Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Bayi Prematur Akibat Gempa

Gempa bumi mempercepat kelahiran bayi. Karena itu, korban gempa Bengkulu juga membutuhkan program bayi sehat.

2 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANGIS pertama Gemini pecah begitu terjadi gempa bumi di Bengkulu. Nama Gemini digunakan sang ayah, Ujang,sebagai kependekan dari "gempa malam ini". Bayi perempuan dari Desa Tais, Slumang, Bengkulu Utara, itu lahir lebih cepat dua minggu dari perkiraan sebelumnya. Gemini lahir di depan rumah bidan desa yang sedang bergoyang kencang akibat gempa.

Bukan hanya Gemini yang kelahirannya dipercepat oleh gempa pada 5 Juni 2000 dini hari itu. Menurut catatan Woman Crisis Center di Bengkulu, sekurangnya ada 10 wanita melahirkan secara mendadak saat gempa berkekuatan 7,3 pada skala Richter itu terjadi. "Mungkin karena stres akibat gempa," kata Nurmi, Kepala Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Yunus, Bengkulu.

Agaknya kelahiran bayi-bayi akibat gempa di Bengkulu semakin memperkuat hasil penelitian Universitas California, Amerika Serikat. Penelitian yang dipresentasikan pada pertemuan American Psychological Society di Miami, Amerika Serikat, dua pekan lalu itu menyimpulkan bahwa stres akibat gempa bumi menyebabkan kelahiran prematur pada kehamilan muda.

Penelitian itu dilakukan terhadap wanita hamil korban gempa yang terjadi di Northridge, California, pada Januari 1994. Saat itu, Northridge, kota kecil di sebelah utara Los Angeles, mengalami guncangan hingga 6,7 pada skala Richter. Tercatat lebih dari 50 orang meninggal, ribuan penduduk mengalami luka-luka, dan bencana itu menyebabkan kerugian materi hingga US$ 40 miliar.

Sebanyak 40 wanita hamil diteliti. Setelah mengalami dampak gempa, usia kelahiran bayinya kemudian didata. Ternyata bayi-bayi mereka lahir lebih cepat dari kelahiran normal pada usia kandungan 40 minggu. Pada lima wanita yang usia kandungannya sekitar tiga bulan ketika terjadi gempa, bayi mereka lahir pada usia kehamilan 38,05 minggu. Sementara itu, delapan wanita yang saat terjadi gempa usia kehamilannya di atas 6 bulan melahirkan pada usia kehamilan 38,99 minggu.

Studi itu juga mengamati 11 wanita yang siap melahirkan anaknya ketika terjadi gempa. Hasilnya, mereka melahirkan bayinya pada usia kehamilan 39,49 minggu. Angka-angka itu menunjukkan bahwa gempa bumi mempercepat jam biologis plasenta atau ari-ari.

Percepatan itu tak lain akibat ibu hamil mengalami stres ketika terjadi gempa. "Efeknya mempengaruhi masa kehamilan," kata Laura Glynn, salah satu anggota tim yang menggagas penelitian. Dengan demikian, semakin muda usia kehamilan saat terjadi gempa, makin bergegas pula bayi itu lahir. Wanita dalam tiga bulan pertama kehamilan tercatat menunjukkan gejala perubahan ekstrem. Sedangkan pada wanita dengan kehamilan di bulan-bulan terakhir, perubahannya agak moderat.

Penelitian itu juga menghasilkan beberapa hal penting tentang fungsi plasenta. Menurut Glynn, plasenta bukan hanya menjadi filter yang bersifat pasif antara ibu dan jabang bayi. Ternyata, plasenta juga berfungsi sebagai organ endokrin (penghasil hormon yang masih dibutuhkan tubuh) yang bereaksi dan mempengaruhi produksi hormon serta peptida (rantai protein yang berpengaruh pada pertumbuhan) selama kehamilan. Hormon dan protein yang dihasilkan akan dibawa melalui sirkulasi aliran darah antara sang ibu dan orok. Akibatnya akan berpengaruh dalam mekanisme psikologis yang ikut menentukan jangka waktu kehamilan.

Tentu saja hasil penelitian itu bisa pula berlaku bagi faktor-faktor selain gempa yang bisa menyebabkan ibu hamil mengalami stres, entah stres akibat problem keluarga ataupun pekerjaan. Sementara itu, hasil penelitian terdahulu yang menyatakan kelahiran prematur bisa pula mengakibatkan cacat pada bayi tentu juga tetap berlaku.

Pada penelitian terdahulu disebutkan pula bahwa stres bisa menimbulkan kerusakan pada pandangan, pendengaran, dan menyebabkan melemahnya intelektualitas. Selain itu, komplikasi pada pernapasan, sistem pencernaan makanan, dan sistem ginjal juga punya risiko yang tak kalah tinggi. Stres juga meningkatkan kemungkinan keguguran.

Ini berarti, akibat gempa bumi di Bengkulu, kini bukan cuma mi instan dan beras yang dibutuhkan para korban bencana alam itu, tapi juga program penanggulangan bayi prematur.

Agung Rulianto, Fadilasari (Bengkulu)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus