Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pembedaan Warga Negara: Rasialis?

Status kewarganegaraan RI keturunan Tionghoa dalam persetujuan RI-RRC yang dibatalkan sepihak oleh RI sering merupakan sumber perlakuan yang berbeda. Hal ini tidak sesuai dengan Pancasila.(kom)

17 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEHUBUNGAN dengan tendens untuk membeda-bedakan warganegara berdasarkan keturunan yang disinyalir oleh beberapa pihak, bersama ini saya ingin mengemukakan hal-hal berikut ini: 1. Undang-Undang Dasar R.I. tahun 1945 dalam pasal 26 menetapkan kewarganegaraan orang asli, kewarganegaraan orang bukan asli harus ditetapkan dengan undang-undang. 2. Mengingat akan pasal tersebut diundangkan Undang-Undang No. 3/1946 jo. No. 6/1947 jo. No. 8/1947 jo. No. 11/1948 yang menetapkan: warganegara R.l. adalah: a. Orang yang asli b. Orang yang bukan asli yang lahir di wilayah RI yang menetap (Ius Soli) dan tidak menolak setelah dewasa. 3. Persetujuan KMB (27 Desember 1949) tentang pembagian warganegara (yang sudah ada) tidak merobah/mengganti UU No. 3/1946 yang berlaku terus sampai diganti dengan tegas oleh Undang-Undang lain. Pembatalan persetujuan KMB seluruhnya oleh RI (tahun 1956) juga tidak mempengaruhi berlaku terusnya UU No. 3/1946 sampai diganti dengan tegas oleh Undang-Undang lain. 4 Perbedaan azas Undang-Undang kewarganegaraan RI (Ius Soli) dan Undang-Undang kewarganegaraan RRC (lus Sanguinis) dan negeri-negeri lain (misalnya Arab) melahirkan persoalan dwi-kewarganegaraan. Dengan RRC diadakan persetujuan (UU No. 2/1958) yang bermaksud meniadakan persoalan tersebut. Adalah nyata tegas dari Formulir V dan VI yang dikeluarkan oleh RI berdasarkan persetujuan tersebut sebagai surat bukti kewarganegaraan RI bahwa pada waktu itu azas Ius Soli dipertahankan oleh RI: seorang anak yang lahir di dalam wilayah RI dan menetap, biarpun orang tuanya asing, ya, bahkan walaupun ditolakkan kewarganegaraan Indonesianya dapat memilih menjadi kembali warganegara RI dengan melepaskan kewarganegaraan RRC ayah/ibunya. Tidak disebut bahwa hal itu hanya berlaku untuk anak yang lahir sampai 27 Desember 1949 berdasarkan KMB, yang bukan merupakan dasar bagi persetujuan RI-RRC. 5. Pembatalan persetujuan RI-RRC oleh RI (UU No. 4/1969) tidak mempengaruhi berlakunya UU No. 3/1946 sampai dengan tegas diganti oleh UU No. 62/1958 tentang kewarganegaraan pada 1 Agustus 1958, yang berazas Ius Sanguinis. Hal ini berarti: semua anak yang lahir di dalam wilayah RI sebelum 1 Agustus 1958 dan menetap walaupun orang tuanya asing adalah Warganegara RI (Ius Soli). 6. Pasal XII dan XIII persetujuan RI-RRC memerlukan perundingan di antara kedua belah pihak bila terdapat perselisihan, maka pembatalan persetujuan sepihak oleh RI tanpa perundingan dapat berakibat tidak diakuinya persetujuan tersebut oleh RRC sejak permula. Dengan demikian apakah "Surat Kewarganegaraan" yang dikeluarkan berdasarkan persetujuan tersebut dasar hukumnya tidak menjadi kabur maka harus diganti oleh Surat Bukti lain sama untuk semua warganegara dan berdasarkan perundangan RI sendiri? 7. Oleh karena pembatalan persetujun RI-RRC oleh RI dengan otomatis orang kembali ke perundangan kewarganegaraan RI tanpa restriksi, seolah-olah persetujuan tersebut tidak pernah diadakan. Perobahan dan/atau penyimpangan dari perundangan kewarganegaraan RI yang ada hanya dapat dilakukan dengan Undang-Undang. Hal ini berarti: sejak 17 Agustus 1945 sampai 1 Agustus 1958 berlaku UU No. 3/1946 jo. UU No. 6/1947 jo. UU No. 8/1947 jo. UU No. 11/1948 dan sejak 1 Agustus 1958 berlaku UU No. 62/1958. Pasal 1 a UU No. 62/1958 mengukuhkan kewarganegaraan RI yang diperoleh berdasarkan perundangan yang berlaku sejak 17 Agustus 1945, yaitu UU No. 3/1946. 8. Status kewarganegaraan RI keturunan Tionghoa oleh karena persetujuan RI-RRC dan pembatalannya oleh RI sepihak maka menjadi kabur dan sering merupakan sumber komersialisasi dengan segala akibatnya yang buruk, karena adanya peraturan simpang siur yang tidak bertarap Undang-Undang dan tafsirannya sering bertentangan dengan UU No. 3/1946, yang berdasarkan UUD RI 1945 tetapi oleh beberapa instansi dianggap "dengan tidak tegas tidak berlaku lagi", satu institut yang tidak dikenal dalam sistim hukum dan perundangan RI. 9. Kekaburan tersebut dapat ditiadakan dengan pengeterapan Undang-Undang No. 3/1946 yang berdasarkan Ius Soli secara konsekwen sampai ia diganti oleh UU No. 62/1958 pada 1 Agustus 1958, yang berdasarkan Ius Sanguinis. Oleh karenanya, semua anak yang lahir di dalam wilayah RI sebelum 1 Agustus 1958 dan menetap adalah warganegara RI kecuali bila menolak setelah dewasa. Persoalan dwi-kewarganegaraan yang mungkin timbul sudah diselesaikan oleh pasal I Peraturan Penutup UU No. 62/ 1958, yang hanya mengakui kewarga negaraan RI dalam wilayah RI, bila orang juga mempunyai kewarganegaraan lain 10. Kebijaksanaan Pemerintah dalam kebijaksanaannya membina kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia (Nation Building), sewajarnya diarahkan ke pembaruan, ke integrasi dan asimilasi semua golongan, asli dan bukan asli, dalam satu natie, ke realisasi Pancasila, ke Bhineka Tunggal Ika. Hal tersebut sewajarnya dilaksanakan dengan "semangat kembali ke Undang-Undang Dasar 1945", yang tidak saja menjiwai UU Dasar 1945, tetapi juga Maklumat Politik 1 Nopember 1945, dan UU No. 3/1946. Perlakukanlah warganegara keturunan asing (Tionghoa) sama dengan warganegara keturunan asli atau keturunan lain sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar RI. Rasialisme tak akan membawa penyelesaian seluruh warganegara tak perduli keturunan, suku, agama dan lainlain sebagainya harus meresapi dan menghayati Pancasila. Inilah yang menetapkan Kesatuan dan Persatuan Bangsa Indonesia, seperti juga di semua negara lain yang demokratis. M H. HUSINO SH Jl. Raya Mangga Besar SH Jakarta Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus