?Pada masanya nanti, ketika tak ada lagi era orang kuat di Indonesia, calon presiden seharusnya berkampanye sebelum dipilih oleh MPR.? Kata-kata ini keluar dari bibir A. Dahlan Ranuwiharjo dalam sebuah seminar di Kampus Universitas Indonesia, awal April 1990.
Gagasan ini menggema, lalu bersahut-sahutan. Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Golkar, Rachmat Witoelar, beranggapan boleh-boleh saja fraksi di MPR memperkenalkan calonnya sebelum sang calon dipilih lewat sidang umum. Tapi perihal boleh-tidaknya calon presiden mengkampanyekan programnya ke masyarakat tetap menjadi perdebatan. Keberatan pertama meluncur dari Presiden Soeharto, satu-satunya kandidat kuat presiden untuk kesekian kalinya di Indonesia.
Menurut Soeharto, presiden adalah mandataris MPR. Jadi, kalau seorang calon presiden berkampanye, itu berarti tidak melakukan keputusan MPR, tapi keputusannya sendiri.
Tapi, ketika presiden dipilih langsung seperti sekarang, ucapan Dahlan Ranuwiharjo menemukan tempat bersemainya. Bahkan Komisi Pemilihan Umum membuat jadwal dan aturan soal kampanye, lengkap dengan sanksinya segala macam. Jadilah kelima pasangan calon presiden- wakil presiden menghilir-mudiki Indonesia, meneriaklantangkan program-programnya. Termasuk jualan kecap lewat debat kandidat dan iklan di berbagai media massa. Semoga benar kata Dahlan Ranuwiharjo, era orang kuat sudah berlalu. Dan anak bangsa semakin cerdas, tak mau beli kucing dalam karung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini