Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ramadhan

Suap dalam Islam, Pelaku dan Penerimanya Dilaknat Allah

Dalam Islam, pengaturan mengenai suap disebutkan di dalam Al-Quran, bahkan dalam hadits-hadits Rasulullah.

21 Desember 2022 | 16.26 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tak hanya dalam hukum positif di Indonesia, ternyata tindak pidana suap juga di atur di dalam hukum Islam. Namun, kegiatan suap di dalam Islam memiliki perbedaan tak seperti hukum di Indonesia. Lantas, bagaimana pengaturan suap dalam hukum Islam?

Dikutip dari laman Pengadilan Agama Lubuk Basung, suap dalam bahasa Arab berarti ar-risywah, boleh dibaca ar rasywah atau ar rusywah adalah harta yang diberikan kepada setiap pemilik kewenangan (shahibus shalahiyah) untuk mewujudkan suatu kepentingan (mashlahah) yang semestinya wajib diwujudkan tanpa pemberian harta dari pihak tersebut.

Baca : 4 Kasus Suap Jual-Beli Putusan yang Mengguncang Mahkamah Agung

Syariah Islam menegaskan, haram hukumnya seseorang pegawai menerima hadiah yang mempunyai kaitan dengan tugas atau jabatannya. Jabatan di sini maksudnya adalah kewenangan (otoritas) yang dimiliki seorang pegawai atau pejabat untuk menentukan sesuatu kepentingan umum tertentu.

Dilansir dari website Pengadilan Tinggi Banten, semua ulama sepakat mengharamkan risywah yang terkait dengan pemutusan hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar. Dalam Al-Quran, suap tercantum pada QS. Al-Maidah 62- 63 dan QS Al-Baqarah 188.

Pada laman Pengadilan Agama Lubuk Basung, semua jenis suap haram hukumnya, baik sedikit maupun banyak, baik untuk memperoleh manfaat maupun menolak mudharat, baik untuk memperoleh yang hak maupun yang batil, baik untuk menghilangkan kezaliman maupun untuk melakukan kedzaliman. Semua jenis suap haram hukumnya, berdasarkan hadits-hadits yang mengharamkan suap.

Dari Abdullah bin ‘Amr RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Laknat Allah atas setiap orang yang memberi suap dan yang menerima suap.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Diriwayatkan daripada Buraidah RA bahwa Nabi SAW bersabda,”Barangsiapa yang telah kami angkat untuk melakukan sesuatu tugas, lalu dia telah kami beri gaji, maka apa saja yang diambilnya selain daripada gaji adalah harta khianat (ghulul).” (HR Abu Dawud no 2554. Hadis sahih, lihat Nasiruddin Al-Albani, Sahih At-Targhib wa At-Tarhib, Juz I/191).

Mengacu publikasi Risywah dan Perbedaannya dengan Hadiah dalam Pandangan Hukum Islam, terdapat 4 macam risywah yang diatur di dalam Islam, antara lain:

a. Risywah yang haram atas orang yang mengambil dan yang memberikannya, yaitu risywah untuk mendapatkan keuntungan dalam peradilan dan pemerintahan.

b. Risywah terhadap hakim agar dia memutuskan perkara, sekalipun keputusannya benar, karena dia harus melakukan hal tersebut.

c. Risywah untuk meluruskan suatu perkara dengan meminta penguasa menolak kemudaratan dan mengambil manfaat.

d. Risywah untuk menolak ancaman atas diri atau harta, boleh bagi yang memberikan dan haram bagi orang yang mengambil. Hal ini boleh dilakukan karena menolak kemudharatan dari orang muslim adalah wajib, namun tidak boleh mengambil harta untuk melakukan yang wajib.

MUHAMMAD SYAIFULLOH

Baca : KPK Tetapkan Hakim Yustisi Tersangka Baru di Kasus Pengurusan Perkara Mahkamah Agung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus