Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ramadhan

Sejarah Baju Koko, Pakaian Andalan Pria di Hari Lebaran

Di hari lebaran baju koko kerap jadi busana andalan kaum pria saat melaksanakan salat jemaah Idul Fitri di masjid atau lapangan.

12 Mei 2021 | 20.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Di hari lebaran baju koko kerap jadi busana andalan kaum pria saat melaksanakan salat jamaah Idul Fitri di masjid. Pria semakin terlihat elegan saat mengenakan baju koko yang model dan warnanya kini semakin beragam dijual di pasaran. Lalu, sebenarnya bagaimana asal mula keberadaan baju ini di Indonesia?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keberadaan baju koko diketahui terinspirasi dari pakaian tradisional orang Tionghoa yang bermukim di Indonesia. Pakaian tersebut dikenal dengan nama Tui-Khim, yang penggunaan sehari-harinya kerap dipadukan dengan celana longgar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seiring membaurnya orang Tionghoa dengan pribumi, pakaian Tui-Khim juga dipakai masyarakat Betawi, mereka menyebutnya dengan baju Tikim. Tikim memiliki ciri yang hampir serupa dengan Tui-Khim, berupa pakaian bukaan tengah berkancingkan lima. Oleh masyarakat Betawi pakaian Tikim biasanya dipadukan dengan celana batik.

Lebih lanjut, penyebutan baju Koko sempat dijelaskan oleh budayawan sekaligus penulis Indonesia Remy Sylado. Dalam novel berjudul ‘Novel Pangeran Diponegoro: Menuju Sosok Khilafah’ yang terbit 2008, Remy menuliskan penyebutan baju koko berasal dari baju Shi-Jui pakaian orang Cina yang serupa piama.

Remy menyebut, baju logro bahan sutra putih yang biasanya disebut Shi-Jui kerap dipakai orang Cina yang dipanggil “engkoh-engkoh”, yakni sebutan lumrah untuk pria Cina berumur lebih tua. Seiring waktu, ejaan baju “engkoh-engkoh” mengalami pembaruan ejaan Indonesia yang lebih sederhana menjadi “koko”.

Sampai abad ke-20 masyarakat Tionghoa masih menggunakan pakaian Tui-Khim bersamaan celana longgar untuk kegiatan sehari-hari. Namun pamornya meredup sejak dibolehkannya orang Tionghoa mengenakan pakaian-pakaian bergaya Belanda atau Eropa, seperti kemeja, pantalon, jas buka dan tutup. Apalagi sejak adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan (THHK) yang menjadi perhimpunan Tionghoa modern pertama di Hindia Belanda pada tahun 1900-an. Kemudian turut dipengaruhi runtuhnya Dinasti Cheng (Mancu) pada 1911, dan setelah adanya upaya persamaaan hak berpakaian orang Cina dengan warga Eropa.

Baju koko kemudian menjadi pakaian yang identik dengan umat islam, di antaranya jilbab, baju koko, hingga penggunaan ucapan assalamu’alaikum. Berangkat dari sini sampai kini pemakaian baju koko semakin lumrah di tengah masyarakat Indonesia sebagai pakaian identik umat islam. Tak hanya dijadikan baju kebesaran di hari lebaran, baju koko juga sering digunakan pria muslim saat ke masjid dan acara-acara keislaman.

DELFI ANA HARAHAP

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus