Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Situbondo - Tim dari Balai Taman Nasional Baluran (TNB), Jawa Timur, membersihkan 100 hektare tanaman akasia berduri (Acacia nilotica) sepanjang 2017. Pembersihan ini untuk memulihkan 6 ribu hektare vegetasi sabana yang diinvasi akasia sejak 1960-an.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Baluran Wilayah 1 Bekol, Dendi Sutiadi, mengatakan, pembersihan itu menggunakan cara manual yakni ditebang. Batang sisa penebangan kemudian dioles menggunakan bahan kimia campuran solar dan garlon agar tidak tumbuh kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami punya dua petugas khusus untuk mencabut tunas-tunas baru akasia yang tumbuh di sabana," kata Dendi kepada Tempo, Selasa 16 Januari 2018.
Menurut Dendi, Balai TNB hanya mampu membersihkan 100 hektare akasia. Sebab, untuk membersihkan luasan tersebut butuh biaya besar, yakni Rp 800 juta. Selain untuk membeli bahan oles, biaya itu dipakai sebagai upah sekitar 20 warga yang dilibatkan untuk menebang akasia.
Selain Balai TNB, Dendi mengatakan, pembersihan akasia berduri juga didukung oleh Copenhagen Zoo. Kebun binatang yang didirikan pada 1859 di Kopenhagen, Denmark, ini bekerja sama dengan Taman Nasional Baluran sejak 2014 untuk membantu konservasi satwa dan pemberantasan akasia.
Program Manager Copenhagen Zoo TN Baluran, Hariyawan Agung Wahyudi, menargetkan bisa memberantas akasia berduri hingga 400 hektare. "Sampai tahun ini baru berhasil menebang 130 hektare akasia," katanya.
Hariyawan menjelaskan, A. nilotica sebenarnya tanaman endemik dari India yang didatangkan ke Indonesia di era Hindia Belanda. Akasia saat itu dibudidayakan di Kebun Raya Bogor untuk diambil getahnya. Karena proyek tersebut gagal, budidaya akasia akhirnya dihentikan.
Akasia kemudian dibawa ke TNB yang semula digunakan sebagai sekat api untuk mengendalikan kebakaran di sabana pada saat kemarau. Namun, biji akasia ternyata disukai oleh satwa di TNB, seperti banteng, rusa, dan kerbau. Penyebaran akasia lewat kotoran binatang itu kemudian terjadi massif sejak 1960-an dan menutupi 6 ribuan padang rumput di TNB.
Padahal hamparan padang rumput, mendominasi vegetasi yakni 40 persen dari 25 ribu ha luas wilayah TNB. Karakteristik sabana di Baluran yang mirip dengan ekosistem di Afrika inilah yang membuat TNB dijuluki The Africa van Java.
Tingkat biomassanya yang tingi dan cepat membuat sabana menjadi habitat terbaik bagi banteng dan mamalia besar lain di TNB. "Kalau vegetasi sabananya hilang, maka, karakteristik asli Baluran juga hilang," kata Heriyawan.
Simak kabar terbaru tentang Taman Nasional Baluran hanya di Tempo.co.