Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENGIKUTI dan mendengar acara Today’s Dialogue, Selasa 22 Oktober 2002, pukul 21.00–22.00 WIB di Metro TV dengan presenter Irma Hutabarat dan narasumber Ketua PB HMI Kholis Malik, Ketua GP Ansor Munawar Noeh, dan mantan Ketua Hammas Indonesia M. Alfian Tanjung, dengan tema ”Sikap Islam terhadap Terorisme”, lalu-lintas dialog itu berkaitan dengan statemen bertubi-tubi dari Amerika dan Australia yang cenderung memojokkan Islam—bukan hanya umat, tetapi juga Islam sebagai agama—sebagai akibat dari pengeboman di Bali.
Alfian Tanjung lalu menjelaskan persepsinya tentang PBB, yang cenderung mengikuti kehendak majikannya, yakni Amerika. Sementara itu, sekarang sweeping terjadi terhadap umat Islam di mana-mana, di Australia, Amerika, termasuk di Bali sendiri. Dalam dialog itu diucapkan kalimat, ”Gereja Katolik menginstruksikan untuk melakukan sweeping pada saat hari peledakan.”
Saya, sebagai salah satu umat Katolik, merasa prihatin dengan anak kalimat terakhir itu. Malam itu saya berusaha mengontak via telepon ke Metro TV untuk bertanya langsung dalam tayangan tersebut. Sayang, tidak berhasil karena saluran telepon selalu sibuk.
Pada 13 Oktober 2002, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) sebagai hierarki tertinggi umat Katolik di Indonesia telah mengeluarkan pernyataan yang disiarkan secara nasional melalui media cetak dan elektronik sehubungan dengan peledakan bom di Bali. Isinya, mengungkapkan rasa keprihatinan, turut berbela sungkawa, serta doa untuk para korban yang meninggal ataupun yang menderita luka, dan seruan moral dan kemanusiaan. Seruan itu tidak ada sangkut-pautnya dengan agama yang dianut oleh pelakunya atau dengan kelompok dari mana mereka berasal. Kemudian, KWI mengajak umat Katolik Indonesia agar tidak terpancing oleh roh perpecahan dan kebencian yang tersebar melalui berita-berita yang tidak berdasar dan uraian-uraian yang tidak bertanggung jawab.
Pada tanggal yang sama, Uskup Denpasar sebagai pemimpin Gereja Katolik di Bali juga mengeluarkan ”Seruan Moral dan Kemanusiaan”, terdiri dari empat butir yang substansinya tidak jauh berbeda dengan pernyataan KWI.
Dalam suasana keprihatinan yang belum usai dari rentetan peristiwa pengeboman yang pernah terjadi di beberapa kota di Indonesia yang sampai saat ini belum terungkap siapa pelakunya, peristiwa pengeboman di Bali sangat menyedihkan dan menambah beban kita sebagai warga bangsa yang masih terpuruk akibat krisis multidimensional, serta belum tuntasnya konflik vertikal dan horizontal di beberapa wilayah Indonesia.
Maka, alangkah bijaksananya jika kita sebagai warga bangsa bersama-sama menciptakan suasana kondusif, dengan ucapan ataupun komentar yang menyejukkan, agar antar-warga bangsa tidak ada rasa saling curiga, agar segera terwujud benih-benih persaudaraan sejati dan kebersamaan dalam menghadapi kemiskinan, ketidakadilan, dan masih banyak lagi tantangan yang harus kita selesaikan bersama.
Karena itu, berlandaskan itikad baik serta kejujuran, saya mempertanyakan ucapan Saudara Alfian Tanjung tersebut. Gereja manakah yang Saudara maksud? Informasi itu Saudara peroleh dari sumber berita mana? Apakah dari sumber berita yang layak dipercaya dan bisa dipertanggungjawabkan? Ucapan Saudara, apabila didengar oleh pemirsa yang tak mampu mencerna secara rasional dan dengan hati nurani yang jernih, akan memberi kesan seolah-olah benar dan tak menutup kemungkinan berimplikasi negatif.
A. DJOKO WIYONO
Anggota FUG-MPR RI C.650
(1999-2004)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo