Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ramadhan

Ketakwaan Sosial

Mengapa masih banyak orang, semakin tinggi ilmu agamanya, tapi tidak semakin kuat kepedulian dan pembelaannya kepada kaum fakir-miskin dan nasib saudaranya yang tertindas dan diperlakukan tidak adil?

28 Mei 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Eko Cahyono. sajogyo-institute.org

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Eko Cahyono
Alumnus Pondok Pesantren Baitul Arqom, Jember, dan peneliti di Sajogyo Institute, Bogor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengapa masih banyak orang, semakin tinggi ilmu agamanya, tapi tidak semakin kuat kepedulian dan pembelaannya kepada kaum fakir-miskin dan nasib saudaranya yang tertindas dan diperlakukan tidak adil? Mengapa masih banyak orang, semakin luas pengetahuan ke-Islamannya, tidak otomatis mudah peduli kepada masalah krisis ekologi dan penghancuran ruang hidup di sekitarnya? Jawaban sederhananya: ini adalah hasil sedimentasi dari corak orientasi keberagamaan dan keislaman yang berkarakter "ketakwaan individual". Di mana akar masalahnya?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Merefleksikan ulang autokritik pemikiran Dr Kuntowijoyo (intelektual-budayawan Islam), kita diajak mengecek syarat pengetahuan keislaman yang kita miliki. Apakah sudah tersedia "teori-teori perubahan sosial" dalam tradisi Islam (di Indonesia)? Menurut dia, sulit akan ada gerakan pembaruan sosial Islam yang kuat tanpa dipandu teori-teori perubahan sosial sebagai dasar dudukannya. Maka, Pak Kunto mengajak mendekatkan dimensi normatif-teologis Islam dengan teori-teori sosial melalui metode "tafsir kreatif".

Ayat yang dipilih sebagai contoh adalah Q.S. Ali Imran 110: "Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk menegakkan kebaikan, mencegah kemungkaran (kejahatan) dan beriman kepada Allah". Menurut Pak Kunto, jika ditafsirkan secara kreatif, terdapat tiga nilai yang bisa diambil dari ayat ini. (1) Perintah amar makruf (menyeru pada kebaikan) yang dekat dengan nilai dan prinsip "humanisasi/emansipasi" atau laku humanis. (2) Nahi mungkar (melarang dari kemungkaran) yang dekat dengan nilai dan prinsip "liberasi" (laku pembebasan). (3) Iman bi laah (beriman kepada Allah) yang dekat dengan nilai dan prinsip transendensi (laku berketuhanan).

Dengan dasar ini, perintah-perintah utama dalam Islam semestinya melekat spirit pembaruan sosial yang berdimensi tiga nilai di atas. Hal itulah yang, di antaranya, menjadi dasar elaborasi canggih keilmuan sosial Pak Kunto yang kemudian dikenal dengan agenda "ilmu sosial profetis".

Setidaknya ada empat langkah menerjemahkan "tafsir kreatif" Pak Kunto di atas. (1) Perlunya dikembangkan "penafsiran berdimensi struktural" daripada "penafsiran yang bercorak individual". Contoh, larangan hidup berlebihan, umumnya bersifat individual, mesti ditarik maknanya untuk satu tafsir gerakan struktural menolak monopoli, oligarki, dan sistem kapitalistik. (2) Mengubah corak pikir bersifat "subyektif ke cara berpikir obyektif". Contoh, konsep zakat, secara subyektif bertujuan "pensucian harta benda". Tapi secara obyektif merupakan cita-cita besar untuk "keadilan ekonomi dan kesejahteraan sosial" umat. (3) Mengubah corak pikir Islam "normatif" menjadi lebih "teoretis". Misalnya, definisi fuqoro dan masaqin, bukan sekadar kondisi, melainkan akibat. Secara teoretis mesti dilacak; struktur dan sistem sosial, ekonomi-politik macam apa yang mengakibatkan kemiskinan terjadi dan kemudian mengubahnya? (4) Merevisi pemahaman "a-historis" menjadi lebih "historis". Misalnya penindasan bangsa Israel oleh rezim Firaun pada masa lalu. Bagaimana jenis-jenis penindasan sejenis masih terjadi di zaman sekarang dan bagaimana melawannya?

Barangkali, dengan tawaran semacam ini, Pak Kunto mengajak berefleksi: "tak cukup lagi ketakwaan individual, raihlah kualitas ketakwaan sosial-ekologis".

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus