Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Kasus antraks di Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) disinyalir muncul karena adanya sebuah tradisi bernama brandu atau porak. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul Wibawanti Wulandari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi tradisi brandu atau porak ini yang dilakukan warga dusun ini bentuknya berupa gerakan warga untuk mengganti rugi ketika ada ternaknya yang mati atau sakit kemudian dikonsumsi bersama,” kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul Wibawanti Wulandari saat dihubungi Tempo Rabu petang, 5 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam tradisi brandu atau sebutan penyembelihan sapi sakit atau mati ini, dagingnya kadang juga dijual murah dan uangnya diberikan untuk membantu pemilik sapi.
Padahal, kata Wibawanti, ternak mati mendadak itu sangat beresiko membawa bebagai penyakit, salah satunya antraks.
“Mungkin karena faktor ekonomi, jadi ketika ada sapi mati dibiarkan atau dikubur itu eman-eman. Padahal, kalau tradisi (brandu atau porak) ini diakhiri, kasus ini tak akan berulang setiap tahun karena penyebab utamanya warga mengonsumsi daging ternak yang terpapar,” imbuh Wibawanti.
Kasus antraks di Gunungkidul awal Juli ini ditemukan di Dusun Jati, Candirejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul. Sebanyak satu orang meninggal dunia positif antraks dan 87 orang lain suspect.
Temuan Pemerintah Gunungkidul di area itu, ada enam ekor sapi dan enam ekor kambing mati karena antraks.
“Sapi mati ini ada yang kondisinya sudah dikubur, namun oleh warga setempat digali dan dikonsumsi, sedangkan sapi mati lainnya (terindikasi antraks) dikonsumsi warga sebelum dikubur,” kata dia.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DI Yogyakarta Sugeng Purwanto menuturkan program asuransi atau jaring pengaman untuk ternak warga yang terpapar antraks memang sejauh ini belum ada. Sehingga jika ada ternak sapi warga yang mati mendadak tidak bisa mendapatkan ganti rugi.
“Asuransi untuk ternak sejauh ini difasilitasi (ganti ruginya) pemerintah ketika ternak itu terpapar PMK (penyakit mulut dan kuku), itu pun harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti terdaftar dulu,” kata Sugeng.
Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastutie menuturkan kasus antraks yang muncul di Semanu, Gunungkidul ini tak menular langsung dari manusia ke manusia.
"Antraks merupakan penyakit zoonosis, jadi tidak ada orang kena antraks menularkan pada orang lain, melainkan dari hewan ke manusia," kata Pembajun.