Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEORANG staf tata usaha perpajakan sigap melayani, ketika Tempo datang ke lantai II Kantor Pelayanan Pajak Matraman, Jakarta Timur, Jumat pekan lalu. Pertanyaan seputar proses pengurusan nomor pokok wajib pajak (NPWP) pun dijawabnya tangkas. ”Jika dokumen lengkap, dua hari selesai,” ujar Tumiun, petugas itu. ”Biayanya pun gratis,” katanya lagi.
Proses pengurusan NPWP kini memang sudah jauh lebih ringkas. Di sebagian besar kantor pajak, tak lagi butuh dua pekan untuk mengurus pembuatan NPWP dan pendaftaran pengusaha kena pajak (PKP). ”Sekarang pendaftaran bisa online,” kata Kepala Kantor Pelayanan Pajak Cimahi, Bandung, Harry Prabowo. Itu sebabnya, dalam dua hari, pengurusan NPWP rampung.
Percepatan pengurusan dokumen pajak ini merupakan hasil tindak lanjut dari Paket Perbaikan Iklim Investasi yang dilansir pemerintah pada Februari tahun lalu. Reformasi lainnya adalah pemangkasan masa pembuatan surat izin usaha perdagangan (SIUP) dari 10 hari menjadi 5 hari. Ketiganya merupakan bagian dari 12 kelengkapan untuk mendirikan perseroan terbatas. Kemudahan perizinan ini kerap menjadi acuan iklim bisnis di suatu negara.
Berdasarkan hasil survei Bank Dunia, prestasi Indonesia dalam soal ini masih payah. Masa pembuatan izin usaha masih makan waktu 97 hari, dengan total biaya sekitar Rp 20 juta. Jangka waktu itu memang sudah lebih pendek dari sebelumnya yang 151 hari, tapi masih jauh dari keinginan pemerintah. ”Kami ingin target 23 hari segera tercapai,” ujar Jannes Hutagalung, ketua tim monitoring paket kebijakan ekonomi pemerintah.
Karena itulah, pemerintah segera mengeluarkan ”resep baru” berupa Instruksi Presiden tentang Paket Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Kecil-Menengah (UKM). Drafnya sudah dibahas dalam sidang kabinet pada Kamis dua pekan lalu. Selain mengenai perbaikan iklim investasi, paket ini juga mencakup percepatan infrastruktur, stabilitas sistem keuangan, dan pemberdayaan UKM. ”Itu tinggal diteken Presiden,” kata staf khusus Menteri Koordinator Perekonomian, M. Ikhsan (lihat Berlanjut ke Paket Baru).
Paket ini sesungguhnya bukan barang baru. Misalnya, soal perbaikan iklim investasi. Isinya tak jauh berbeda dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006, yang dilansir pada Februari tahun lalu. Di dalamnya diatur soal pemangkasan perizinan, layanan terpadu, percepatan arus barang di kepabeanan, insentif pajak, dan masalah tenaga kerja. Yang membedakan hanyalah soal target waktunya. Hanya, beleid ini lebih tegas mengatur soal target dan solusinya. ”Misalnya, sejumlah perizinan dijalankan paralel,” ujar Jannes Hutagalung.
Pengurusan izin juga akan didelegasikan ke daerah. Misalnya, prosedur pengesahan PT dan penerbitan SIUP kelak tak perlu diurus pusat. Cukup ditangani kepala kantor wilayah di daerah, agar berjalan lebih efektif. Dengan begitu, ”Waktunya lebih cepat dan biaya pun turun,” ujar Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Benny Sutrisno, pekan lalu.
Namun paket itu belum memangkas birokrasi yang dikenal sangat rawan korupsi di kepabeanan. Arus barang jadinya lelet, apalagi kalau tak disisipi ”salam tempel” alias angpaw. ”Ketika akan ekspor di pelabuhan, kami masih harus melewati banyak izin dan biaya tinggi,” kata Benny. Pendek kata, birokrasi di sektor ini belum tersentuh, tak ada layanan terpadu yang efisien. Belum lagi soal kontrak dan penyelesaian perburuhan.
Melihat minimnya inisiatif perbaikan dari sebagian birokrat, sulit berharap iklim bisnis Indonesia bisa segera menandingi negara lain. Survei Bank Dunia tentang kemudahan berbisnis tahun lalu menempatkan Indonesia di nomor urut 135 dari total 175 negara. Posisi ini melorot empat tingkat dibanding hasil survei pada 2005. Maka jangan heran jika negeri ini kurang dilirik investor. Jepang, salah satu penanam modal terbesar di Indonesia, sejak beberapa tahun lalu sudah mulai berpaling ke negeri lain.
Buktinya ada. Hasil survei Japan External Trade Organization (Jetro) mendudukkan Indonesia di urutan ke-9 dari 10 negara yang menjadi tujuan investasi Jepang pada 2007. Padahal 10 tahun lalu Indonesia boleh berbangga berada di urutan ketiga, mengungguli Thailand, Vietnam, dan India sebagai tujuan investasi para investor Negeri Sakura. ”Kita sudah melakukan perbaikan, tetapi negara lain lebih cepat,” kata Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal, M. Lutfie.
Kekalahan telak dialami Indonesia dalam kemudahan mendirikan perusahaan. Waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan izin usaha di Indonesia masih 97 hari—tidak jauh berbeda dengan Timor Leste yang 92 hari. Padahal di Malaysia hanya 30 hari, Thailand 33 hari, Cina 35 hari, Vietnam 50 hari, dan Kamboja 86 hari. Lebih fantastis lagi Singapura. Di Negeri Singa itu, waktu yang diperlukan cuma enam hari. ”Ini akan membuat biaya yang harus dikeluarkan menjadi sangat mahal,” ujar ekonom UI, Chatib Basri.
Kondisi ini diperberat dengan setumpuk pekerjaan rumah. Misalnya, aturan ketenagakerjaan yang hingga kini masih digodok pemerintah. Persoalan lainnya adalah keterbatasan pasokan dan mahalnya harga listrik bagi industri. Rata-rata tarif listrik untuk industri di Indonesia US$ 8 sen per kWh. Padahal di Cina cuma US$ 5,3 sen dan Vietnam US$ 6 sen per kWh.
Jika pelbagai kendala ini tak segera dibenahi, daya saing Indonesia dalam kancah persaingan global akan semakin terpuruk. Mengharapkan riuhnya investor asing bak menegakkan benang basah.
Heri Susanto, Muchamad Nafi
Berlanjut ke Paket Baru
Paket Perbaikan Iklim Investasi telah berjalan lebih dari setahun sejak diluncurkan pada Februari tahun lalu. Sebagian program sukses, sebagian lainnya tersendat.
Beres
- RUU Penanaman Modal disetujui DPR.
- RUU Ketentuan Umum Perpajakan disetujui DPR.
- Surat izin usaha perdagangan dipersingkat dari 10 hari menjadi 5 hari.
- Pengesahan badan hukum perseroan terbatas didelegasikan ke daerah.
- Pembatalan 85 peraturan daerah penghambat investasi.
- Izin tinggal terbatas bagi tenaga kerja asing ditambah dari 1 menjadi 2 tahun dan bisa diperpanjang dua kali berturut-turut.
Belum Beres (Masuk paket baru)
- Perubahan peraturan penggunaan jalur prioritas di kepabeanan.
- Peraturan Presiden tentang Surat Izin Usaha Pasar Modern.
- Perubahan Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan.
- Perubahan UU tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
- Peraturan Pemerintah tentang Daftar Negatif Investasi.
- Peraturan Pemerintah tentang Layanan Terpadu Satu Atap.
Prosedur Memulai Bisnis (2006)
Negara | Jumlah Izin | Jangka waktu (hari) | Biaya* | Peringkat |
---|---|---|---|---|
Singapura | 6 | 6 | 0,8 | 1 |
Thailand | 8 | 33 | 5,8 | 18 |
Malaysia | 9 | 30 | 19,7 | 25 |
Cina | 13 | 35 | 9,3 | 93 |
Filipina | 11 | 48 | 18,7 | 126 |
Vietnam | 11 | 50 | 44,5 | 104 |
India | 11 | 35 | 73,7 | 134 |
Indonesia | 12 | 97 | 86,7 | 135 |
Kamboja | 10 | 86 | 236,4 | 143 |
Timor Leste | 10 | 92 | 83,3 | 174 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo