Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Guru "Porno" Itu Mereka Cari

Pendidikan seks di STM Budhaya & sekolah-sekolah lainnya yang umumnya sekolah Katolik. Di sekolah-sekolah tersebut ada keharusan untuk mengikuti pendidikan seks. Keingintahuan para remaja tentang seks meningkat.

22 Agustus 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"HALO Pak Guru Porno," tegur beberapa murid STM Budhaya. Yang ditegur, Aloysius Soeryanto, 37 tahun, berkumis dan cukup tampan, cuma senyum-senyum saja. Pak Soeryanto di sekolah itu memang dikenal sebagai Pak Guru Pembina Pendidikan Seks. Ia sebenarnya seorang Sarjana Muda Geografi dari UI, tapi "saya pernah mendapat pelajaran psikologi dan etika," tutur ayah dari dua anak ini. Di STM Budhaya ini, sekolah Katolik, memang ada keharusan bagi siswanya untuk mengikuti pendidikan seks, yang biasanya diberikan pada tiap pembukaan tahun ajaran. Untuk tahun ini telah diberikan pada Januari yang lalu. Yang mengikuti siswa-siswa kelas 1. Meskipun ada guru pembina, tapi yang disebut "Pendidikan Seks" itu tidaklah termasuk di dalam kurikulum. Pendidikan ini juga hanya diberikan selama tiga hari. Meski begitu, ada keh?rusan untuk menyusun karya tulis. "Itu untuk mengetahui seberapa paham anak-anak itu," tutur Soeryanto pula. Dari sejumlah karya tulis yang masuk, memang nampak siswa STM Budhaya cukup paham dengan pelajaran yang didapat. Ini agaknya karena murid STM Budhaya kebanyakan berasal dari SMP Katolik, yang sebelum mereka lepas dari SMP telah pula diberi pendidikan jenis tersebut. Biasanga karya-karya tulis untuk pendidikan sek dimulai dengan uraian mengapa Tuhan memberikan alat kelamin dan napsu syahwat kepada manusia. Kemudian tentang pergaulam remaja dan cinta. Disambung dengan perbedaan biologis antara pria dan wanita, lengkap dengan gambar organ kelamin kedua jenis makhluk manusia ini. Tentu tak ketinggalan diterangkan pula proses kedewasaan pria dan wanita, dan apa yang terjadi dalam tahap itu. Lalu proses terciptanya bayi. Dan sebagai penutup biasanya -- sebelum kesimpulan -- ada uraian tentang penyakit kelamin. Bagaimana murid-murid itu memahaminya? Seorang siswa STM Budhaya yang masuk 1978, menulis tentang anugerah Tuhan itu, begini: "Mengapa harus ada hal yang tidak senonoh? Kalau semua itu dirangkaikan dengan riwayat ayah dan ibu kita sendiri, maka semua itu justru terlihat dan terasa luhur dan suci, bukan? . . . Ini semua adalah rencana Tuhan dalam mengembangkan manusia dan memenuhi bumi ini dengan segala makhluk ciptaannya, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan segala benda mati." JELAS, di situ napas keagamaan. Ini dibenarkan oleh Suster Trisnawati, 50-an tahun, Kepala Sekolah SMA Santa Angela, Bandung. "Pendidikan seks di sini disampaikan secara ilmiah, dengan penekanan pada aspek religiusnya, " katanya. Dan pendidikan itu di sekolah tersebut telah diberikan sejak tiga tahun yang lalu. Toh, Suster Trisnawati masih belum berani memberikan pendidikan tersebut kepada siswa kelas I. Ceramah hanya diberikan kepala siswa kelas III, seminggu sekali. Itu pun selama kuartal terakhir saja. Dengan demikian, praktis hasil pendidikan itu sukar dicek hasilnya. Tapi R.Y. Soebandi, Kepala Sekolah STM Budhaya, Jakarta, bisa bercerita bagaimana Ferbedaan anak didik sebelum dan sesudah mendapat pendidikan seks. "Biasanya, anak-anak didik saya sikapnya kasar terhadap wanita. Suka mengganggu, suka bersuit-suit," ceritanya. "Setelah mendapat pendidikan seks, sikap mereka terhadap wanita berubah lebih hormat." Tentu, yang diceritakan pak kepala sekolah hanyalah yang bisa dilihatnya sehari-hari di lingkungan sekolahnya. Tapi bagaimana anak-anak itu di luar sekolah, tak gampang diketahui. Seorang siswa sekolah tersebut punya cerita yang agak seram. Katanya, akibat pendidikan seks yang diterimanya pada kuartal terakhir di SMP, sebuah SMP Swasta di Jakarta, begitu lulus ia selalu digoda bayangan hubungan seks. Maka, bersama enam temannya, ia pun pergi ke sebuah tempat pelacuran, dan menyewa seorang pelacur. "Wah, ternyata tidak seenak yang saya bayangkan," ceritanya dengan terus terang. Maka, begitu mendapat pendidikan seks selama tiga hari di STM Budhaya, ia paham: "Ternyata hubungan seks harus didasari cinta kasih." Apalagi, dalam pendidikan itu diuraikan pula bahayanya penyakit kelamin. Apakah kemudian ia jijik terhadap seks? "Wah, ya, tidak," jawabnya, langsung. "Kalau seks itu menjijikkan, mengapa diciptakan laki-laki dan perempuan?" Anak ini jadi pintar rupanya. Lain di sekolah Katolik, lain pula di sekolah Islam. Baik Drs. Ngatio Haryanto, Kepala Madrasah Aliyah Negeri, Tanjungkarang, maupun Abdul Wahab, pimpinan SMA Taman Pendidikan Putri Khadijah, Surabaya, cukup menganggap llmu Fiqih telah memberikan segalanya tentang seks. "Semuanya ada di situ, tinggal bagaimana cara menyampaikannya kepada murid saja," kata Pak Ngatio. Agaknya, uraian tentang seks (mengapa ada, untuk apa, bilamana dibolehkan agama menggunakannya, dan lain-lain) yang di sekolah-sekolah Islam diajarkan sebagai bagian dari pendidikan agama, dirasa sangat aman. Tapi, memang di situ tak diuraikan, misalnya, bagaimana perbedaan organ kelamin pria dan wanita secara agak mendetil -- sebagaimana yang diberikan di sekolah-sekolah Katolik. Maka kata seorang siswi Aliyah di Tanjungkarang, kelas III IPA "Memang cukup paham tentang seks, walau sebenarnya masih remang-remang. " Bagaimana di sekolah Kristen? Di SMA Kristen, Dago, Bandung, Prof. Dr.Nasution, kepala sekolahnya, menolak pendidikan seks untuk murid-muridnya. Menurut Nasution, banyak masalah tersangkut dalam pendidikan itu. "Seks ada hubungannya dengan agama, sementara tiap agama meletakkan seks secara berlainan. Jadi susah," katanya. Agaknya ia berpendapat "lebih baik tak diberikan pendidikan seks, apabila tak benar-benar baik." Cuma, keingintahuan para remaja di kota besar tentang seks agaknya memang besar. Pekan lalu di SMA Bonaventura, Jakarta Kota, kebetulan sedang dilangsungkan pendidikan itu. Yang memberikan, selama tiga hari, Ibu Regina dari Pusat Kesejahteraan Keluarga, Keuskupan Jakarta. Dengan pemutaran slide segala macam, pengajaran memang jelas dan menarik. Dan Ibu Regina, yang berpengalaman memberikan soal ini kepada anak-anak SLTA, dengan tenang menghadapi keriuhan anak-anak apabila mereka ribut, karena ada pemaparan hal-hal "rahasia". DAN dari pendidikan ini, bisa di ketahui apa saja sebetulnya yang ingin diketahui para remaja itu, tapi selama ini dipendam saja karena tak tahu harus ke mana bertanya. Suster Regina membagikan kertas, dan mereka diminta bertanya tertulis tentang apa saja mengenai seks, tanpa menyebutkan nama masing-masing. Pertanyaan yang keluar memang macam-macam. Dari yang berat (seperti, "Mengapa bayi dalam kandungan bisa hidup"), sampai yang seram-seram, "Apakah terlalu sering mengadakan hubungan seks bisa impoten?"). Agaknya memang dirasakan kebutuhan pendidikan seks. Sebuah surat dari seorang remaja (Komentar, hal. 6) pun terus terang mengakui kebutuhan itu. Ini mendukung hasil angket TEMPO. Para responden menyatakan mendapat pengertian tentang seks kebanyakan dari buku/film (62,41%), kemudian dari teman (33,61%). Tapi ada kekhawatiran, jangan-jangan keingintahuan para remaja tentang seks justru meningkat, dan kemudian ingin mencobanya. Apalagi bila mereka tahu pula bagaimana menghindarkan diri dari kehamilan atau sakit kelamin. Nampaknya yang diperlukan bukan saja isi pendidikan, tapi kualitas si pendidik. Tak kalah penting ialah contoh orang tua: bahwa seks menghendaki juga kasih sayang dan saling menghormati. Semua itu tak mudah didapat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus