AKAN tibakah saatnya kendaraan bermotor tidak lagi antre di pompa bensin, cukup hanya menciduk air dari sembarang sungai? "Bahan bakar dari air" sebaiknya jangan ditafsirkan selurus itu. Istilah yang lebih tepat ialah "bahan bakar dari zat cair" atau hidrogen. Dan hidrogen memang banyak terdapat di dalam ikatan air. Sudah sejak lama manusia mengincar bahan bakar jenis itu, tetapi selalu terbentur pada masalah biaya. Penelitian makin digiatkan sejak awal 1970-an, ketika harga minyak mulai membumbung. Secara teoretis, zat air memang ideal: ringan, tidak mencemari lingkungan, dapat diekstrakkan dari air, dan, jika teknologi yang tepat ditemukan, akan murah jatuhnya. Dibandingkan dengan hidrokarbon (minyak dan gas alam), hidrogen terbakar lebih sempurna. Disamping itu, untuk satuan berat yang sama, ia memberikan energi tiga kali lebih besar. Setelah mengalami telaah dan riset tersendat-sendat, kini orang lebih optimistis bahwa suatu hydrogen economy dapat dibayangkan pada abad ke-21 nanti. Jika penerobosan itu terjadi, berakhirlah ketergantungan manusia pada minyak bumi. Lambat laun, para ahli mulai percaya bahwa akhirnya ada dua cara untuk mengekstrakkan hidrogen dari air dengan kemungkinan ekonomis. Yaitu cara fotolisis, dan cara elektrolisis. Cara fotolisis pada dasarnya menggunakan reaksi kimia yang digerakkan oleh energi cahaya, sedangkan cara elektrolisis menggunakan energi listrik. Memang masing ada cara lain. Misalnya: katalisa pemindahan elektro (electron transfer catalyst), daur termokimia yang memperbarui diri (self regenerating thermochemical cycles), atau cara peningkatan efisiensi konversi hidrogen. Kini, yang sekonyong-konyong dapat menjadi masalah ialah merendahnya harga minyak secara global. Orang menjadi kurang tertarik untuk meneruskan usaha kearah riset pilihan bahan bakar tadi. Hidrogen komersial kini dihasilkan melalui reaksi gas alam dengan uap. Proses demikian disebut reformasi uap. Lebih dari separo hidrogen yang dihasilkan dengan cara demikian digunakan untuk memproduksikan amoniak dalam industri pupuk buatan, juga dalam usaha dalam mengubah minyak bumi yang berat menjadi jenis lebih ringan. Tetapi, hidrogen komersial yang dihasilkan dengan cara demikian tidak mungkin menjadikan bahan bakar, karena terlalu mahal. Harga menjadi sekitar Rp 3.000 per seribu kaki kubik. Cara lebih mudah ialah dengan elektrolisis, yakni memisahkan hidrogen dari oksigen dalam persenyawaan air. Namun biayanya tetap jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mengekstrakkan hidrogen dari uap alam. Ini hanya ekonomis jika tersedia tenaga listrik sangat murah. Memisahkan hidrogen dengan cahaya mungkin paling ideal, mengingat cahaya mudah didapat. Tetapi, hasil melalui cara ini baru diperoleh dalam skala laboratorium. Kini, para ahli laboratorium Bell, AS, sedang giat menyempurnakan cara ini. Yang juga memberi harapan ialah mengawinkan usaha itu dengan produksi sel-sel surya. Antara 1985 dan 2025, permintaan hidrogen akan meningkat 12-17 kali permintaan kini - yang baru mencapai 10^15 BTU pertahun. M. T. Zen
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini