Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Beratnya Pengganti Sarwata

2 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA pun pengganti Ketua MA Sarwata, agaknya ia harus bersiap-siap menghadapi tekanan berat. Meskipun jabatan Ketua MA tampak agung, sesungguhnya posisi itu demikian rapuh. Sebab, kedudukan itu sering dihantam kritik lantaran dianggap berpihak pada kekuasaan dan dikikis kebobrokan akibat kolusi serta percaloan perkara.

Untuk soal jual-beli perkara, Sarwata malah diterpa isu tak tanggung-tanggung, yakni melibatkan "bisnis" anak kandungnya, Wawan. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Wawan terhitung calo perkara kelas wahid di MA. Kepada pencari keadilan yang mau bertemu Sarwata, misalnya, Wawan memasang tarif Rp 50 juta. Wawan juga memperoleh proyek pengadaan komputer "212" untuk memonitor perkara di MA.

Bukan cuma itu daftar aib yang ditimpakan ke alamat Sarwata. Baru-baru ini, Komisi Ombudsman Nasional juga menerima beberapa pengaduan tentang Sarwata. Pengaduan itu, antara lain, menyangkut kasus tanah Sultan Deli di Sumatra Utara, tanah Siliwangi dan tanah Bapindo Plaza—keduanya di Jakarta.

Pada kasus tanah Sultan Deli, Sarwata sewaktu menjadi Direktur Jenderal Agraria pernah mencabut hak para ahli waris Sultan Deli atas tanah itu. Lantas pencabutan itu menjadi perkara tata usaha negara. Sampai tingkat kasasi di MA, keputusan pencabutan tadi dibatalkan. Ternyata, di tingkat peninjauan kembali (PK), Sarwata selaku ketua majelis PK menganulir vonis kasasi.

Adapun pada kasus tanah Bapindo Plaza, Sarwata sebagai Asisten IV Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara menjadi ketua tim penyelesaian tanah tersebut. Bahkan ketika menjadi Direktur Jenderal Agraria, Sarwata pula yang memberikan hak guna bangunan tanah itu bagi Bapindo.

Dalam kasus itu, Bapindo bersengketa dengan PT Anoa Perkasa. Hingga tingkat kasasi, Anoa memenangi perkara itu. Namun, begitu Bapindo mengajukan PK, cerita menjadi lain. Soalnya, majelis hakim PK yang juga diketuai Sarwata balik memenangkan Bapindo.

Seharusnya, menurut Ketua Komisi Ombudsman Nasional Antonius Sudjata, Sarwata tak bisa menangani perkara PK tersebut. Artinya, perkara-perkara di atas mestinya diperiksa oleh majelis hakim agung yang lain. Sebab, "Bagaimanapun Sarwata punya kepentingan karena kasus itu menyangkut posisinya dulu sebagai Direktur Jenderal Agraria," kata Sudjata.

Memang, bukan cuma kasus yang menyangkut Sarwata yang diadukan pencari keadilan ke Komisi Ombudsman. Sejak komisi itu dibentuk pada 23 Maret 2000, sudah 880 pengaduan diterimanya. Sebanyak 37 persen di antaranya berupa penyimpangan di lembaga peradilan. Setelah itu, pengaduan terbanyak mengenai kasus tanah, polisi, dan jaksa.

Sayangnya, sebagaimana diakui Sudjata, rentetan rekomendasi Ombudsman kurang ditanggapi oleh instansi atau pejabat yang diadukan. Padahal, "Rekomendasi itu bukan untuk menyudutkan instansi atau pejabat, tapi lebih dimaksudkan bagi keadilan masyarakat," ujar Sudjata.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal MA Pranowo menjamin bahwa Sarwata sama sekali tak melakukan penyimpangan hukum sebagaimana laporan ke Ombudsman. "Dulu kan Pak Sarwata mewakili eksekutif. Sekarang berada di koridor yudikatif. Jangan dicampuradukkan," katanya.

Pranowo juga menandaskan bahwa pada kasus tanah Sultan Deli, Sarwata sebagai Direktur Jenderal Agraria mengeluarkan keputusan tentang hak tanah itu sudah sesuai dengan prosedur hukum. Dan ketika memutuskan perkaranya di tingkat PK, Sarwata juga tak seorang diri, melainkan bersama dua anggota majelis hakim agung lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus