Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Tentang budaya sasak

19 Januari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terima kasih atas perhatian TEMPO yang telah memuat salah satu aspek "budaya" masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat (TEMPO, 8 Desember 1990, Selingan). Perlu diketahui, tulisan tersebut telah membuat masyarakat Lombok gelisah dan merasa tersengat ulu hatinya karena ulasannya sangat merusak citra etnis Sasak, yang berjumlah sekitar dua juta orang itu. Dari tulisan "Ingin Dikagumi Jadilah Maling", orang akan beranggapan bahwa ada "budaya" maling di masyarakat Lombok. Kemudian orang Sasak distereotipkan dengan "maling". Benarkah demikian? Tidakkah ini suatu pemberitaan yang terlalu sensasional. Ada beberapa kelemahan dari tulisan tersebut yang perlu saya jelaskan: 1. Generalisasi. Maling ada di mana-mana di seluruh dunia. Sama juga dengan perjudian, pelacuran, penipuan, pembunuhan, dan aneka kejahatan lainnya. Lalu adakah suatu etnis, komunitas, folk dapat begitu saja dikatakan "berwarisan budaya" salah satu atau lebih dari bentuk kejahatan tersebut? Inilah kegegabahan yang kelewat batas. Kegegabahan yang menyakitkan dan mengarahkan pada SARA. Suatu contoh, kita menemui banyak pengemis di Masjid Agung Solo dan di obyek wisata di Jawa Tengah. Dapatkah kita mengatakan bahwa masyarakat Jawa Tengah berwarisan budaya "pengemis"? Tentu sangat ceroboh kalau kita mengatakan demikian. 2. Informan yang diwawancarai adalah orang awam yang tidak menguasai seluk-beluk budaya Lombok. Mereka tak punya wawasan. Bertutur asal ngucap saja, tanpa bertanggung jawab. Dan mereka juga bukan tokoh masyarakat seperti yang disebut penulis. Akibat lemahnya informan itu, apa yang dikatakannya lebih banyak "ngawur". Keterangan informan mengenai Kutika dan ilmu mistik bersifat masa lalu. Lebih buruk lagi mereka menganggap ilmu-ilmu mistik itu hanya berkaitan dengan kegiatan curi-mencuri dan kejahatan. Perhatikan penonjolan gambar papan kutika (astrologi kuno) dan ilmu sirep yang konon menjadi aji sakti si maling. Dalam ilmu wariga (primbon) yang kandungan isinya sangat luas dan beraneka ragam itu, antara lain terdapat pembagian waktu keberuntungan dan kesialan. Ada saat-saat berpergian -- saat rijalullah -- naga hari -- palintangan -- jodoh -- firasat -dan banyak lagi hal yang bersifat ramalan. Kita tahu bahwa ilmu wariga ini bukan hanya ada pada orang Sasak. Ilmu ini juga ada di Bali, Jawa, Sunda, Batak, dan hampir pada semua suku di Nusantara ini. Bahkan di dunia -terutama dunia Timur. Kegunaannya untuk mencari kemaslahatan, keuntungan, kemenangan perang, mencari obat, berdagang, ber- pergian, dan berbagai upaya mencari "kebaikan" lainnya. Adapun kalau dipakai untuk kejahatan, itu urusan moral orang seorang, bukan warisan budaya atau tradisi. Kelemahan para informan ini akhirnya membuat segala hal menjadi runyam, absurd, dan mengacaukan pengertian. 3. Mengaitkan tindak pidana pencurian dengan adat perkawinan Sasak, yang disebut merariq (kawin lari) adalah tidak relevan. Merariq adalah suatu tradisi yang diperlengkapi dengan berbagai aturan, tata krama persyaratan yang disebut "awig-awig". Awig-awig itu harus dilaksanakan, harus ditapak sejak awal hubungan laki-laki dan wanita. Jadi, bukan asal curi dan lari saja. Ia bukan perbuatan "mencuri" seperti yang dikehendaki oleh pasal hukum pidana. Kami akui memang banyak kalangan awam yang menyebut tradisi "kawin lari" dengan istilah "memaling". Istilah itu tidak bisa dipertanggungjawabkan secara budaya. Ia lebih bersifat folklor berkonotasi negatif, atau humor kasar. Anggapan karena suku Sasak bertradisi merariq, lalu disejajarkan dengan berbudaya maling, ini adalah sangat tidak bersendi. L. GEDE PARMAN Direktur Yayasan Pengembangan Kebudayaan dan Kepariwisataan Nusa Tenggara Barat * Dalam Selingan itu, banyak sekali keterangan waktu masa lampau. Jadi, kisah itu memang kisah masa lalu, bukan sekarang seperti yang ditulis Muh. Kamsum (TEMPO, 29 Desember 1990, Kontak Pembaca) -- Red.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus