenarnya melainkan hanya opininya sendiri, mencemarkan nama baik klien kami, membentuk opini yang menyesatkan di masyarakat dengan menuduh klien kami sebagai pembunuh Munir, melanggar asas praduga tak bersalah, melakukan pembunuhan karakter, dan melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan Kode Etik Jurnalistik, sehingga sangat merugikan klien kami baik moril, nama baik, maupun reputasi klien kami.
6. Tindakan Tempo maupun wartawan yang meliput sangat bertentangan dengan kebebasan maupun Kode Etik Jurnalistik, yang tidak memperkenankan institusi pers menyebarkan fitnah. Pemberitaan yang nyata-nyata tidak benar dan merugikan klien kami tersebut merupakan perbuatan keji yang layak untuk mendapat sanksi hukum, baik perdata maupun pidana.
7. Walaupun klien kami memiliki hak jawab yang diatur Undang-Undang Pers, hak jawab tersebut tidak menghilangkan hak-hak hukum klien kami untuk melaporkan redaksi dan wartawan Tempo yang menulis dan menuntut ke aparat kepolisian.
Pemberitaan tidak benar yang dilakukan Tempo tersebut telah menimbulkan luka yang mendalam, baik bagi diri pribadi klien kami maupun keluarganya.
Pemberitaan tidak benar tersebut telah dilakukan tanpa memikirkan akibat yang dapat timbul dalam rumah tangga dan keluarga klien kami, khususnya anak-anak dan juga kehidupan sosial klien kami, melainkan hanya memikirkan keuntungan materiil semata dari (kemungkinan) naiknya oplah majalah Tempo sendiri.
Karena itu, untuk menjaga kepentingan dan mencegah tindakan serupa di kemudian hari yang dapat merusak diri klien kami dan keluarganya, serta untuk memberikan pendidikan hukum kepada masyarakat dan insan pers yang berniat untuk melakukan pemberitaan secara tidak bertanggung jawab, kami dan klien kami berpendapat tidaklah cukup untuk hanya menggunakan hak jawab. Kami juga akan mengajukan upaya hukum terhadap redaksi dan wartawan Tempo yang menulis isi berita tidak benar tersebut, baik secara pidana maupun perdata.
8. Dari segi hukum pidana, isi Tempo itu dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penghinaan dan fitnah. Sedangkan ditinjau dari segi hukum perdata, isi tulisan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan mencemarkan nama baik. Pihak yang dicemarkan nama baiknya berhak untuk menuntut ganti rugi baik atas kerugian materiil maupun immateriil.
9. Bersama ini kami mensomasi majalah Tempo agar dalam kesempatan pertama penerbitan edisi berikutnya untuk memuat somasi ini sekaligus merupakan hak jawab klien kami.
Demikian somasi dan hak jawab kami sampaikan, atas perhatian dan tanggapan yang positif dari Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, 4 Juni 2007 Hormat kami, Kuasa Hukum Raymond J.J. Latuihamallo Ozhak Emanuel Sihotang, SH Ir. Supriyati, MSc., SH Elisa Manurung, SH Tarsono Transisto, SH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo