Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Nyamuk Malaria Transgenik

2 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUNIA ilmu pengetahuan terus melahirkan prestasi. Para ilmuwan Eropa dikabarkan berhasil melakukan riset pembuatan nyamuk transgenik, yakni suatu jenis serangga yang direkayasa secara genetis. Dengan keberhasilan ini, para ilmuwan berharap mampu membasmi penyakit malaria secara alamiah suatu hari nanti. Jika harapan mereka terkabul, ini tentu merupakan terobosan besar dan penting. Maklum, malaria tergolong penyakit massal. Setiap tahun penyakit ini menginfeksi 500 juta orang sedunia dan mengakibatkan 2,7 juta orang tewas.

Rekayasa genetis itu dilakukan para ilmuwan dengan memasukkan suatu ekstra-gen penghasil protein berwarna hijau terang (fluorescent) ke tubuh seekor nyamuk. Gen itu tampak jelas terlihat di bawah pancaran sinar ultraviolet sehingga nyamuk transgenik tersebut bisa dibedakan dengan nyamuk lainnya. Dan ternyata berhasil.

Nah, berkat keberhasilan itu, para ilmuwan berharap kelak dapat menyuntikkan suatu gen yang membuat nyamuk anopheles pembawa malaria memproduksi antibodi bagi kuman malaria atau sistem kekebalannya. Tujuannya, secara alamiah nyamuk membunuh sendiri malaria yang terbawa di tubuhnya sehingga kuman itu tidak sempat menyebar dan menginfeksi manusia.

"Yang kami lakukan adalah menyebarkan gen resisten melalui nyamuk transgenik," kata Dr. Andrea Crisanti, periset dari Imperial College London, kepada Reuters, dua pekan silam. Crisanti dan koleganya yakin, metode pemindahan sebuah gen yang membuat malaria musnah merupakan strategi jitu, mengingat obat-obat antimalaria masa kini cenderung tak mempan lagi.

Rumput Laut Pembentuk Busa

RUMPUT laut memang multiguna. Selain berguna sebagai bahan pembuat kosmetik, Jana Tjahjana Anggadiredja, peneliti dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta, membuktikan biota laut ini juga dapat diaplikasikan di pelbagai industri, misalnya industri makanan cepat saji, suspensi, cairan pembersih, kertas, atau pencetakan tekstil dan karpet. Jana menyampaikan kesimpulan tersebut dalam orasi pengukuhan dirinya sebagai ahli peneliti utama (APU) di BPPT, dua pekan silam.

Menurut Jana, rumput laut merupakan salah satu biota laut yang tetap melakukan proses metabolisme primer dan sekunder. Metabolisme primer yang dihasilkan rumput laut pada umumnya merupakan senyawa polisakarida (salah satu larutan gula) bersifat "hidrofilik" (larut dalam air) dan disebut "hidrokoloid" (tidak larut dalam air, contohnya seperti air dan kanji).

Melalui penelitiannya, Jana membuktikan hidrokoloid rumput laut tersebut berpeluang dikembangkan dalam aplikasi baru seperti penghambat api dan pembentuk busa. "Busa dengan campuran hidrokoloid rumput laut dapat digunakan dalam industri beton untuk melindungi beton yang baru saja dituangkan dari efek pengeringan yang terlalu cepat dan parsial," kata Jana kepada Antara.

Sirkuit Elektronik Peniru Otak

Dua pekan lalu, para ilmuwan di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Lucent Technologies' Bell Labs New Jersey, dan Institute of Neuroinformatics, Zurich, sukses menciptakan sebuah sirkuit elektronik yang bekerja mirip dengan sistem saraf otak.

Sirkuit tersebut terdiri dari saraf buatan yang berkomunikasi satu sama lain melalui suatu alat penghubung. Sirkuit bekerja dalam suatu sistem yang suatu saat kelak boleh jadi berwujud sebuah komputer yang dapat mempersepsikan sesuatu alias punya kemampuan melihat.

"Berbeda dengan sirkuit elektronik, sistem saraf otak memiliki banyak simpul respons," ujar H. Sebastian Seung dari MIT kepada Reuters. "Para ahli saraf telah membuktikan bahwa cara kerja simpul respons sama sekali berbeda dengan rancangan alat elektronik masa kini."

Otak manusia punya beberapa kelebihan, di antaranya mampu mengolah baik sinyal analog maupun digital. Contohnya begini. Ketika ada sebuah mobil, umpamanya, otak menerima informasi tentang warna, ukuran, dan jarak (sinyal analog) mobil, yang kemudian lalu diprosesnya. Tapi, bila kemudian otak memutuskan bahwa yang dilihat oleh mata adalah mobil dan bukan meja atau kursi, itulah yang disebut sebagai proses digital—kemampuan yang belum bisa disamai oleh "otak" buatan manusia selama ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum