Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Usul untuk pemakaman umum

31 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tidak hanya Saudara Ria Agung yang tergelitik oleh surat wasiat N.H. Dini (TEMPO, 17 Agustus 1991, Kontak Pembaca), tapi juga saya atau ribuan pembaca TEMPO lainnya. Sehingga, hal itu mengingatkan saya ke masa lima tahun lalu. Waktu itu, kami berdiskusi tentang mana yang lebih efisien, jenazah dikubur atau dibakar. Diskusi tersebut tidak formal, namun diikuti oleh pemeluk berbagai agama: Hindu, Budha, Kong Hu Cu, Kristen, dan mayoritas Islam. Hasilnya, terserah masing-masing kepada keinginan atau keyakinan masing-masing. Dengan kata lain, tidak ada hasilnya. Hal ini terus mengusik nurani saya. Sebagai seorang muslim, saya berpendapat bahwa penyelesaian terbaik: mayat harus dikubur. Namun hal itu terbentur pada persediaan areal tanah pekuburan, yang pada seratus tahun lagi akan berlipat ganda. Sekarang saja, sering terjadi sewaktu menggali kubur di pekuburan umum kita temukan kerangka mayat yang sudah lama dikubur, yang batu nisannya sudah hilang atau tidak terpelihara. Untuk mengatasi hal itu, saya mengusulkan sebagai berikut: 1. Di pemakaman umum, dibuat dua atau lebih perkuburan utama dengan ukuran 10 x 10 meter dengan kedalaman 30 sampai 50 meter. Di atasnya dipakai tembok beton yang kukuh dengan pintu yang didesain sedemikian rupa untuk menanamkan jasad yang tinggal tulang-belulang. 2. Untuk orang yang baru meninggal, kuburkanlah secara biasa. Setelah 5 atau 7 tahun, kerangkanya diangkat dan dipindahkan ke kuburan utama. Tentu saja kerangka itu dibungkus lagi dengan kain kafan dan tata caranya menurut syariat. 3. Kerangka laki-laki dan kerangka perempuan dipisahkan. Bahkan, kalau lahannya masih memungkinkan, anak-anak usia 1 sampai 17 tahun juga dipisah. Dalam pelaksanaanya nanti, para petugas pekuburan diatur oleh pemerintah, sehingga siapa saja yang sudah disemayamkan di pekuburan dapat diketahui nama dan data lengkapnya. Dengan demikian, kita mendapat beberapa keuntungan. Pertama, dalam pekuburan utama akan terlambangkan persamaan derajat selaku sesama makhluk ciptaan Tuhan: hilang rasa kesukuan, asal usul, derajat duniawi, dan lain-lain. Setiap peziarah akan menuju ke satu kompleks, sehingga bisa bersilaturahmi. Bahkan bisa juga berdoa bersama-sama. Kedua, tak perlu melipatgandakan tanah pekuburan. Ketiga, tanah pekuburan dapat ditata sedemikian rupa, bisa ditanami dengan berbagai bunga yang indah untuk melambangkan ketenteraman dan fidausi. Saya rasa ide kecil ini bisa direnungkan dan dikembangkan untuk menambah khazanah negeri kita. ENCEP HAYYAT BUDIMAN Jalan Babakan Hanja No. 182/A RT 02/X Blok A Desa Majasetra Majalaya 40382 Jawa Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus