PETANG itu, 9 Agustus, udara amat panas. Suhu tercatat 34ø C.
Tetapi penumpang yang menunggu di dalam bis Medan-Banda Aceh itu
tetap tenang. Beberapa orang bahkan tertidur. Yang lain, bukan
saja membuka mata lebar-lebar, tapi juga menggoyang-goyangkan
tubuh mengikuti lagu-lagu "panas". Suara Suzie Quatro atau
Olivia Newton John menenggelamkan penumpang kendaraan umum itu.
Tak berapa lama, sambil melihat jam di pergelangan tangannya,
terdengar suara kondektur: "Kita berangkat". Tepat pukul 13.30
--sesuai dengan jadwal. Bis itu pun meninggalkan terminal Medan.
Setelah bis melewati perbatasan Sumatera Utara - Aceh, yaitu di
Langkat -- Tamiang yang beraspal mulus, tiba-tiba terdengar
suara tembakan gencar. Tetapi Jafar Sidiki, 37 tahun, sopir bis
dari ATS (Aceh Transport) yang bernomor 007 itu, tetap tenang
melarikan bisnya di atas kecepatan 60 km/jam di atas jalan
mulus. Ramli Cunda, seorang pedagang kain, membangunkan temannya
yang terlelap di sebelahnya. "He, Leman, bangun," ujar Ramli,
"video telah mulai. Sekarang film Jango."
Memang Gila
Bis malam dengan hiburan film video? "Benar," ujar Hanafiah, 47
tahun, Direktur Utama ATS, "untuk seluruh Indonesia, ATS-lah
pelopor bis ber-video." Pada mulanya perusahaannya hampir
kehabisan napas untuk beroperasi. Tapi pada Agustus 1980,
Hanafiah mendapat akal. Ketiga puluh sembilan tempat duduk bis
merk Mercedez Benznya ia setel bagaikan kursi pesawat terbang.
Lalu, kendaraan itu ia lengkapi pula dengan AC dan kipas angin.
Selanjutnya, tak hanya tape recorder yang dipasang, tapi juga
sebuah tv 17 inci dengan alat video, di sebelah kiri di atas
kepala sopir. Armada ATS ada 16 buah dan untuk sebuah Mercy
dengan perlengkapan luks ini, menelan biaya Rp 28 juta.
Tarif penumpang yang diizinkan pemerintah untuk rute Medan-Banda
Aceh, Rp 7 per kilometer. Jarak di kedua kota tersebut ada 600
km, sehingga setiap penumpang dikenakan uang tambang Rp 4.500
sekali jalan. Semula, Hanafiah mengira, dengan tambahan
fasilitas kenikmatan ini, ATS diizinkan menaikkan tarif. "Tapi
setelah perusahaan lain ikut-ikutan pasang video," kata
Hanafiah, "keinginan ini tidak terlaksana."
Kini, di rute gemuk, Medan-Banda Aceh, para pengusaha bis
berlomba merebut hati penumpang dengan pelayanan mewah.
Lebih-lebih setelah jalan antara perbatasan Langkat-Tamiang ke
Banda Aceh jadi mulus. Perusahaan-perusahaan angkutan penumpang
baru pun bermunculan. Dan dengan daya tarik yang sama.
Misalnya perusahan bis Melati, mengikuti cara ATS sejak Mei
1980. Dengan Mercy baru, armada Melati ini ada 20 buah,
masing-masing lengkap dengan video. Untuk menarik penumpang,
selama parkir di setiap terminal, Melati, tetap menghidupkan
videonya. Akibatnya anak-anak penjaja makanan lupa akan barang
dagangannya. Dan mereka lebih asyik nonton sepukul, demikian
istilah di sana untuk menyebut video. Pemandangan serupa itu
terjadi di terminal Langsa. Lhok Seumawe, Bireuen, Sigli sampai
di terminal Seutui di Banda Aceh.
"Memang gila penumpang sekarang," gerutu Ramon, 29 tahun, yang
pernah jadi pemain belakang kesebelasan Persiraja, Banda Aceh.
"Penumpang suka membatalkam keberangkatan bila diketahuinya bis
itu belum mempunyai video," sambung Ramon. Dia kini jadi penjual
karcis di perusahaan bis PMTOH (Perusahaan Motor Transport
Onderneming Hasan).
PMTOH yang didirikan 1956, mempunyai armada bis sebanyak 100
buah. Perusahaan ini melayani rute dari Medan ke seluruh plosok
Provinsi Aceh. Tapi baru ada tiga buah bis PMTOH yang bervideo.
Menurut rencana, setelah Lebaran, akan ada 15 buah bis yang
bervideo. "Apa boleh buat," kata Nawawi Daud, 38 tahun, pimpinan
cabang utama PMTOH Medan, "Semua itu sudah jadi tuntutan
penumpang."
Beberapa perusahaan sedang bersiap-siap pula menempelkan teve
dan video. "Baru habis Lebaran kami melengkapi 4 bis kami dengan
video," kata M. Isa, 35 tahun, petugas penjualan karcis bis
Kurnia. Isa merasa tidak perlu tergesa-gesa, sebab yang penting,
"semboyan kami, selamat sampai ke tujuan," ujar Isa. Tetapi
seorang penumpang Kurnia mengeluh "Naik Kurnia memang terasa
aman, karena sopirnya hati-hati. Tapi bis antar kota ini kini
jadi bis antar tiang listrik." Artinya, bis-bis Kurnia tidak
bisa menepati waktu sampai di tujuan, karena sering memungut
penumpang yang menyetopnya di mana saja di sepanjang jalan.
Jarak Medan-Banda Aceh biasanya ditempuh selama 12 jam. Para
sopir melajukan kendaraannya di atas 60 km/jam. Kecepatan ini
untuk menstabilkan dinamo karena tenaganya banyak disedot video
dan AC. Meskipun begitu, penumpang yang asyik nonton, tidak
peduli. Dalam setiap rute, biasanya diputar 3 film video, yang
makan waktu sekitar 6 jam. "Dan inilah untungnya naik bis
bervideo, " komentar Syahruddin, seorang detailman pabrik obat
yang sering pulang-balik Medan-Banda Aceh. "Kalau saya nonton
tiga film di bisokop, harus bayar karcis paling tidak Rp 3.000."
Perusahaan bis bervideo ternyata untung ATS mengaku bisa untung
bersih Rp 1,5 juta/bulan dan Melati mengaku Rp 2 juta/bulan.
Sementara PMTOH dan Kurnia tidak bersedia mengumumkan
keuntungannya.
Tetapi tidak semua penumpang puas dengan adanya fasilitas video
yang disewa Rp 4.500 tiap 3 copy film untuk setiap trip itu.
Sebab sang sopir sering membikin gondok penumpang Seorang
mahasiswa USU, Idohanta, 23 tahun, sempat naik darah ketika naik
bis Melati nomor 12 dari Banda Aceh ke Medan.
Ceriteranya demikian. Sejenak setelah meninggalkan terminal
Seutui di Banda Aceh, sopir memasang film Inem Pelayan Sexy.
Begitu memasuki Indrapuri di KM 24, sopir -- sambil mengaut
penumpang di pinggir jalan -- memutar balik si Inem dari mula
lagi. Penumpang yang lama, kesal. Protes penumpang tak
dihiraukan.
Ketika meninggalkan Bireuen (KM 212) sepotong Inem yang belum
rampung itu dipenggal paksa. Diganti film Sgt. Pepper Lonely
Heart Club Band. Film musik ini untung saja dapat mengobati
kedongkolan sementara penumpang. Namun, para penumpang sedang
asyik nonton si Sgt. Pepper ini, Melati nomor 12 berpapasan
dengan bis Melati lainnya. Udin, sang sopir dari nomor 12
memberhentikan bisnya di tengah jalan. Dia turun dan
bercakap-cakap dengan teman seprofesi.
Tak berapa lama, Udin naik ke bisnya, dan trek, video dipenggal
lagi dan Sgt. Pepper berpindah ke Melati yang lain. Film yang
diputar di Melati 12 kini: Miss Universe. Karuan saja banyak
penumpang yang mengajukan protes keras di tengah malam tersebut.
Dengan sengit pula Udin menjawab: "Daripada nonton orang
gondrong yang musiknya nggak ngerti, lebih bagus nonton paha."
Di tengah lomba kemewahan untuk penumpang, bagaimana nasib para
awak bis itu sendiri? ATS memberi gaji Rp 23 ribu untuk sopir
utama, Rp 18 ribu untuk sopir cadangan dan Rp 14 ribu untuk
kenek. Ini gaji satu trip pulang pergi. Setiap sopir, dan
cadangan maupun kenek bertugas tujuh trip dalam sebulan.
Melati menggaji Rp 20 ribu, Rp 17,5 ribu dan Rp 10 ribu. Kurnia
menggaji Rp 17,5 ribu, Rp 13 ribu dan Rp 7,5 ribu. Sedangkan
PMTOH Rp 20 ribu, Rp 15 ribu dan Rp 10 ribu.
"Saya menggaji karyawan dengan pantas karena majunya ATS atas
jasa mereka," komentar Hanafiah. Di perusahaan ini disiplin
ketat diterapkan. Penumpang tidak boleh lebih dari 39 orang dan
harus sampai di tujuan dalam waktu 12 jam untuk jarak
Medan-Banda Aceh yang 600 km itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini