Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepekan setelah air surut, sepasang korban banjir masih teronggok tanpa daya: satu Hyundai Atoz merah serta sebuah sedan Baleno perak. Dua kendaraan ini milik Viktor Yanuar, warga Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat. Terendam banjir besar pada awal Februari, kedua mobil itu kini berada sekitar setengah kilometer dari garasi Viktor. ”Saya pasrah menunggu petugas derek bengkel,” ujarnya kepada Tempo pada Rabu pekan lalu.
Viktor, 30 tahun, telah mengamankan mobilnya di jalan masuk perumahan tempat tinggalnya sepekan sebelum banjir mendera. Ketika itu air di depan rumahnya baru setinggi betis. Saat hujan Jakarta makin menggila, kedua mobil tersebut kelelep air setinggi satu meter lebih. Puluhan mobil lain di kelurahan tersebut dilanda nasib serupa.
Di Jakarta Timur, Liem Lianawati, seorang warga Kelurahan Bidara Cina, terkena musibah yang sama. Daihatsu Taruna miliknya seperti ikan yang cuma tampak punggung. Padahal kendaraan itu serta 20 mobil milik para tetangganya sudah diungsikan ke lokasi parkir Kantor Kas Negara di Jalan Otto Iskandar Dinata. Toh, Liem masih lebih beruntung dibanding Viktor. Mobilnya sudah parkir di bengkel resmi dan dibongkar para teknisi sejak Senin lalu. Beberapa komponen rusak parah, harus diganti. ”Mobil yang terendam hingga satu meter lebih akan mengalami kerusakan sirkuit ECU,” kata Mugino, pengawas mekanik bengkel resmi Daihatsu di Tebet, Jakarta Selatan.
Electronic Control Unit alias ECU adalah komponen penting yang mengontrol sekaligus menjaga mesin tetap hidup. Kerusakan terjadi karena air menyisakan karat sehingga hubungan antarkomponen tak sempurna. Karat juga membuat komponen yang seharusnya terpisah malah terhubung. Istilahnya, terjadi hubungan singkat.
Banjir juga berpotensi merusak sirkuit elektrik lain serta baterai berikut panel-panel dashboard. Kopling, sistem pengereman, power steering, serta motor-motor penggerak seperti kipas pendingin udara dan pembersih kaca juga tidak aman. Alhasil, mobil mentereng tiba-tiba bisa beralih menjadi seonggok besi tanpa fungsi.
Menurut Mugino, kerusakan bisa makin parah jika banjir menerjang saat kendaraan dalam keadaan hidup. Air memang tak dapat masuk melalui pipa knalpot karena tekanan buang yang besar dari mesin, tapi air bisa tersedot dengan mudah melalui penyaring udara. Jika ini terjadi, air akan sampai ke ruang bakar dan terjadi proses palu air (water hammer).
Pada kondisi normal, mesin mengisap udara untuk dicampur dengan bahan bakar. Campuran ini terkurung dengan adanya tekanan tinggi di ruang bakar pada silinder. Api dari busi menjadi pemicu yang meledakkan udara serta bahan bakar sehingga tercipta tenaga penggerak mobil. Nah, jika air menyertai udara di ruang bakar, dapat dipastikan mesin akan rusak fatal.
Sifat air amat berbeda dengan udara. Udara dapat ditekan, air tidak. Saat piston mesin menekan, air akan berubah seperti palu: memukul balik karena tak bisa ditekan. Meski terbuat dari logam, mesin tak akan mampu menahan tekanan balik. ”Akibatnya, mesin akan bengkok, bahkan patah,” kata Husaifah, pengawas mekanik di bengkel Hyundai Pluit, Jakarta Utara.
Husaifah mengingatkan, mobil yang terendam sama sekali tak boleh dihidupkan mesinnya. Yang terbaik adalah memanggil mobil derek dan membawanya ke bengkel. Mugino menambahkan, mobil yang mengalami proses palu air akan menelan biaya perbaikan hingga belasan juta rupiah. ”Perlu dua sampai tiga minggu untuk menyiapkan kembali mobil yang terbenam,” katanya.
Pengawas mekanik itu menyarankan agar pengendara tidak memaksakan diri melintasi jalan yang tergenang air melebihi setengah tinggi roda. Menurut dia, lebih baik jika mesin dimatikan dan mobil didorong melintasi banjir. Pendek kata, seberapa pun rendahnya genangan air patut diwaspadai.
Bambang, seorang pemilik Daihatsu Xenia yang ditemui wartawan majalah ini, menuturkan, mobilnya terpaksa dibawa ke bengkel karena kipas pendingin udaranya tak bisa berputar, dan mesin mengeluarkan suara aneh. ”Padahal, saya cuma lewat genangan setinggi mata kaki,” katanya ketika mendaftarkan mobil di bengkel pekan lalu. Dia termasuk yang beruntung karena mobilnya hanya diperbaiki beberapa jam. Sementara Viktor, misalnya, harus menanti berhari-hari untuk mobil derek saja. Belum urusan bengkelnya. Cara terbaik mencegah kerusakan sebetulnya mudah saja: hindari banjir sedapat mungkin. Yang amat sulit adalah menghindari banjir di... Jakarta.
Adek Media
Melintas Genangan
Sedapat mungkin jangan melintasi genangan. Jika terpaksa, hal-hal berikut perlu menjadi perhatian:l Lindungi komponen yang dilalui arus listrik, seperti ECU dan busi, dari jangkauan air.
- Jika ada kabel yang terkelupas, lumasi dengan pelapis anti air.
- Ukur kedalaman air dengan berpatokan pada kendaraan di depan atau trotoar jalan. Jika air setinggi trotoar atau mencapai setengah roda, sebaiknya putar balik atau menepi.
- Matikan semua perangkat elektronik: AC, tape, pemanas kaca, dan lain-lain untuk menghindari hubungan singkat karena tercampur air.
- Saat melintasi genangan, injak gas secukupnya dan cukup gunakan gigi satu (posisi L atau S pada transmisi otomatis).
- Jangan menghidupkan mesin jika mati di tengah genangan. Dorong mobil melintasi banjir atau menepi. Lepaskan baterai dan ECU.
- Jika sukses melintas banjir, dalam waktu kurang dari 10 hari segera periksa kipas elektrik, dinamo, rem, dan minyak pelumas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo