HEBOH itu mulai di Amerika Serikat, pada awal 1980. Beberapa
wanita yang sedang mengalami atau baru saja selesai haid,
mengeluh tentang penderitaan mereka. Para dokter segera
mengenalina scbagai toxic shock syndrome (TSS) timbul gejala
demam, pada kulit muncul bercak-bercak kemerahan, nyeri otot
yang disertai muntah dan diare. Setelah itu timbul shock yang
dapat mematikan.
Dugaan pertama, para dokter menghubungkan keluhan itu dengan
faktor wanita dan haid. Tatkala jumlah penderita bertambah,
medan kecurigaan melebar. Segera diketahui pula bahwa berbagai
kasus TSS itu timbul setelah adanya pemasaran tampon vaginal.
Ternyata sebagian besar penderita wanita tersebut memang memakai
tampon vaginal merk lely. Media massa segera ramai-ramai
memberitakannya.
Khawatir akan tuntutan kerugian yang mungkin timbul, perusahaan
Procter & Gamble yang memproduksi Rely, segera menghentikan
pemasaran. Mereka bahkan menarik kembali semua produknya yang
masih beredar dan tampon yang dikembalikan diganti dengan uang
tunai.
Pembengkakan 5 Kali
Menurut penuturan dr. Ichsan, M.D., M.Sc yang kini ada di Los
Angeles untuk mempersiapkan thesisnya mengenai tampon vaginal
dan TSS, penelitian mengenai masalah ini telah menampakkan hasil
yang lebih maju. Dilaporkannya, dr. Shirley Fannin dari Central
Disease Control di Los Angeles, baru-baru ini menemukan pula
kasus TSS pada seorang pria.
Dengan begitu sudut perkiraan berubah, tidak lagi terbatas pada
faktor wanita dan haid. Sang pria yang ditemukan ternyata
menderita luka dan mengalami infeksi dengan kuman staphylococcus
aureus, yang juga terdapat pada semua penderita TSS.
Apa hubungan tampon vaginal dan TSS haid dengan kuman
staphylococfus? Penelitian mengenai masalah ini masih berlanjut.
Namun menurut dr. Ichsan pendapat yang dianut sekarang: sebab
langsung dari TSS adalah infeksi akibat kuman staphylococcus
aureus, dan tampon vaginal mempermudah berjangkitnya infeksi.
Berlainan dengan mbalut wanita jenis lain, tampon vagnal
berukuran sebesar jempol dengan-panjang antara 5 sampai 8 cm.
Pemakaiannya dengan cara dimasukkan ke dalam vagina. Daya
serapnya hebat dan bisa membengkak sampai lima kali dari besar
semula. Pembalut jenis ini, dengan sendirinya, hanya cocok buat
wanita yang telah menikah dan sangat praktis buat penggemar
sport.
Secara mekanis, tampon membendung aliran darah haid. Darah yang
terkumpul di dalam rahim ini merupakan tempat pembiakan yang
sangat baik bagi kuman-kuman, termasuk staphylococcus. Suhu
dalam rahim ternyata juga memang cocok buat berkembangbiaknya
kuman.
Daya serap pembalut yang hebat itu, sayangnya, tidak hanya
terbatas pada darah haid saja, tapi juga menyerap lendir vagina
dan rahim yang sebetulnya berfungsi mempertinggi dan
menyempurnakan daya tahan selaput lendir. Jika tampon yang
dipakai dan sudah membengkak ini dilepaskan, bisa terjadi
lukaluka kecil yang gampang terkena infeksi.
Dari penelitian diketahui tampon yang dijual memang bebas kuman.
Tapi kuman stapbylococcus ternyata sudah ada dalam tubuh
penderita, khususnya dalam rahim. Ada dugaan, bahan kimia yang
dipakai pada tampon merk Kely memperlancar berkembang biaknya
kuman--meskipun hal ini belum bisa dipastikan.
Berbagai penemuan ini mendorong Food and Drug Administration
(Badan Pengawas Obat dan Makanan) AS mempertimbangkan untuk
mengharuskan para produser mencantumkan peringatan pada tiap
kotak tampon vaginal. Bunyinya, 'pemakaian tampon vaginal dapat
mengakibatkan toxic shock syndrome yang dapat menimbulkan
kematian."
Masih Tabu
Di Indonesia tampon vaginal dapat dijumpai di pasaran, misalnya
merk Tampax yang diimpor dari Inggris. Harganya memang lebih
tinggi dari pembalut wanita lain, sekitar Rp 1.000. "Yang biasa
membeli umumnya bule, pribumi hanya satu dua orang," kata
Wilson, supervisor Hero Supermarket di Jalan Warung Buncit,
Jakarta Selatan.
"Sebetulnya semuanya tergantung pada pemakainya," tutur Harun
Harahap, seorang dokter ahli kandungan di Jakarta. Menurut dia,
bila tampon ini digunakan terlalu lama dan tidak diganti-ganti,
tentu saja akan menimbulkan infeksi. Sepanjang pengetahuannya,
95% wanita Indonesia tidak menggunakan tampon, " karena buat
wanita kita umumnya masih tabu memasukkan sesuatu dalam
kemaluannya."
Harun Harahap menganjurkan, sebaiknya para gadis tidak
menggunakan alat pembalut ini, "sebab bisa merobek selaput
dara." "Alat pembalut ini memang hanya digunakan para ibu atau
mereka yang sudah tidak lagi menghiraukan kegadisan," tambahnya.
Beberapa wanita yang ditemui Erlina Soekarno dari TEMPO
mengakui, mereka memakai tampon karena "praktis". Miranda
Subagyo, 27 tahun, misalnya mengungkapkan dia memakai tampon ini
sejak setahun lalu. "Dengan menggunakan tampon, perasaan saya
lebih enak kalau berenang. Dulu saya terpaksa menunggu sampai
haid berhenti," ujar ibu dari seorang anak ini.
Wanita hitam manis ini mengatakan, tidak pernah merasa pusing
atau panas selama menggunakan tampon. Ia belum pernah mendengar
alat pembalut ini bisa menimbulkan efek sampingan. "Serem juga
ya, kalau bisa menimbulkan infeksi. Saya selanjutnya akan
berhati-hati," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini