Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda keran impor beras dibuka kembali? (21-28 September 2005) | ||
Ya | ||
24.95% | 116 | |
Tidak | ||
70.32% | 327 | |
Tidak tahu | ||
4.73% | 22 | |
Total | 100% | 465 |
PEMERINTAH melontarkan bola panas ba-ru, yaitu impor beras. Rencana untuk mengimpor 250 ribu ton beras dari Thailand itu terungkap sejak awal bulan ini.
Menteri Perdagangan Mari Elka Panges-tu menyatakan rencana itu merupakan antisipasi pemerintah terhadap kenaikan har-ga beras. Menjelang akhir tahun ini, ada be-berapa kejadian yang diperkirakan akan memicu kenaikan permintaan atas beras, seperti kenaikan harga BBM, Lebaran, Natal, dan Tahun Baru.
Departemen Perdagangan sendiri hingga kini belum menerbitkan izin untuk me-ng-impor beras. Mari mengakui bahwa im-por saat ini tak perlu karena harga beras dan stok nasional (dua ukuran tentang perlu--tidaknya impor beras) masih aman.
Bagaimanapun, agenda impor beras- te-lanjur menyulut kontroversi. Ketua Dewan Ketahanan Pangan Nasional Depar-te-men Pertanian Kaman Nainggolan me--nga-ta-kan, stok yang ada di tangan masyarakat dan pemerintah ditaksir sekitar 3,1 juta ton setara beras. Stok yang ada di masyarakat di--taksir 1,6 juta ton, sedangkan yang ada di gudang Bulog mencapai 1,55 juta ton setara beras.
Impor semakin dirasa tak perlu karena tahun ini Indonesia diperkirakan meng-alami surplus beras—angka produksi beras lebih tinggi daripada angka konsumsi beras. Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan memperkirakan surplus beras Indonesia 2 juta ton.
Jika benar stok beras aman-aman saja dan Indonesia mencatat surplus beras tahun ini, tentu impor beras akan menggerus kan--tong petani. Padahal, selama setahun ter-akhir, daya beli petani, yang sering di-ukur dengan indeks nilai tukar petani, telah mengalami kemerosotan.
Seorang responden Tempo Interaktif di Ja-karta, Yayat Suyatman, menyatakan tidak setuju dengan kebijakan impor beras. ”Kalau tidak dari pemerintah kita sen-di-ri, siapa lagi yang akan membela dan melin-dungi serta memberi kesempatan para pe--tani kita untuk lebih baik dari keterpu-rukannya dalam kehidupan mereka sebagai petani. Kalau keran impor dibuka, bagaimana mereka bisa bertahan? Lha wong harga beras mereka pasti tertekan oleh harga beras dari luar,” ujarnya.
Indikator Pekan Ini: Pemerintah mengumumkan kenaikan har-ga bahan bakar minyak pekan lalu. Kenaikan harga berkisar 87,5 persen hingga 186 persen, atau jika dirata-rata lebih da-ri 120 persen. Premium, bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan bermotor, harganya naik menjadi Rp 4.500 per liter dari Rp 2.400 per liter. Sementara harga solar naik menjadi Rp 4.300 per liter dari Rp 2.200 per liter. Dengan kenaikan harga BBM ini, otoma-tis biaya hidup akan naik. Berbagai solusi untuk menghemat kembali diperbincangkan. Pekan depan, jajak pendapat Tempo Interaktif akan mengundang Anda untuk memberi tanggapan atas salah satu ide penghematan, yaitu menggunakan ken-dara-an umum. Apakah Anda akan beralih mengguna-kan kendaraan umum setelah kenaikan har-ga bahan bakar minyak yang signifikan? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo