HARI raya Maulud tahun ini, jatuh 9 Pebruari. Tepat malam Jum'at
Kliwon. Sejak seminggu sebelum ini, hotel-hotel di Kota Cirebon
sudah dibooking pendatang-pendatang luar kota yang ingin
berziarah. Bahkan seminggu sebelum itu pula, di sekitar makam
Sunan Gunung Jati (beberapa kilometer di luar kota Cirebon),
siang malam orang sudah berziarah. Puncak acara di makam itu
adalah pada malam Jum'at Kliwon itu. Penziarah umumnya orang
Tionghoa.
Bulan Syafar dan Maulud bagi penduduk Kabupaten Cirebon adalah
bulan sibuk. Selamatan dan upacara dalam harihari menjelang
Maulud, telah mentradisi. Dan kalau tampak banyak sekali
pengemis -- sebagian besar dilakukan anak-anak kecil -- jangan
risau. Para pengemis musiman ini biasanya berjalan berkelompok
sebanyak 3 atau 4 orang anak. Kalau dijumlah, bisa mencapai
angka 200-an dan keluar bagaikan laron setiap hari Selasa dan
Rabu selama bulan Syafar.
Para pengemis amatir ini biasanya berasal dari Desa Gunung Jati,
di mana terdapat makam Sunan Gunung Jati. Beramai-ramai mereka
berjalan menuju Kota Cirebon yang jaraknya sekitar 5 Km dan
pergi dari rumah ke rumah berikutnya dengan ucapan senada "Tawur
ji, tawur. Selamet dawa umur. . . " Maksudnya ialah agar semua
orang berdoa supaya sang Syeh ini panjang umur. Yang dimaksud
Syeh adalah Syeh Siti Jenar alias Syeh Lemah Abang.
Koor "tawur ji, tawur" tak akan berhenti sebelum yang punya
rumah memberi uang recehan. Para nyonya rumah biasanya pada
hari-hari serbuan para pengemis ini sudah siap dengan uang
kecil. Sebab paling tidak tiap rumah akan kedatangan 6 atau 8
kelompok pengemis di hari-hari Selasa dan Rabu, selama bulan
Syafar. Lantas berapa banyak hasil mereka sehari? "Tidak
banyak," jawab salah seorang anak.
Paling tidak mereka dapat Rp 300 hasil keliling selama sehari.
Kalau grup terdiri dari 3 orang, jadi Rp 100 setiap orang. Kalau
mereka rajin beroperasi selama sebulan, berarti 4 kali hari
Selasa dan Rabu, hasil dari tawur ji ini setiap anak akan
mengantongi Rp 800. Cukup berarti.
Kebiasaan mengemis ini mempunyai cerita sendiri. Alkisah ratusan
tahun yang lalu di bulan Syafar di hari-hari Selasa dan Rabu,
Syeh Lemah Abang alias Syeh Siti Jenar menderita sakit keras.
Syeh yang juga jadi salah seorang tokoh di kalangan Walisanga
ini, telah memhuat bingung murid-muridnya. Sebab kalau nyawa
Syeh Siti Jenar putus usia berarti gagallah rencana beliau untuk
duduk sebagai Wali ke-9. Berbagai usaha dilakukan para murid
untuk menjauhkan maut dari Syeh Siti Jenar.
Salah satu usaha murid yang setia ialah mengadakan doa dari
rumah ke rumah dengan ucapan antara lain "Tawur ji, tawur.
Selamet panjang umur." Dan kebiasaan ini tetap diteruskan bahkan
dengan improvisasi mengemis segala. Rumah-rumah yang didatangi
jarang menolak permintaan mereka, karena akan dianggap menentang
tradisi dan mungkin akan tidak selamat.
Puncak dari semua acara ialah hari terakhir di bulan Syafar.
Tahun ini jatuh pada hari Rabu, 31 Januari. Pada hari terakhir
tahun Islam ini diadakan upacara Ngirab. Tengah malam menjelang
hari terakhir bulan Syafar, berkumpullah ratusan orang dari
berbagai tempat di dekat sebuah makam di pinggir Kali Suba.
Tempat ini konon tempat bertapa Sunan Drajat, salah seorang dari
Wali Sembilan. Letak kompleks ini di daerah Kesambi, Cirebon
Selatan.
Nadran
Upacara tengah malam ini dimulai dengan tahlilan di pasarean
Sunan Drajat dipimpin Juru Kunci Syahruddin (30 tahun). Lama
tahlilan: separuh malam ini sampai matahari pagi menampakkan
diri. Pengikut tahlil yang tidak memicingkan mata semalam
suntuk ini kemudian mandi di Kali Suba. Dulu maksudnya untuk
mensucikan diri, sebab setelah mandi kemudian mengambil air wudu
untuk sembahyang.
Belum lama ini ribuan orang telah datang berziarah ke makam
Sunan Drajat, sunan terakhir dari "grup" Wali Sanga "Pengunjung
biasanya mencapai 20.000 orang dari sekitar Cirebon sampai
Sumedang," cerita Syahruddin, masing-masing dengan maksud
sendiri-sendiri." Petilasan Sunan Drajat jadi ramai. Orang
berjualan makanan juga panen. Upacara mandi yang disebut ngirab
ini juga menjadi lain artinya. Menurut Syahruddin, orang percaya
bahwa mandi di Kali Suba pada hari itu berarti "membuang sial,
yang sulit dapat jodoh bisa cepat dapat pasangan." Juga ada
pejabat pemerintah yang mengharapkan agar cepat naik pangkat,
supaya awet muda dan banyak lagi permintaan yang biasanya cuma
dikatakan dalam hati.
Pemandangan biasanya bercampur baur dengan orang yang
betul-betul berniat sesuatu atau hanya sekedar cuci mata saja.
Suasana jadi cukup seronok. Mereka mandi di air yang coklat itu.
Tapi di semak-semak banyak pasangan memadu janji. Apalagi yang
mandi itu kebanyakan para wanita, yang biarpun tidak seluruhnya
lepas baju (dan mereka membawa baju ganti yang kering) adalah
pemandangan gratis yang cuma didapati setahun sekali.
Belum lagi ada upacara lain yang namanya nadran. Upacara di
sungai yang sama ini dilakukan oleh serombongan nelayan dari
kampung Pegambiran dan Pesisir. Mereka melayarkan perahunya di
Kali Suba tersebut. Harapan mereka ialah agar tangkapan ikan
yang akan datang bisa lebih banyak.
Juru Kunci Syahruddin juga sibuk hari itu. Ayah dari 3 orang
anak ini cukup repot melayani orang yang minta berkah. Semua
diurus Syahruddin. Mereka biasanya dibawa ke sebuah bangunan di
tengah-tengah kompleks pemakaman Kesambi. Di dalam bangunan itu
ada sebuah makam bernisan sepanjang sekitar 2 meter. Makam ini
ditutupi kain putih konon dulu tempat Sunan Drajat bertapa.
Para peziarah berdoa dan seusai berdoa, tidak lupa mereka
menyelipkan beberapa lembar kertas bergambar Sudirman rata-rata
setiap orang Rp 200 atau Rp 500. Sebagai tanda terimakasih
kepada Syahruddin. Tapi dari sekitar 20.000 pengunjung yang
memenuhi petilasan Sunan Drajat, "hanya sekitar 40% saja yang
berziarah ke mari," ujar Syahruddin.
Rezeki hari itu juga dinikmati Pemda setempat. Yaitu dari hasil
parkir kendaraan (Rp 25 untuk sepeda, Rp 50 bagi sepedamotor dan
Rp 100 untuk mobil. Sebab tidak kurang dari 1.000 buah sepeda
diparkir dan ratusan sepeda motor dan mobil, memenuhi kampung
Kesambi. Rezeki dari para Walisanga rupanya belum juga punah
hingga kini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini