Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

27 September 2004 | 00.00 WIB

Surat Pembaca
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tanggapan BCA

Berkenaan dengan keluhan Bapak Andrizal Arifin yang dipublikasikan melalui majalah mingguan Tempo edisi 13-19 September 2004 dengan judul Pengalaman dengan BCA, kami mengucapkan terima kasih atas perhatian yang diberikan kepada PT Bank Central Asia Tbk.

Dapat kami sampaikan bahwa permasalahan dengan Bapak Andrizal Arifin telah diselesaikan dengan baik oleh cabang terkait pada 22 September 2004. Masukan Bapak akan menjadi bahan evaluasi kami guna lebih meningkatkan layanan nasabah di masa mendatang. Dan kami berharap senantiasa dapat memenuhi kebutuhan perbankan nasabah.

Dwi Narini
PT Bank Sentral Asia Tbk.
Sekretariat Perusahaan, Biro Humas


Terima Kasih, Doktor Faruk

Saya merasa mendapat kehormatan ketika Tempo Edisi Khusus (13-19 September 2004) memuat tulisan Mas Faruk H.T. berjudul Terlalu Banyak Garam yang Tumpah, yang menurut subyektivitas saya sangat bagus. Pujian ini saya sampaikan bukan lantaran tulisan tersebut merupakan resensi atas novel saya, Menggarami Burung Terbang (Metafor 2004), melainkan karena isinya menunjukkan daya kritis seorang kritikus profesional sekaligus mencerminkan kapasitas intelektual penulisnya sebagai doktor sastra.

Pendapatnya yang jernih dan terkesan tulus, melalui ungkapan-ungkapan personal yang elegan, dan didukung argumen yang kukuh dan meyakinkan, sungguh sangat berharga bagi saya, bahkan mungkin bagi sastra Indonesia.

Dengan ini saya menyampaikan terima kasih yang tulus kepada Mas Faruk H.T., juga kepada Tempo yang telah memuat tulisan brilian itu.

Sitok Srengenge
[email protected]


Siapkan Perangkat Hukum Pers

Bukan pertama kali ini seorang insan pers dijatuhi hukuman penjara karena menjalankan tugas jurnalistiknya. Bahkan sampai ada media yang mengalami pembredelan oleh karenanya. Pemimpin Redaksi Tempo Bambang Harymurti telah dijatuhi hukuman satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena dinyatakan bertanggung jawab atas tulisan wartawannya, yang menurut sumber berita tulisan tersebut tidak sesuai dengan fakta. Tentu saja hal ini merupakan pukulan bagi dunia pers.

Benar bahwa setiap warga negara punya kedudukan yang sama di depan hukum, dan bukan maksud saya untuk membuat wartawan kebal hukum. Yang ingin saya ingatkan, janganlah ketika pers sedang menjalankan tugas jurnalistiknya, terutama ketika melakukan tugas koreksi dan kontrol sosial, itu dianggap sebagai niat untuk memojokkan atau mencemarkan nama baik seseorang. Ketika seseorang merasa tidak suka dengan pemberitaan pers, dengan serta-merta ia menuduh pers melakukan pencemaran nama baik dan membawa kasusnya ke pengadilan.

Tentu saja harus diakui, meski wartawan berupaya bekerja sesempurna mungkin dan seobyektif mungkin dalam menjalankan tugasnya, terkadang wartawan melakukan kesalahan. Hal itu lebih disebabkan oleh keterbatasan yang melingkupi kerja wartawan.

Karena itu, walaupun terasa pahit, putusan pengadilan yang dijatuhkan kepada kalangan pers ketika mereka sedang menjalankan tugas jurnalistiknya merupakan realitas sosial yang ada. Selanjutnya, masih terbuka jalan untuk melakukan banding atas putusan pengadilan sampai kemudian kasus itu punya kekuatan hukum yang tetap.

Bagi kalangan pers, tentunya ada beberapa hal yang setidaknya bisa dipetik. Seperti diingatkan oleh seorang ahli hukum, suka tidak suka, pers harus menyesuaikan diri dengan keadaan zaman tempat kita bersepakat untuk menegakkan supremasi hukum. Memang supremasi hukum itu sendiri kemudian tak jarang disalahartikan, bahwa semua tindakan bisa dijadikan kasus hukum. Namun, di tengah situasi pancaroba seperti sekarang ini, jawabannya tidak bisa lain adalah kalangan pers mempersiapkan perangkat hukum yang bisa melindungi institusi pers dan juga pekerja pers. Misalnya dengan Undang-Undang Pers.

Hal selanjutnya yang harus dilakukan wartawan, tidak bisa lain, adalah meningkatkan profesionalisme.

Woro Sembodro
Baciro, Yogyakarta


Pemberantasan Korupsi

Menyaksikan makin merebaknya korupsi di segala strata, eselon, jabatan, dan institusi/lembaga justru setelah periode reformasi yang dicanangkan pada 1998 sungguh menyesakkan dada. Apalagi ternyata wabah itu kini telah menyebar ke lembaga legislatif di seantero Indonesia. Berbagai upaya sudah dilakukan untuk memberantas korupsi ini, terakhir dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tapi tampaknya korupsi tak kunjung bisa diberantas, bahkan semakin merajalela.

Melihat kenyataan ini, sepertinya ada yang salah dalam metode pemberantasan korupsi yang selama ini digunakan dan tampaknya upaya hukum saja tidaklah cukup, apalagi upaya hukum yang bisa dibelokkan seperti yang kita saksikan selama ini.

Untuk masa datang, kalau ingin pemberantasan korupsi berhasil dengan gemilang, perlu ada perubahan strategi dan metode oleh presiden baru terpilih (2004-2009) dalam upaya pemberantasan korupsi ini.

Pertama-tama, presiden baru haruslah memilih personel kabinetnya yang benar-benar bersih dan punya komitmen yang kuat untuk bersama-sama memberantas korupsi. Kedua, harus ada pernyataan ”Perang terhadap Korupsi” dengan langkah-langkah terobosan yang konkret. Salah satu terobosan yang perlu dipikirkan adalah upaya membersihkan setiap institusi dari tikus yang menggerogoti negara dan uang rakyat.

KPK perlu menempatkan agen-agen tepercaya (mungkin dari LSM antikorupsi) di setiap instansi, departemen, institusi, dan lembaga untuk meneliti daftar kekayaan yang menurut undang-undang wajib dilaporkan oleh setiap pejabat.

Apabila ditemukan ada harta/kekayaan yang tidak dilaporkan atau harta/kekayaan yang dimiliki oleh pejabat tersebut dinilai jauh berlebihan dibandingkan dengan penghasilannya yang sah, segera diambil langkah-langkah sebagai berikut.

  • Harta kekayaan pejabat tersebut disita (sementara).
  • Pejabat tersebut di-non-job-kan (sementara) dari jabatannya, tapi tetap harus masuk kerja.
  • Pejabat tersebut diberi waktu 3 bulan untuk membuktikan asal-usul harta kekayaannya itu.
  • Apabila dia dapat membuktikan bahwa harta kekayaannya itu diperoleh secara sah, pejabat tersebut bisa dikembalikan pada jabatannya semula dan harta yang disita dikembalikan kepadanya.
  • Apabila dia tidak dapat membuktikan, yang bersangkutan diberhentikan secara definitif (sebagai pegawai negeri/BUMN, anggota DPR/D, dan lain-lain) dan hartanya disita untuk seterusnya.
  • Proses pengadilan secara selektif, hanya apabila benar-benar diyakini terdapat cukup bukti untuk dilakukan proses pidana.

Pelaksanaan terobosan ini tentulah harus mengacu pada aturan main yang mesti disiapkan lebih dulu. Namun ini pun tidak perlu berlama-lama dan bertele-tele. Keputusan presiden atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang barangkali bisa menjadi solusinya.

Dan mengingat berbagai kendala, antara lain kendala sumber daya manusia, diperlukan adanya prioritas-prioritas dan tahapan-tahapan. Tahapan dan prioritas pertama adalah pejabat eselon I dan II pada institusi/lembaga yang selama ini disinyalir sarat dengan korupsi-kolusi-nepotisme, misalnya departemen bidang ekonomi dan pembangunan, Departemen Pertahanan dan TNI, pemerintah daerah dan instansi pelayanan masyarakat, lembaga penegakan hukum (kepolisian/kejaksaan/pengadilan), pajak dan bea cukai, BUMN (Bulog, Pertamina, bank pemerintah, dan lain-lain), dan juga lembaga legislatif (DPR/DPRD).

Dengan adanya terobosan ini, diharapkan akan tercipta aparatur yang bersih yang merupakan modal utama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.

Noeryan Moesa
Kompleks Polri Blok O/76
Pancoran, Jakarta Selatan


Terima Kasih untuk Pemilu yang Aman

Pertama-tama saya ingin mengucapkan selamat atas terselenggaranya pemilu yang baik, sedikit kecurangan, dan tak ada huru-hara sebagaimana di negara dunia ketiga lainnya. Ini menandakan adanya kedewasaan demokrasi masyarakat kita. Ini juga merupakan prestasi tersendiri bagi Indonesia, yang secara ekonomi ataupun keamanan masih terasa compang-camping di mata dunia internasional.

Kedua, saya juga mengucapkan hormat yang setinggi-tingginya kepada Ibu Megawati Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia, yang telah meletakkan dasar-dasar demokrasi dengan baik, dengan melaksanakan pemilihan umum yang bebas dan rahasia, jujur, serta adil, meski bisa saja kepahitan akan dialaminya seperti yang beliau rasakan sekarang ini (mengingat kekalahan dalam perolehan suara pada pemilihan umum yang diselenggarakan pemerintahannya).

Ketiga, saya ucapkan selamat kepada Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, meski belum resmi diumumkan, yang telah memenangi perolehan suara pada Pemilihan Umum 2004, dan nantinya akan disahkan sebagai Presiden Republik Indonesia untuk periode 2004-2009.

Harapan saya, dalam masa transisi, pemerintahan nanti akan terselenggara dengan mulus, tanpa rintangan apa pun. Sebab, dengan demikian, cita-cita kita bersama untuk memulihkan Indonesia dari krisis multidimensional akan segera terwujud.

Sudrajad K.
Jalan Tugu, Semarang


Ribut di Partai Golkar

Sungguh menarik mencermati perkembangan politik kita akhir-akhir ini, terutama di tubuh partai yang pernah berkuasa selama bertahun-tahun di negara ini, yaitu Partai Golkar. Bagaimana tidak? Para fungsionaris partai besar itu kini saling cakar-cakaran.

Kelompok yang satu, yang dimotori Akbar Tandjung, memilih berkiblat pada Megawati (calon presiden dari PDIP) dengan segala pertimbangannya, yang kemudian secara resmi kepartaian membentuk ”Koalisi Kebangsaan” dengan beberapa partai lain. Sementara itu, suara yang lain, yang dimotori Fahmi Idris dan Marzuki Darusman, lebih condong berkiblat ke Susilo Bambang Yudhoyono, tentu saja dengan pertimbangan yang lain pula.

Perbedaan ini terus meruncing hingga menimbulkan perpecahan fungsionaris partai. Dan ujungnya adalah sebuah keputusan pemecatan dari partai bagi mereka yang dianggap keluar dari kebijakan organisasi Partai Golkar. Sampai di sini, persoalan belum terlalu menarik karena lebih menyangkut internal organisasi Partai Golkar saja.

Namun, dalam cekcok yang berkepanjangan antara kedua kubu itu, yang berbuntut pemecatan keanggotaan, tersiar bahwa kubu yang lain akan membeberkan kembali soal kasus korupsi Bulog yang melibatkan ketua partai, Akbar Tandjung, di masa lalu. Memang, kasus hukum Buloggate telah diputus oleh Mahkamah Agung dengan putusan bebas bagi Akbar Tandjung. Keputusan itu sendiri dianggap kontroversial.

Kini, yang menarik, ada saksi mata dari dalam Partai Golkar yang ingin membeberkan kembali kronologi Buloggate. Kesaksian ini menjadi penting bagi pemerintahan baru untuk memulai pencanangan pemerintahan yang bersih dari korupsi seperti yang dijanjikannya semasa kampanye. Bagi masyarakat luas, tentu saja ini juga menjadi penting mengingat kasus Bulog melibatkan pejabat publik, yaitu ketua partai sekaligus ketua parlemen. Harapan kami adalah agar kasus Bulog, yang sudah terkubur, bisa dibuka kembali untuk mencari kebenaran sejati. Dan ini menjadi awal yang baik bagi pemerintahan baru dan harapan baru untuk pemerintahan yang bersih, sehingga rakyat punya harapan sejahtera.

Sandjoyo S.K.
Tangerang, Jawa Barat


Menyoal Kekalahan Megawati

PEMILU presiden putaran II usai sudah dan PDIP sudah dapat dipastikan kalah. Sebagai partai yang pernah digdaya di Pemilu tahun 1999, kekalahan tiga kali berturut-turut dalam pemilu 2004 sekarang bagi pendukung PDIP terasa cukup menyakitkan walaupun tidak terlalu mengherankan. Sebab, tanda-tanda kekalahan sudah tercium sejak awal dengan ditandai popularitas PDIP dan Megawati yang terus melorot di mata rakyat.

Jika dirunut dari tahun 1999, semenjak PDIP menguasai parlemen dan pemerintahan, rakyat hampir tidak pernah disuguhi kebijakan yang berbuah manis. Agenda utama reformasi benar-benar macet. Korupsi, pengangguran dan beban ekonomi semakin mencekik rakyat. Boro-boro memberantas korupsi para elit politik malah ramai-ramai berganti peran menjadi koruptor. Perhatikan! Di zaman pemerintahan Megawati-lah hampir semua institusi Dewan Perwakilan Rakyat—yang notabenenya dikuasai oleh orang-orang PDIP—dari pusat hingga daerah telah menjadi lumbung-lumbung tempat berpestanya para tikus. Para anggota Dewan bersama eksekutif di pusat dan daerah bekerja sama dengan baik merampok uang rakyat. Aneka cara dikembangkan untuk mengkorup antara lain penyalahgunaan APBD dan dana operasional dewan, pembengkakan anggaran, politik uang, korupsi biaya perjalanan dinas, penyalahgunaan dana kredit usaha tani, penerbitan dokumen kayu ilegal, gaji ganda, suap dari instansi yang berkepentingan dengan pembuatan undang-undang atau perda, sogokan dari pengusaha dan petinggi BUMN serta bermacam ragam modus yang mutakhir yang tidak terjangkau oleh kacamata masyarakat awam.

Sebuah media melaporkan dari 30 kejaksaan tinggi di seluruh Indonesia, 19 di antaranya melaporkan kasus korupsi anggota DPRD, yakni NTB, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Riau, Kalimanta Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Barat, NAD, Sumatera Utara, Bengkulu, Kalimantan Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Jawa Timur. Perkembangan terakhir Banten yang sebelumnya tidak tercatat menyusul ”rekan-rekannya” masuk dalam daftar korupsi yang diduga melibatkan Gubernurnya.

Ratusan miliar rupiah raib dimakan koruptor berlabel anggota dewan. Orang-orang yang terpilh untuk menyuarakan amanat penderitaan rakyat. Korupsi yang mereka lakukan masuk kategori ”dosa ganda”. Di satu sisi, mereka jelas-jelas merugikan keuangan rakyat dan negara, sementara di sisi lain, mereka juga telah mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat. Selain anggota dewan pelaku korupsi di eksekutif pun setali tiga uang alias sama-sama jahat. Logikanya setiap penyelewengan anggaran pasti diketahui oleh pihak eksekutif karena mereka sama-sama menyusun dan memprosesnya.

Inilah sedikit buah reformasi ala Megawati dan PDIP. Reformasi ”pesta pora” ini justru memakan kader-kader PDIP terbaik. Masih terpatri dalam ingatan saya anggota DPR pusat Meilono Suwondo dan Indira Damayanti Sugondo justru terpental dari Senayan karena tak tahan dengan budaya korup di parlemen. Maksud hati membersihkan lingkungan parlemen namun sampah dan bau busuk sudah terlalu menggunung. Tindakan mereka membeberkan suap malah menjadi cemoohan. Mereka akhirnya keluar dari pada ikut-ikutan menjadi sampah busuk pula. Seingat saya tak ada pembelaan dari institusi partai atas tindakan kedua anggotanya itu. PDIP bungkam seribu bahasa.

Jadi, inilah hasil yang paling pantas yang bisa diraih PDIP dan Megawati dalam Pemilu kali ini. 20 persen untuk parlemen dan 38 persen bagi Megawati bukanlah hasil yang buruk-buruk amat dibandingkan prestasi minim yang dipersembahkan bagi rakyat semasa kekuasaannya.

Raymon Sianipar
Warung Buncit, Jakarta Selatan


Tertibkan Posko PDIP

SEBAGAI pencinta kebersihan dan ketertiban, saya mempunyai harapan sederhana atas lengsernya Megawati, yaitu semoga pemerintahan yang baru bisa menertibkan posko-posko PDIP yang bertebaran di seluruh pelosok Nusantara.

Ketahuilah selain sudah tidak berguna (kebanyakan cuma dipakai untuk nongkrong, rumah gelandangan, bahkan kosong sama sekali), banyak posko yang kondisinya sudah rapuh. Selain itu, dari sisi hukum keberadaan posko-posko itu jelas melanggar ketertiban dan keindahan kota karena kebanyakan didirikan di trotoar dan pinggir jalan yang peruntukannya bukan untuk bangunan sehingga termasuk bangunan liar.

Sekarang PDIP sudah tidak berkuasa, mari saatnya menegakkan ketertiban.

AHMAD JUNAEDI
Cikini, Jakarta pusat


Ralat

Pada rubrik Caping Tempo Edisi 20-26 September 2004 terdapat istilah Prancis, "Point de caption". Seharusnya "point de capiton". Terimakasih--Redaksi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus