Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koreksi ’Andalas Menjemput Kekasih’
Pada rubrik Lingkungan, Tempo edisi 26 Februari-4 Maret 2007, halaman 84-85, dimuat tulisan berjudul Andalas Menjemput Kekasih. Ada beberapa hal yang perlu kami luruskan mengingat berita tersebut mendapat perhatian berbagai kalangan, baik masyarakat umum maupun para ilmuwan, pemerhati, dan penyokong konservasi badak.
Pada paragraf kedua baris keempat ditulis, ”…Efek bius belum lagi hilang. Ia hanya bisa terkulai dalam kontainer 2 x 3 meter.” Penjelasan: selama perjalanan dari LA Zoo ke Suaka Rhino Sumatera (SRS), Taman Nasional Way Kambas, Lampung, Andalas tidak mendapatkan obat bius. Tim dokter hanya memberi obat penenang (sedative) untuk mengurangi stres setelah perjalanan yang panjang, yaitu menjelang mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, karena badaknya tampak cukup gelisah. Pengalaman transportasi badak Sumatera menempuh perjalanan separuh bola bumi telah berlangsung selama 20 tahun dan tidak pernah dilakukan pembiusan total karena sangat membahayakan badak.
Pada paragraf tujuh baris pertama, ”…Ia mendapat 14 jenis vaksinasi seperti antitetanus, TBC, antraks, hingga penyakit kuku.” Yang benar: Andalas hanya mendapat tiga jenis vaksin, yaitu tetanus toxoid, vaksin Babesia-Anaplasma, dan vaksin Leptospira. Babesia-Anaplasma adalah parasit darah (protozoa) yang sering ditemukan pada satwa-satwa liar di Way Kambas, termasuk badak. Sedangkan leptospira adalah bakteri yang dapat mengakibatkan kencing darah. Bila Andalas diberi vaksin, setidaknya tubuhnya akan memiliki kekebalan. Selanjutnya manajemen kesehatan yang baik akan memantau dan mengobati dengan cepat bila ditemukan parasit-parasit darah tersebut dalam darah badak-badak di SRS Way Kambas.
Dua penyakit yang disebut di atas, yaitu antraks dan penyakit kuku dan mulut (biasa disingkat PMK), memang penyakit berbahaya yang dapat menyerang badak. Namun, Andalas tidak perlu diberi vaksin mengingat di Los Angeles tidak terdapat penyakit itu. Sementara itu, Indonesia adalah daerah bebas PMK sehingga dilarang melakukan vaksinasi pada binatang yang akan masuk dengan vaksin PMK, dan binatangnya harus berasal dari daerah yang juga bebas PMK.
Pada paragraf 10 tertulis, ”Rosa berada di Taman Nasional sejak 20 September 2005 karena keluyuran di pemukiman penduduk. Ratu bergabung sejak 26 November 2005 karena keluar dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.” Yang benar, ”Ratu berada di SRS sejak 20 September 2005 karena keluyuran di pemukiman penduduk sekitar Taman Nasional Way Kambas. Rosa bergabung sejak 26 November 2005 karena keluar dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan”. Terima kasih.
MARCELLUS ADI Site Manager Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas, Lampung
—Soal vaksinasi, wartawan kami mendapat penjelasan dari sumber lain, yakni dokter hewan Muhammad Agil, yang ikut dalam proses pemindahan badak Andalas. Terima kasih atas penjelasan Anda.
—Redaksi.
Kedaulatan Wilayah harus Ditegakkan
Lagi, sejumlah kapal perang dan pesawat udara Malaysia melanggar kedaulatan wilayah Republik Indonesia di Ambalat. Kita tahu hubungan RI-Malaysia sempat memanas pada Maret 2005 lantaran klaim Malaysia atas Blok Ambalat.
Menurut Kepala Dinas Penerangan Komando Armada Timur Letkol Laut Toni Syaiful, sejak 24 Februari 2007, pelanggaran terhadap wilayah Indonesia di laut dan udara oleh pihak militer Malaysia terjadi berulang kali. Ironisnya, saat ini tengah dilakukan perundingan ke-10 Blok Ambalat di Penang, Malaysia, sejak 26 Februari lalu. Bahkan pada 26 Februari itu pun Kepala Staf TNI AL Laksamana Slamet Soebijanto bertemu dengan Panglima Tentara Laut Diraja Malaysia Datuk Ramlan Mohamed Ali di Mabes TNI AL.
Dalam kasus ini, jelas Malaysia telah melakukan diplomasi kekuatan militer. Bahkan dengan sengaja mereka melakukan provokasi terhadap Indonesia. Sebab itu, sudah saatnya kita bersikap tegas dengan mengultimatum Malaysia agar tak main-main dengan kedaulatan wilayah Indonesia. Di sisi lain, kita pun harus mawas diri dengan segera melakukan langkah-langkah konkret untuk memperkuat kekuatan TNI, khususnya matra laut dan udara. Kekuatan alat dan sistem pertahanan TNI harus segera ditingkatkan agar bisa mengimbangi, bahkan melampaui, kekuatan militer Malaysia.
RETNO SAWITRI Jalan Nanas No. 33, Bandung
Kartu Mentari Membabat Pulsa
Saya dan istri saya adalah pelanggan kartu Mentari. Pada 9 Februari 2007, istri saya mengisi pulsa Mentarinya 08159779xxx sebesar Rp 50.000. Karena nomor itu hanya diaktifkan bila hendak menelepon, maka ponsel sering dimatikan. Pada 10 Februari, saat ponsel dihidupkan, iseng-iseng istri saya mengecek saldo pulsa yang dimilikinya. Ternyata saldonya tinggal Rp 48.470. Di samping itu, ia menerima pemberitahuan via SMS bahwa nada sapa i-Ring Anda telah diperpanjang hingga 12 Maret 2007. Istri saya merasa jengkel karena belum pernah minta nada sapa untuk nomor ponsel tersebut, apalagi memperpanjang.
Hari itu juga saya menghubungi call center Mentari. Yang menerima—mengaku bernama Septi—membenarkan bahwa Mentari telah memotong pulsa istri saya sebesar Rp 6.050 untuk biaya nada sapa i-Ring. Kami baru sadar bahwa Mentari telah mendaftarkan nada sapa untuk nomor ponsel tanpa sepengetahuan atau seizin istri saya. Aneh bukan? Tanpa perlu memberikan jawaban atau pemberitahuan apa pun, secara otomatis nomor ponsel istri saya telah terdaftar sebagai pelanggan nada sapa i-Ring. Jadi, program pemasangan nada sapa tersebut adalah program paksa.
Bagi kami, pemaksaan semacam itu merupakan perampokan atau pencurian dengan sarana high-tech. Kami juga mendengar dari teman-teman kami bahwa pemotongan pulsa semacam itu terjadi pula pada pelanggan-pelanggan yang lain. Memang Rp 6.050 adalah angka yang kecil. Akan tetapi, seandainya pencurian pulsa semacam itu diberlakukan pada ratusan ribu orang, maka jumlahnya akan mencapai ratusan juta, bahkan miliaran rupiah.
Kemudian, saya minta Septi menyelesaikan masalah ini. Ia melayani dengan baik dan menindaklanjuti keberatan saya sehingga pada 13 Februari 2007, istri saya menerima SMS yang mengatakan bahwa nada sapa i-Ring telah dinonaktifkan. Cuma, pulsa yang sudah telanjur dipotong tidak dikembalikan sampai hari ini. Pengaduan serupa saya sampaikan, dan diterima petugas lain, yakni Adam, tapi hingga sekarang belum ada tindakan apa-apa dari Mentari. Mohon para pengelola program Mentari agar segera menghentikan program pencurian pulsa seperti ini dan pulsa yang telah dipotong secara paksa segera dikembalikan kepada pelanggan.
PURNAMA Taman Sari, Jakarta Barat
Pariwisata Sumatera Barat Berduka
Atas nama Formatur Masyarakat Peduli Pariwisata Sumatera Barat (Mappas), kami mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi rajiuun atas terbakarnya Ustano Basa Pagaruyuang. Namun, di balik keprihatinan itu, alhamdulillah, segera akan dibangun kembali peninggalan sejarah Minangkabau yang kelak akan dikembangkan menjadi Pusat Kebudayaan Minangkabau.Mari kita bangun kesadaran akan pariwisata yang bermanfaat bagi pembangunan sumber daya manusia dan ekonomi Sumatera Barat. Mudah-mudahan ke depan kita bersama-sama dapat mengelola pengembangan pariwisata Sumatera Barat.
HERMAN JAMBAK Jalan Nipah III, No. 2 Jakarta 12170
Jangan Kebiri Hak Prerogatif Presiden
Rencana Undang-Undang Kementerian Negara yang sedang digodok DPR menimbulkan kontroversi, sebab rancangan hasil inisiatif DPR itu berupaya membatasi dan membelenggu hak prerogatif presiden, antara lain dalam menentukan jumlah kementerian, presiden harus mendapatkan persetujuan dari DPR.Semangat merancang undang-undang untuk memperbaiki kondisi bangsa boleh-boleh saja. Tetapi, bila UU yang dirancang mengabaikan kewenangan presiden, sungguh sangat kebablasan dan bertentangan dengan konstitusi negeri ini. Seharusnya DPR sebagai lembaga wakil rakyat menyadari bahwa konstitusi negara ini bersistem presidensial, yakni presidenlah yang menentukan sepenuhnya tentang kabinet.
Memang, UUD 1945 hasil amendemen memerintahkan agar negara mengatur perihal kementerian negara dalam sebuah UU. Namun, UU Kementerian Negara yang dibentuk bersama pemerintah dan DPR tidak boleh melemahkan atau mengecilkan hak prerogatif presiden. Karena itu, dalam merancang UU Kementerian itu, diharapkan DPR dapat mencari formula yang tidak mengecilkan atau malah mengebiri hak prerogatif presiden.
MAXIMUS MERE Jalan Tambak No. 39, Jakarta
Hormati Pemimpin Bangsa
Menyaksikan tayangan acara News Dot Com di Metro TV setiap Minggu malam lama-lama risih juga. Saya menganggap tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam acara tersebut, yang wajah dan gerak-geriknya dimirip-miripkan dengan tokoh aslinya, sudah mengarah pada tindakan melecehkan. Sekarang saya malu untuk tertawa menyaksikan acara tersebut.Rupanya, nilai-nilai menjunjung tinggi harkat dan martabat pemimpin—laiknya bangsa yang berbudaya—telah mulai luntur. Bagaimanapun, mereka (para bekas presiden itu) manusia biasa, tak luput dari kesalahan dan sifat lemah. Toh, mereka banyak jasanya bagi bangsa ini.
Kepada Bung Effendi Ghazali sebagai pakar komunikasi, saya bertanya, ”Apakah tidak ada cara yang lebih bijak dalam menyampaikan pesan-pesan moral kepada masyarakat bangsa ini selain memparodikan tokoh-tokoh bangsa kita?”
AGUS SUKARNO SURYATMOJOPerum. Pepabri C/4, Karawang 41313
SBY dan Keharusan Evaluasi Kabinet
Rentetan kecelakaan yang menimpa alat transportasi, khususnya angkutan laut, tampak menggugah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melakukan inspeksi mendadak ke pelabuhan penyeberangan Bakauheni-Merak. Dari sana, ia mengetahui adanya persoalan yang menyelimuti alat transportasi, khususnya kapal laut. Sebab itu, diperlukan perbaikan menyeluruh terhadap masalah teknis, manajemen, dan pelaksanaan prosedur tetap keselamatan di kapal-kapal. Kenyataan itu seharusnya sudah diantisipasi oleh pejabat terkait, khususnya Menteri Perhubungan, sehingga korban tidak terus berjatuhan akibat kelalaian.
Kalau urusan transportasi saja Presiden harus turun langsung, apa gunanya para menteri terkait? Bagaimana presiden harus memikirkan persoalan bangsa secara keseluruhan apabila masalah-masalah yang seharusnya bisa ditangani pejabat setingkat menteri tidak berjalan maksimal? Saya berharap temuan itu tak hanya didengarkan ketika di depan Presiden, namun dilupakan saat Presiden tak lagi meninjaunya. Hal ini perlu ditekankan karena sudah menjadi kecenderungan pejabat untuk bermanis muka di depan atasannya, lalu berbalik arah ketika di belakangnya, bahkan kalau perlu menikam dari belakang.
SULAMI Jalan Tegal Parang, Jakarta Selatan
Bencana Akibat Ulah Manusia
BENCANA bertubi-tubi yang menimpa negeri Indonesia adalah sebuah teguran keras dari Allah SWT kepada semua warga bangsa, terutama para pemimpinnya dari semua tingkatan. Kalau diamati dan dihayati secara mendalam, kebanyakan bencana terjadi akibat ulah manusia Indonesia yang hidupnya tidak tertib dan tidak berdisiplin alias asal-asalan.
Banjir besar di Jakarta, misalnya, jelas akibat keteledoran warga sendiri dalam menjalani hidup di kota besar. Kebiasaan buang sampah seenaknya dan suka menyerobot daerah aliran sungai untuk dijadikan permukiman menjadi biang keladi tumpahnya air ke permukaan Jakarta. Budaya hidup jorok warga diperparah dengan buruknya perencanaan tata ruang kota dan operasionalisasi Pemerintah DKI Jakarta. Alhasil, walaupun dipenuhi gedung pencakar langit, Jakarta tidak siap menjadi kota metropolitan modern.
Begitu pula di daerah. Pembabatan hutan dan penyerobotan lahan konservasi menjadi biang keladi atas banjir dan longsor yang terjadi hampir merata di seluruh pelosok negeri ini. Para pemimpin seperti nya tutup mata atas semua kejahatan ini.
Bencana lainnya adalah berbagai kecelakaan transportasi darat, laut, dan udara. Inilah bukti yang jelas dari ketiadaan kontrol dan pengabaian prosedur dalam menjalankan sistem transportasi. Para operator (pengusaha) jasa transportasi bekerja asal-asalan. Keselamatan dan kenyamanan penumpang menjadi nomor 4 dari hukum bisnisnya. Bagi mereka, nomor 1-3 adalah untung, untung, dan untung. Dan lagi-lagi keteledoran pengusaha diperparah dengan kontrol yang lemah dari aparat pemerintah terkait. Para petugas di lapangan biasanya jauh lebih sibuk mengurusi setoran. Sedangkan para pejabatnya terlalu asyik dengan korupsi, yang jauh lebih mengenyangkan.
DEDI ADITYA Pademangan, Jakarta Utara
Jauhi Caci Maki dan Fitnah
Dalam perayaan Tahun Baru Imlek Nasional 2558 di Jakarta beberapa waktu lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyerukan agar kita jangan suka memfitnah, mencaci maki, berkata-kata kasar, dan melakukan pembunuhan karakter. Pernyataan tersebut patut dicermati di tengah matinya sensitivitas masyarakat, baik atas nama mayoritas maupun atas nama kelompok lainnya, yang saling menyalahkan dan merasa benar sendiri. Walhasil, satu kelompok merasa berhak untuk mengadili dan menentukan salah-benarnya kelompok yang lain.
Walau negeri ini penuh bencana, baik bencana alam maupun bencana sosial, caci maki dan saling memfitnah tak pantas dilakukan karena itu bukanlah jalan keluar. Alih-alih bisa menawarkan jalan keluar, justru dapat memperkeruh suasana yang akan membuat tata kehidupan bernegara semakin tak keruan. Karena itulah, kita perlu memerangi secara bersama masalah itu. Seandainya ada langkah pemerintah yang tidak sejalan atau menyimpang, sebaiknya kita melakukan kritik sesuai dengan prosedur disertai solusi yang komprehensif bagi penyelesaian persoalan bangsa secara keseluruhan.
ALIA KAMILA JAMILA Jalan Raya Fatmawati, Pondok Labu, Jakarta Selatan
RALAT:
- Pada rubrik ”Peristiwa” di halaman 21 terdapat kesalahan dalam tulisan berjudul ”Australia Ingin Heli Bukaka Disegel”. Judul tersebut seharusnya, ”Heli Bukaka Disegel”.
- Pada rubrik ”Nasional” di halaman 41, dalam tulisan berjudul ”Terjerat Proyek Sidik Jari” terdapat kesalahan konversi mata uang. Di artikel tersebut tertulis ”Nilainya US$ 50.057 atau sekitar Rp 5 miliar”. Seharusnya ”sekitar Rp 455 juta”.
- Pada rubrik ”Hiburan”, Tempo edisi 5-11 Maret 2007, berjudul ”Tentang Sebuah Negeri di Awan”, di halaman 79 tertulis ”... untuk bisa menggodok Republik BBM (Baru Bisa Mimpi), prototipe awal News Dot Com, yang muncul di Indosiar.” Kepanjangan BBM dalam Republik BBM seharusnya ”Benar-Benar Mabok” yang merupakan ide Dody Jufiprianto, produser eksekutif di Indosiar.
Mohon maaf atas semua kesalahan ini.
--Redaksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo