Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Ajakan Pertamina Ke Gunung

Pengembangan sumber energi geothermal kini jadi prioritas. Potensinya bisa mencapai 10.000 mw, di seluruh Indonesia. Union Oil (AS) menandatangani kontrak dengan Pertamina. (ilt)

13 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEKERJA di dataran rendah, di rawa, ataupun di lepas pantai, Pertamina sudah bisa. Mencari minyak dan gas bumi, Pertamina sudah trampil. Kini perusahaan negara itu bersiap-siap pergi ke dataran tinggi, daerah pegunungan. Sasaran barunya ialah sumber energi geothermal, uap panas bumi. Sebenarnya Pertamina berusaha mengelola panas bumi sejak 1974. Krisis minyak yang melanda dunia waktu itu mendorong Indonesia mencari sumber energi pengganti. Teknologi yang dipakai untuk geothermal hampir sama dengan yang diterapkan untuk mencari minyak dan gas bumi. Sama-sama memerlukan tahapan eksplorasi dan pengeboran. Itu sudah dilakukan Pertamina di Kamojang (Jawa Barat), kemudian di Dieng (Jawa Tengah). Ternyata berhasil. Bahkan uap yang muncrat di dua wilayah itu sudah menghasilkan listrik. PLTP (Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi) di Kamojang kini baru hanya memenuhi kebutuhan kegiatan Pertamina setempat saja, tapi PLTP Dieng (berkapasitas 2000 kw) punya kelebihan daya listriknya untuk daerah pedesaan sekitarnya lewat jaringan PLN. Namun semua kegiatan untuk geothermal itu sejak 1974 berjalan lamban, dan tak banyak terdengar. Memang pasoalannya tak tergantung pada Pertamina saja. Antara lain Pertamina perlu menyesuaikan jadwal kerjanya jauh kedepan dengan perencanaan PLN. Adalah PLN yang menampung uap panas bumi nanti untuk dijadikan listrik yang kemudian disalurkan lewat jaringannya. Pengembangan sumber energi geothermal ini direncanakan di seluruh tndonesia. Di mana ada gunung api, di situ terbuka kemungkinannya. Seluruh potensinya di Indonesia, menurut perkiraan Pertamina, bisa mencapai 10.000 MW. Di antaranya 5.500 MW di Pulau Jawa saja. Dengan potensinya sebesar itu dan padat pula penduduknya, Jawa dapat prioritas dalam rencana ini. Pertamina sudah mulai menawarkan beberapa wilayah kerja di Jawa pada kalangan kontraktor asing. Adalah Union Oil Co., satu perusahaan Amerika, yang akan menandatangani kontrak pertama dengan Pertamina untuk eksplorasi dan produksi uap panas. Tanggalnya belum diumumkan, tapi, menurut sumber Pertamina, mungkin dalam pekan ini juga. Union Oil, produsen uap panas terbesar di dunia, yang sudah banyak mengembangkan proyek geothermal di California (AS), konon akan beroperasi di wilayah Gurung Salak dan Cisolok (Ja-sar). Potensi wilayah itu ditaksir 450 MW. Seluas 60.000 ha konon disediakan untuk Union Oil. Untuk itu perundingan Union-Pertamina sudah berlangsung sejak 1976. Waktu sekian lama suatu pertanda bahwa kontraktor asing belum begitu tertarik pada Joint Operation Contract (Kontrak Operasi Bersama) yang ditawarkan untuk proyek geothermal. Berbeda dengan kontrak bagi hasil (production sharing) untuk minyak bumi, JOC ini tidak memungkinkan ekspor atas bagian hasilnya. Memang tak akan bisa uap panas bumi diekspor. Satu-satunya pembelinya di Indonesia nanti ialah PLN. Bisakah berlaku harga komersial? Ini jadi problem bagi pihak kontraktor asing maupun Pertamina. Tapi ada gagasan, yang mungkin menarik bagi kontraktor asing, untuk mengaitkan harga uap itu dengan harga minyak internasional. Akibatnya, listrik tentu akan terpokok mahal bagi PLN. Sedang PLN menjualnya harus sesuai dengan tarif tetap yang ditentukan pemerintah. Sebaliknya dengan tersedianya uap panas bumi, kata Ir. N. Sutan Assin, Kepala Direktorat Eksplorasi Produksi Pertamina padaTEMPO, kemampuan Indonesia mengekspor minyak bisa dipertahankan. Ekspor minyak itu terancam dimasa depan dengan naiknya tingkat konsumsi BBM--sekitar 11% setahun-di dalam negeri. Biasanya terpakai 35 barrel BBM sehari atau 12.775 barrel BBM setahun untuk membangkitkan tiap MW. sila minyak itu bisa diekspor, dengan US$ 34/barrel saja, akan ada penghematan US$ 434.350/tahun jika tiap MW dibangkitkan dengan uap panas bumi. Tapi bukan kaitan dengan harga minyak internasional yang tampaknya jadisoal besar. Adalah kaitan jadwal Pertamina dengan PLN yang masih jadi tanda tanya. Misalnya, PLN harus menyesuaikan perencanaannya membangun PLTP, tapi mungkin tak tersedia biaya nanti baginya. Sebaiknya, kata Sutan Assin lagi, pelaksanaan rencana pembangunan PLTP itu diserahkan saja pada Pertamina. Pertamina tampaknya sudah menyusun rencana tahap demi tahap. Tahun ke-5, tahap terakhir, kaitannya dengan PLN--pembangunan PLTP. Jika kegiatan tahap pertama dimulai sekarang, baru 6 atau 8 tahun kemudian listrik dari energi geothermal dapat disalurkan PLN pada pelanggannya. Masalah tenaga kerja yang terlatih tak kurang pentingnya dalam tahaptahap sebelumnya, mulai berbagai penyelidikan sampai pengeboran eksplorasi (ke-3) dan pengeboran produksi (ke-4). Karena itu partisipasi kontraktor asing diharapkan. Joint Operation Contract, menurut M.A. Warga Dalem, seorang teknolog Pertamina, bisa membuka kesempatan bagi pengalihan teknologi dan sekaligus melatih orang Pertamina. Sudah Terpaksa Sejumlah ahli pengeboran Pertamina secara tak langsung pernah belajar di Filipina, negara yang cepat maju memanfaatkan energi geothermal. Dalam hal ini Filipina berada dalam urutan kedua (446 MW) sampai Desember 1980, di bawah Amerika Serikat (938 MW), dan di atas Italia (440 MW). Pada mulanya, sejak ada kontrak bantuan teknik tahun 1976 dengan Philippine National oil Company, Pertamina mengirim tenaga ahlinya ke sana melatih orang Filipina mengebor minyak-sempat sampai tiga angkatan. Ternyata mereka terpakai mengebor untuk proyek geothermal, kata Warga Dalem, sementara para pelatih dari Pertamina akhirnya dapat tambahan pengalaman pula. Dalam tingkat pemerintah, Selandia Baru pertama-tama membantu Indonesia dengan grant untuk proyek panas bumi, seperti yang sudah dan masih berlangsung di Kamojang. Untuk seterusnya pergi kerja ke daerah pegunungan, menurut Sutan Assin, Pertamina rasanya tak gentar sendirian. "Sudah terpaksa," katanya. Tapi kerjasama kontraktor asing, tentu saja, akan mempercepat langkah Indonesia memasuki zaman geothermal. Kini Indonesia belum tercatat dalam daftar negara-negara yang memanfaatkan energi geothermal. Tapi rencana pemanfaatannya oleh PLN mencapai 190 MW pada akhir Pelita 111 (1984). Maka tak lama lagi Indonesia akan terdaftar juga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus