Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Video Medan-Banda Aceh

Para pengusaha bis malam Medan-Aceh berlomba memasang video dan ac di bisnya. Perusahaan bis yang bervideo untung. Nasib awak bis belum baik.

22 Agustus 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PETANG itu, 9 Agustus, udara amat panas. Suhu tercatat 34ø C. Tetapi penumpang yang menunggu di dalam bis Medan-Banda Aceh itu tetap tenang. Beberapa orang bahkan tertidur. Yang lain, bukan saja membuka mata lebar-lebar, tapi juga menggoyang-goyangkan tubuh mengikuti lagu-lagu "panas". Suara Suzie Quatro atau Olivia Newton John menenggelamkan penumpang kendaraan umum itu. Tak berapa lama, sambil melihat jam di pergelangan tangannya, terdengar suara kondektur: "Kita berangkat". Tepat pukul 13.30 --sesuai dengan jadwal. Bis itu pun meninggalkan terminal Medan. Setelah bis melewati perbatasan Sumatera Utara - Aceh, yaitu di Langkat -- Tamiang yang beraspal mulus, tiba-tiba terdengar suara tembakan gencar. Tetapi Jafar Sidiki, 37 tahun, sopir bis dari ATS (Aceh Transport) yang bernomor 007 itu, tetap tenang melarikan bisnya di atas kecepatan 60 km/jam di atas jalan mulus. Ramli Cunda, seorang pedagang kain, membangunkan temannya yang terlelap di sebelahnya. "He, Leman, bangun," ujar Ramli, "video telah mulai. Sekarang film Jango." Memang Gila Bis malam dengan hiburan film video? "Benar," ujar Hanafiah, 47 tahun, Direktur Utama ATS, "untuk seluruh Indonesia, ATS-lah pelopor bis ber-video." Pada mulanya perusahaannya hampir kehabisan napas untuk beroperasi. Tapi pada Agustus 1980, Hanafiah mendapat akal. Ketiga puluh sembilan tempat duduk bis merk Mercedez Benznya ia setel bagaikan kursi pesawat terbang. Lalu, kendaraan itu ia lengkapi pula dengan AC dan kipas angin. Selanjutnya, tak hanya tape recorder yang dipasang, tapi juga sebuah tv 17 inci dengan alat video, di sebelah kiri di atas kepala sopir. Armada ATS ada 16 buah dan untuk sebuah Mercy dengan perlengkapan luks ini, menelan biaya Rp 28 juta. Tarif penumpang yang diizinkan pemerintah untuk rute Medan-Banda Aceh, Rp 7 per kilometer. Jarak di kedua kota tersebut ada 600 km, sehingga setiap penumpang dikenakan uang tambang Rp 4.500 sekali jalan. Semula, Hanafiah mengira, dengan tambahan fasilitas kenikmatan ini, ATS diizinkan menaikkan tarif. "Tapi setelah perusahaan lain ikut-ikutan pasang video," kata Hanafiah, "keinginan ini tidak terlaksana." Kini, di rute gemuk, Medan-Banda Aceh, para pengusaha bis berlomba merebut hati penumpang dengan pelayanan mewah. Lebih-lebih setelah jalan antara perbatasan Langkat-Tamiang ke Banda Aceh jadi mulus. Perusahaan-perusahaan angkutan penumpang baru pun bermunculan. Dan dengan daya tarik yang sama. Misalnya perusahan bis Melati, mengikuti cara ATS sejak Mei 1980. Dengan Mercy baru, armada Melati ini ada 20 buah, masing-masing lengkap dengan video. Untuk menarik penumpang, selama parkir di setiap terminal, Melati, tetap menghidupkan videonya. Akibatnya anak-anak penjaja makanan lupa akan barang dagangannya. Dan mereka lebih asyik nonton sepukul, demikian istilah di sana untuk menyebut video. Pemandangan serupa itu terjadi di terminal Langsa. Lhok Seumawe, Bireuen, Sigli sampai di terminal Seutui di Banda Aceh. "Memang gila penumpang sekarang," gerutu Ramon, 29 tahun, yang pernah jadi pemain belakang kesebelasan Persiraja, Banda Aceh. "Penumpang suka membatalkam keberangkatan bila diketahuinya bis itu belum mempunyai video," sambung Ramon. Dia kini jadi penjual karcis di perusahaan bis PMTOH (Perusahaan Motor Transport Onderneming Hasan). PMTOH yang didirikan 1956, mempunyai armada bis sebanyak 100 buah. Perusahaan ini melayani rute dari Medan ke seluruh plosok Provinsi Aceh. Tapi baru ada tiga buah bis PMTOH yang bervideo. Menurut rencana, setelah Lebaran, akan ada 15 buah bis yang bervideo. "Apa boleh buat," kata Nawawi Daud, 38 tahun, pimpinan cabang utama PMTOH Medan, "Semua itu sudah jadi tuntutan penumpang." Beberapa perusahaan sedang bersiap-siap pula menempelkan teve dan video. "Baru habis Lebaran kami melengkapi 4 bis kami dengan video," kata M. Isa, 35 tahun, petugas penjualan karcis bis Kurnia. Isa merasa tidak perlu tergesa-gesa, sebab yang penting, "semboyan kami, selamat sampai ke tujuan," ujar Isa. Tetapi seorang penumpang Kurnia mengeluh "Naik Kurnia memang terasa aman, karena sopirnya hati-hati. Tapi bis antar kota ini kini jadi bis antar tiang listrik." Artinya, bis-bis Kurnia tidak bisa menepati waktu sampai di tujuan, karena sering memungut penumpang yang menyetopnya di mana saja di sepanjang jalan. Jarak Medan-Banda Aceh biasanya ditempuh selama 12 jam. Para sopir melajukan kendaraannya di atas 60 km/jam. Kecepatan ini untuk menstabilkan dinamo karena tenaganya banyak disedot video dan AC. Meskipun begitu, penumpang yang asyik nonton, tidak peduli. Dalam setiap rute, biasanya diputar 3 film video, yang makan waktu sekitar 6 jam. "Dan inilah untungnya naik bis bervideo, " komentar Syahruddin, seorang detailman pabrik obat yang sering pulang-balik Medan-Banda Aceh. "Kalau saya nonton tiga film di bisokop, harus bayar karcis paling tidak Rp 3.000." Perusahaan bis bervideo ternyata untung ATS mengaku bisa untung bersih Rp 1,5 juta/bulan dan Melati mengaku Rp 2 juta/bulan. Sementara PMTOH dan Kurnia tidak bersedia mengumumkan keuntungannya. Tetapi tidak semua penumpang puas dengan adanya fasilitas video yang disewa Rp 4.500 tiap 3 copy film untuk setiap trip itu. Sebab sang sopir sering membikin gondok penumpang Seorang mahasiswa USU, Idohanta, 23 tahun, sempat naik darah ketika naik bis Melati nomor 12 dari Banda Aceh ke Medan. Ceriteranya demikian. Sejenak setelah meninggalkan terminal Seutui di Banda Aceh, sopir memasang film Inem Pelayan Sexy. Begitu memasuki Indrapuri di KM 24, sopir -- sambil mengaut penumpang di pinggir jalan -- memutar balik si Inem dari mula lagi. Penumpang yang lama, kesal. Protes penumpang tak dihiraukan. Ketika meninggalkan Bireuen (KM 212) sepotong Inem yang belum rampung itu dipenggal paksa. Diganti film Sgt. Pepper Lonely Heart Club Band. Film musik ini untung saja dapat mengobati kedongkolan sementara penumpang. Namun, para penumpang sedang asyik nonton si Sgt. Pepper ini, Melati nomor 12 berpapasan dengan bis Melati lainnya. Udin, sang sopir dari nomor 12 memberhentikan bisnya di tengah jalan. Dia turun dan bercakap-cakap dengan teman seprofesi. Tak berapa lama, Udin naik ke bisnya, dan trek, video dipenggal lagi dan Sgt. Pepper berpindah ke Melati yang lain. Film yang diputar di Melati 12 kini: Miss Universe. Karuan saja banyak penumpang yang mengajukan protes keras di tengah malam tersebut. Dengan sengit pula Udin menjawab: "Daripada nonton orang gondrong yang musiknya nggak ngerti, lebih bagus nonton paha." Di tengah lomba kemewahan untuk penumpang, bagaimana nasib para awak bis itu sendiri? ATS memberi gaji Rp 23 ribu untuk sopir utama, Rp 18 ribu untuk sopir cadangan dan Rp 14 ribu untuk kenek. Ini gaji satu trip pulang pergi. Setiap sopir, dan cadangan maupun kenek bertugas tujuh trip dalam sebulan. Melati menggaji Rp 20 ribu, Rp 17,5 ribu dan Rp 10 ribu. Kurnia menggaji Rp 17,5 ribu, Rp 13 ribu dan Rp 7,5 ribu. Sedangkan PMTOH Rp 20 ribu, Rp 15 ribu dan Rp 10 ribu. "Saya menggaji karyawan dengan pantas karena majunya ATS atas jasa mereka," komentar Hanafiah. Di perusahaan ini disiplin ketat diterapkan. Penumpang tidak boleh lebih dari 39 orang dan harus sampai di tujuan dalam waktu 12 jam untuk jarak Medan-Banda Aceh yang 600 km itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus