Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ada sebuah kisah mengenai Nabi Muhamamd SAW yang berkaitan dengan fenomena alam yaitu gerhana atau lebih tepatnya gerhana matahari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kisah ini dimulai ketika Rasulullah SAW membebaskan dan menikahi seorang budak perempuan yaitu Mariyah Qibtiyah yang merupakan hadiah terakhir yang diberikan Raja Mesir ketika dirinya menolak ajakan Rasulullah memeluk Islam dan setekah penolakan tersebut Raja Mesir pun memberi beberapa hadiah kepada Rasulullah dan salah satunya ialah Mariyah Qibtiyah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setahun tinggal di Madinah, Mariyah Qibtiyah hamil dan setelah bayi tersebut lahir, Rasulullah memberi nama anak laki-lakinya itu dengan nama Ibrahim bin Muhammad. Faktanya, Mariyah ini juga merupakan istri Rasulullah setelah Khadijah yang bisa memberi keturunan.
Namun sayang di usia yang masih sangat belia, Ibrahim jatuh sakit dan tak berlangsung lama kemudian meninggal dunia pada tahun 10 Hijriyah. Dan secara kebetulan bertepatan dengan terjadinya gerhana matahari.
Peristiwa inilah yang memancing munculnya pesan demitologisasi Rasulullah yang merespon tanggapan para sahabat yang mengatakan bahwa terjadinya gerhana matahari dikarenakan putra semata wayang Rasulullah itu meninggal dunia.
Namun Nabi Muhammad SAW membantahnya dan menegaskan bahwa baik gerhana matahari maupun bulan, tidak ada hubungannya dengan kelahiran atau kematian seseorang. Ia percaya kematian anaknya tersebut merupakan kehendak Allah SWT.
Seperti dijelaskan dalam beberapa surah di Alquran, matahari dan bulan merupakan benda langit yang akrab dalam pandangan manusia di bumi. Allah yang menciptakan di langit gugusan-gugusan bintang, matahari dan bulan (QS. Al Furqan: 61). Peredaran benda-benda langit yang silih berganti dengan begitu teraturnya merupakan ketetapan dari Allah Sang Pencipta alam semesta (QS. Yasin: 40). Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan (QS Al-Rahman: 5). Dalam peredaran bulan, bumi dan matahari tersebut kemudian terjadilah siang dan malam (QS. Al Fushshilat: 37). Dinamisnya gerakan kedua benda yang secara konsisten, pasti, dan teliti itu dapat diukur sehingga diketahui kapan akan terjadinya gerhana (QS. Al-An’am: 96).
Ketidaksetujuan Nabi dengan anggapan sahabat yang mengaitkan kematian putranya dengan fenomena alam menunjukkan bahwa Nabi Saw masih berpikir rasional walau diselimuti kesedihan emosional.
Kerasionalan Rasulullah tersebut juga yang menjadikan tanggapannya terhadap sahabat tentang terjadinya gerhana memiliki pesan demitologisasi menjadi wajar.
Pesan demitologisasi ini merupakan negasi mitologi-mitologi yang tersebar luas di masyarakat dengan tujuan agar masyarakat muslim melihat fenomena gerhana secara saintifik atau dengan pendekatan ilmiah.
TEGUH ARIF ROMADHON