Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Campuran material nano--karbon dan polimer bisa menghasilkan benang spesial yang mampu berfungsi sebagai sensor. Para peneliti Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, mengembangkan teknologi serat yang sensitif terhadap kelembapan dan gerak.
Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI Rike Yudianti mengatakan riset dan pembuatan teknologi benang untuk tekstil pintar (smart textile) masih tergolong sedikit di dunia. Di Indonesia, baru peneliti LIPI yang mengembangkan benang pintar itu dari nanokarbon dan polimer plastik yang larut dalam air. “Benang ini bisa dikembangkan lagi dengan banyak manfaat,” kata Rike, Selasa, 2 Juli lalu.
Tekstil pintar adalah bahan garmen atau kain yang dirancang dan diproduksi dengan menyisipkan teknologi sensor tertentu untuk meningkatkan fungsinya. Tekstil tersebut memiliki sejumlah aplikasi potensial, antara lain sebagai pengumpul energi dari panas dan cahaya matahari serta pemonitor gerak, suhu, denyut jantung, dan kelembapan.
Para peneliti LIPI bekerja sama dengan Korea Institute of Materials Science untuk mengembangkan benang khusus ini sejak 2017. Mereka berhasil mengembangkan un--taian benang berwarna hitam yang merespons kelembapan dan gerak. “Tahun ini adalah final project, tapi bisa berlanjut hingga 2020,” tutur Rike, yang menjadi peneliti utama dalam riset tersebut.
Menurut Rike, benang pintar itu adalah sensor berwujud konduktor yang bisa menghantarkan arus listrik. Fungsinya seperti saklar yang mengaktifkan sinyal. Material nanokarbon memiliki karakter sebagai konduktor dan kuat. Namun sifat itu tak bermanfaat jika tidak dibuat dalam material berskala makro. “Dicampur polimer dengan komposisi tertentu sehingga bisa lentur untuk dikembangkan menjadi smart textile,” ucapnya.
Benang Karbon nan Sensitif
Respons benang pintar terhadap gerak dapat dibuktikan lewat pengujian dengan menempelkannya ke punggung tangan. Ketika tangan digerakkan, sensor mengirim sinyal yang muncul dalam bentuk grafik di layar monitor. Benang juga bisa melebar dan menyusut tergantung kelembapan. Benang akan menjadi sangat sensitif pada tingkat kelembapan 70-80 per--sen. “Sensitivitas naik tiga kali lipat,” ujarnya.
Berhasil membuat tali halus nan pintar, Rike mengatakan benang-benang itu tidak harus ditenun semuanya menjadi lembaran kain. Sensor yang sedikit lebih tebal daripada rambut manusia tersebut bisa dibenamkan dalam jalinan serat pakaian, gelang, atau benda lain. “Hasil sensornya masih bisa dibaca lewat monitor atau aplikasi tertentu,” katanya.
Untaian benang nanokarbon dan po---limer itu diproduksi dengan metode wet spinning alias pemintalan dalam larutan. Dibutuhkan waktu sekitar satu minggu untuk membuat larutan dengan komposisi yang tepat dan memproduksinya menjadi benang.
Proses terlama adalah mengubah bahan nanokarbon dan polimer menjadi larutan yang tepat. Larutan itu tidak boleh menggumpal supaya serat yang diproduksi bisa menjadi konduktor yang bagus. “Kalau hanya membuat benang dari larutan, cukup cepat, sekitar 2 menit,” tutur Rike.
Riset lanjutan mengenai benang pintar ini membuka potensi pemanfaatan yang lebih besar. Sensornya bisa digunakan untuk mendeteksi denyut jantung. Adapun respons terhadap kelembapan bisa dipakai untuk mengembangkan bahan penutup luka atau perdarahan. “Nanti bisa ketahuan penutup luka perlu diganti atau tidak,” ucap Rike.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo