Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

22 Agustus 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tanggapan untuk Dr Suryani

SAYA ingin memberi komentar kepada artikel ”sosok” yang mewawancarai Dr Suryani, LK, yang memberikan statement mempermasalahkan azan yang dikumandangkan. Sebagai seorang muslimah yang telah tinggal di Bali selama lebih dari 5 tahun, saya sangat tidak percaya pernyataannya itu keluar dari seorang Dr Suryani yang seorang pakar meditasi, guru besar, aktivis, dan lain-lain.

Salah satu aspek yang saya kagumi dari Pulau Dewata adalah masyarakatnya yang mempunyai toleransi yang sangat tinggi terhadap sesama umat manusia dan juga menjunjung tinggi nilai-nilai pengendalian diri dan perdamaian. Itu dapat dilihat setelah peristiwa bom Bali, yang notabene dilakukan oleh seorang teroris yang beragama Islam, ketika hampir tidak ada keresahan yang terjadi secara luar biasa.

Akan lebih tepat dan bijak jika kebisingan/ingar-bingar musik yang dikeluarkan dari banyak bar, diskotek, dan pub (yang terletak di Pulau Bali), yang juga mengakibatkan efek-efek yang negatif, seperti perjudian, pengedaran narkoba, prostitusi, bahkan penyimpangan seksual dari turis mancanegara (seperti apa yang Dr Suryani kampanyekan), yang utama harus diperhatikan.

Azan adalah ritual keagamaan untuk mengingatkan umatnya akan Tuhan YME. Sebagaimana ketika dikumandangkan ”mekidung” yang, walaupun saya tidak mengerti artinya, kedengarannya sangat menyejukkan, bahkan sampai menggugah kalbu, karena saya tahu tujuannya adalah untuk mengingatkan kita pada kebaikan.

Bali masih terletak di wilayah Republik Indonesia, di mana kebebasan beragama (termasuk menjalankan ritual agama) akan selalu dijamin oleh negara (sekadar mengingatkan).

Sebagai tokoh masyarakat dengan segala peran dan gelar yang disebut di atas, Dr Suryani diharapkan mempunyai pemikiran yang lebih luas dan terbuka, juga hati yang besar dan bersih, di mana dapat lebih mempersatukan bangsa dan bukan memecah-belah bangsa.

MAYA SUJATMIKO Menteng, Jakarta Pusat


Merger BNI dengan BTN

SIKAP menolak semua karyawan BTN terhadap rencana pemerintah untuk melakukan merger BNI dengan BTN adalah hal wajar. Hal ini terutama bila diingat bahwa nasib ataupun masa depan karyawan akan terusik jika terus-menerus didengungkan adanya rencana merger itu.

Jika dicermati, dalam pernyataan Direktur Utama BNI Sigit Pramono, ada beberapa hal yang intinya menepis anggapan ataupun dugaan yang dikhawatirkan karyawan BTN, di antaranya sebagai berikut ini.

Pertama, sementara pengamat perbankan ada yang mengatakan merger kedua bank tidak akan menguntungkan, pernyataan Direktur Utama BNI justru sebaliknya. Menurut dia, merger akan menambah modal BTN dan memperkuat kemampuan BTN dalam menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR). Tambahan modal dibutuhkan untuk memenuhi target pembangunan satu juta rumah dalam lima tahun ke depan.

Kedua, meski baru sebatas janji, Direktur Utama BNI tetap berkomitmen untuk tidak mengubah entitas bisnis BTN, yakni di sektor KPR, dan tidak melakukan rasionalisasi ataupun pemutusan hubungan kerja.

Ketiga, merger adalah bagian dari konsolidasi perbankan nasional. BTN tetap diarahkan menjadi bank yang fokus pada pembiayaan perumahan dan bukan bank komersial sebagaimana BNI.

Meski begitu, pernyataan yang menepis kekhawatiran nasabah, developer, ataupun karyawan BTN masih diragukan. Sebab, akhir-akhir ini BNI memiliki banyak masalah, di antaranya beberapa kantor cabang di Jakarta kebobolan akibat ulah pejabatnya sendiri.

VALERY E. SETIAWAN Bengkulu


BBM Naik, Penyelundupan Merajalela

NAIKNYA harga BBM sejak 1 Maret 2005 masih terasa dampaknya bagi rakyat kecil. Sementara itu, dana kompensasi BBM belum semua tersalurkan ke masyarakat yang berhak. Namun, kini pemerintah sudah ancang-ancang akan menaikkan lagi harga BBM seiring dengan naiknya harga minyak mentah sampai US$ 63-64 per barel.

Dampak naiknya harga BBM sangat luas, jika pemerintah tidak mengantisipasinya dengan baik, termasuk memberantas penyelundupan BBM.

Sinyal akan naiknya harga BBM disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Prediksi bahwa minyak mentah akan terus naik juga disampaikan pengamat perminyakan Kurtubi, yang menilai harga minyak mentah hingga triwulan keempat 2005 diperkirakan mencapai US$ 70 per barel. Beban subsidi pemerintah akan membengkak menjadi Rp 120-130 triliun.

Sementara itu, Ketua Panitia Anggaran DPR, Emir Moeis, menyatakan, kalau memang pemerintah menaikkan harga BBM, kenaikannya minimal 30 persen. Kalau naiknya hanya berkisar 10-20 persen, pengaruhnya tidak signifikan menurunkan subsidi.

Permasalahan BBM memang sangat pelik. Tidak menaikkan harga BBM, beban keuangan negara akan semakin berat. Tapi, jika menaikkan harga BBM, beban hidup rakyat semakin berat, karena selama ini rakyat sudah menderita. Pemerintah dalam menyikapi permasalahan BBM ini bak makan buah simalakama.

Anehnya, dalam situasi yang begitu rumit mengenai BBM ini, ada yang memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi, yaitu menyelundupkan BBM ke kapal asing. Penyelundupan ini diduga melibatkan oknum Pertamina dan aparat terkait.

Pada 6 Agustus 2005 di Batam, patroli AL Karimun, Kepulauan Riau, telah menangkap sebuah tanker Jaya Sukses II milik rekanan Pertamina Batam. Perusahaan ini diduga sedang menyelundupkan 120 ton solar senilai Rp 2 miliar lebih ke kapal tanker Aiwamaru, yang berbendera Honduras. Sementara itu, Kepolisian Resor Sukoharjo, Jawa Tengah, menangkap 4.000 liter minyak tanah ilegal yang akan diselundupkan dari Trenggalek, Jawa Timur, ke Solo, Jawa Tengah.

Berkaitan dengan masih maraknya penyelundupan BBM, diharapkan aparat penegak hukum dan pemerintah meningkatkan pengawasan ketat terhadap upaya penyelundupan dan penimbunan BBM, serta menindak tegas para pelakunya, sebelum pemerintah menaikkan lagi harga BBM.

HANDIJAYA Ciledug, Banten


Kasus HAM Indonesia-Timor Leste

SAYA sangat setuju untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan jalan musyawarah, kekeluargaan, dan damai. Seperti halnya upaya Indonesia dan Timor Leste untuk bersama-sama bersepakat menyelesaikan masalah pelanggaran hak asasi manusia pascajajak pendapat 1999 dengan damai.

Berkaitan dengan upaya penyelesaian masalah hak asasi manusia di bekas provinsi Indonesia itu, tampaknya kedua negara sepakat membentuk Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Timor Leste Xanana Gusmao, pada Kamis 11 Agustus 2005 di Denpasar, menyaksikan acara pengucapan sumpah anggota Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste.

Tugas KKP adalah berupaya mencari kebenaran agar dapat diketahui secara transparan siapa-siapa saja yang bersalah dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia setelah jajak pendapat di Timor Timur. Anggota KKP akan mencoba mencari semua itu, di samping mempelajari fakta dan data yang selama ini dihimpun oleh berbagai pihak.

Ini sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, yang diharapkan mendapat dukungan dari dunia internasional. Apa pun fakta yang ditemukan nantinya akan dicarikan solusi secara kekeluargaan. Kedua negara telah sepakat untuk tidak mempermasalahkan pelanggaran hak asasi manusia secara hukum, yang berujung pada penuntutan di pengadilan.

SLAMET RIYADI Pondok Gede, Bekasi


DPR Mewakili Siapa?

BANYAK kejadian yang menimpa bangsa Indonesia, mulai dari bencana alam, tragedi busung lapar dan gizi buruk, juga wabah virus polio yang melanda berbagai daerah, sampai pada kelangkaan BBM yang membuat rakyat negeri ini bertambah susah. Bayangkan, untuk membeli minyak tanah saja kita harus antre.

Di tengah kesedihan masyarakat Indonesia seperti ini, alih-alih turut merasakan kesulitan dan keprihatinan rakyat, DPR malah menuntut tambahan tunjangan operasional. Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) menyetujui kenaikan gaji anggota DPR dari 22,5 juta sampai 40 juta per bulan, meski Departemen Keuangan belum memberi persetujuan. Di mana rasa empati terhadap penderitaan rakyat selama ini?

DPR adalah wakil rakyat, yang menyuarakan suara hati rakyat. Dalam keadaan sakit dan pedih, wakil rakyat harus turut merasakannya. Tapi kenyataannya tidak demikian. Ketika 95 persen rakyat menolak kenaikan harga BBM, DPR malah menyetujuinya.

Sementara mereka mendapat tunjangan transportasi Rp 70 juta per tahun, dana rumah tangga, listrik, telepon, dan air bersih Rp 2 juta per bulan, dan masih ada tunjangan-tunjangan lain di luar gaji Rp 15,9 juta. Rakyat kecil negeri ini harus menanggung biaya beban hidup yang semakin berat akibat harga melonjak. Jadi, apa yang mereka wakili untuk kepentingan rakyat? Yang terlihat hanya kepentingan pribadi/partai.

Semua ini dikarenakan kekeliruan paradigma politik sekuler yang selama ini diterapkan, sehingga wajar politik sekuler lebih mengedepankan kepentingan kekuasaan dan kepentingan pribadi.

Sedangkan paradigma politik Islam didasarkan pada konsep amanah, jabatan apa pun merupakan amanah, termasuk wakil rakyat, karena kelak akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

NURHASANAH Bojongsoang, Bandung


Mempertanyakan Kebijakan Gubernur

SETAPAK lagi Persitara Jakarta Utara, klub Divisi Satu PSSI, akan masuk ke jajaran elite sepak bola di Indonesia. Perjuangan yang melelahkan itu, setelah melalui sejumlah pertandingan tandang maupun kandang, segera membuahkan hasil, yakni menjadi kesebelasan yang berhak ikut berlaga di kancah Divisi Utama PSSI.

Kelak pencinta bola di Jakarta akan mendapatkan suguhan permainan bola yang cantik tidak hanya dari Persija Pusat, tetapi juga dari Persitara Jakarta Utara, karena Persitara adalah salah satu kesebelasan yang memiliki karakter permainan khas, keras dan lugas.

Namun, sayang perjuangan Persitara bakal tidak mulus. Bukan disebabkan oleh lawan-lawan yang lebih kuat, melainkan oleh kebijakan tak tertulis Bapak Sutiyoso sebagai Gubernur DKI Jakarta sekaligus pembina Persija Pusat. Sutiyoso tampaknya tidak rela jika di Jakarta ada ”dua matahari”. Indikasi ketidakrelaan Sutiyoso jelas, hampir seluruh dana APBD pembinaan olahraga diberikan sepenuhnya kepada Persija Pusat, jumlahnya kurang-lebih Rp 20 miliar. Sementara itu, kami hanya mendapat Rp 450 juta dari Pemda DKI Jakarta, padahal biaya yang kami perlukan untuk mengikuti babak penyisihan hingga final Divisi Satu PSSI tak kurang dari Rp 5 miliar.

Soal dana, mungkin kami bisa mendapatkannya meskipun dengan hasil yang sangat minim. Yang kami persoalkan bukan semata dana, tapi juga bagaimana pola pembinaan sepak bola di Jakarta ini. Apakah lima wilayah di Jakarta tak punya hak memiliki klub Divisi Utama? Kami sangat khawatir pengalaman Persija Timur akan terulang kembali. Klub ini terpaksa dijual ke Palembang, Sumatera Selatan, karena Pemda DKI Jakarta tak menghendaki klub ini bercokol di Jakarta. Bukankah Sutiyoso adalah pemimpin untuk seluruh warga Jakarta? Sehingga, wajib hukumnya bagi Sutiyoso memberikan perhatian bagi maju-mundurnya sepak bola di Jakarta.

Kalau Sutiyoso melakukan pembinaan sepak bola hanya terhadap Persija Pusat, wajar saja dunia sepak bola di Jakarta hancur lebur. Barometernya adalah beberapa kali tim PON DKI tak lolos dalam seleksi Pra-PON, prestasi di tingkat Porda sangat memalukan dibandingkan dengan wilayah lain.

Kita jangan melihat Persija Pusat yang kini bercokol di papan atas. Mereka bukan hasil pembinaan berjenjang, melainkan para pemain ”jadi” yang dibeli dari klub lain. Itu artinya, pembina Persija Pusat hanya bisa beli tetapi tak mampu membina para pemain dari bawah.

HARDI SE Sekretaris Umum Persitara Jakarta Utara


Klarifikasi Perumnas

SEHUBUNGAN dengan pemberitaan Tempo edisi 8-14 Agustus 2005 dalam rubrik Ekonomi dan Bisnis, berjudul Simsalabim Harga Tanah, yang antara lain materi pemberitaannya berkaitan dengan aset Perum Perumnas berupa tanah yang terletak di Cengkareng, Jakarta Barat, dan juga menyebut-nyebut nama-nama pejabat Perum Perumnas baik yang sudah pensiun maupun yang masih aktif menjabat di Perum Perumnas, kami memandang perlu menyampaikan informasi sebagai berikut:

  1. Berdasarkan data-data yang ada di Perum Perumnas dan berdasarkan penjelasan dari Sdr. Ir Didin Sutiadi dan Sdr. Ir Ario Saputro kepada kami pada 9 Agustus 2005, antara lain:

    Perum Perumnas tidak pernah meminta penurunan NJOP kepada kepala kantor PBB setempat, tetapi yang benar Perum Perumnas mengajukan permohonan keringanan pembayaran PBB atas tanah Perum Perumnas unit Jakarta Cengkareng di Kelurahan Cengkareng Timur dan Kelurahan Kapuk; dengan permintaan agar Kepala Kantor Pelayanan PBB Jakarta Barat dapat meninjau kembali penetapan NJOP tanah Perum Perumnas di Kelurahan Cengkareng Timur dan Kelurahan Kapuk, serta dapat memberikan keringanan pembayaran PBB tahun 1997; dengan alasan bahwa kondisi lahan di Perum Perumnas Cengkareng sampai saat ini belum dibangun. Sehingga, kenaikan NJOP sebesar 63 persen dipandang terlalu besar.

  2. Mengenai permohonan biaya operasional untuk mengurus proses keringanan pembayaran PBB sebesar Rp 60 juta yang diajukan oleh Ir Didin Sutiadi, Manajer Unit Kasiba Cengkareng, kepada Ir Ario Saputro, General Manager Regional III, yang diteruskan oleh Ir Ario Saputro kepada Direktur Korporasi. Namun, selanjutnya permohonan biaya operasional tersebut ditolak oleh Direktur Korporasi, melalui suratnya kepada General Manager Regional III tanggal 29 Agustus 2000 No. Korp/419/62/VIII/2000.
  3. Bahwa mengenai Perjanjian Kerja Sama Pembangunan dan Pemasaran (KSPP) antara Perum Perumnas dan PT Bangun Cipta Karya Perkasa (PT BCKP) ditandatangani pada tahun 2002 oleh Ir M. Latief Malangyudo, Direktur Utama Perum Perumnas pada waktu itu, dan dengan surat kuasa dari Direktur Utama Ir M. Latief Malangyudo—Perjanjian Kerja Sama dengan PT Karya Megah Perkasa (PT KMP) ditandatangani pada tahun 2003 oleh Ir Eddy Sarosa Suhud, General Manager Regional III. Dengan dilantiknya Ir Harry A. Jasa Slawat sebagai direktur utama yang baru pada 17 Februari 2004, maka pelaksanaan yang belum selesai dari perjanjian tersebut dilanjutkan sesuai dengan pasal-pasal perjanjian semula yang masih berlaku.

Demikian tanggapan ini kami sampaikan, dengan maksud agar para pembaca dapat memahami kenyataan yang sebenarnya. Atas kerja sama yang baik, bersama ini kami sampaikan penghargaan disertai ucapan terima kasih.

H. SOEPRIJADI Kuasa Hukum Perum Perumnas

  • Terima kasih atas penjelasan Anda. Laporan Tempo ditulis berdasarkan surat-menyurat antara Kepala Unit Kasiba Cengkareng, Manajer Regional III, dan Direktur Korporasi, dalam kurun Juni-Agustus 2000, yang secara jelas menyebutkan istilah ”penurunan Nilai Jual Obyek Pajak”, bukan keringanan.
  • Dalam suratnya, Direktur Korporasi tidak mengabulkan permintaan dana Rp 60 juta, karena menganggap biaya itu menjadi kewenangan General Manager Regional III.
  • Anda benar bahwa ketika KSPP PT Karya Megah Perkasa ditandatangani pada 2003, Bapak Harry A. Jasa Slawat belum menjabat direktur utama, melainkan direktur operasional.

RALAT

Dalam tulisan Semburat Sukses Ranah Melayu (Info Tempo edisi 15-21 Agustus) pada alinea ke-3 tertulis, ”...tak kurang dari 40 persen dari sekitar 65 triliun pendapatan dari minyak mereka gunakan untuk kepentingan pembangunan provinsi.” Seharusnya tertulis, ”...tak kurang dari 15 persen dari sekitar 65 triliun pendapatan dari minyak mereka gunakan untuk kepentingan pembangunan provinsi.” Dengan demikian, tulisan telah kami perbaiki. Terima kasih—Red.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus