Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Bus Antimogok

Toyota Motor Corporation menciptakan alat transportasi massal berbasis Intelligent Transport System (ITS). Tanpa sopir dan tidak memerlukan rel.

25 April 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di dalamnya, kita nyaris tak terganggu kebisingan. Suaranya nyaris tidak terdengar. Bentuknya futuristik dengan hampir keseluruhan bodinya terbuat dari bahan transparan. Itulah alat transportasi baru berupa bus yang diperkenalkan Toyota Motor Corporation di Aichi Expo, Jepang. Alat angkut penumpang tanpa sopir itu disebut Intelligent Multimode Transit System (IMTS) seperti yang disaksikan Tempo pada acara Aichi Expo di Nagoya, akhir Maret lalu.

IMTS adalah sistem transportasi berbasis Sistem Pengangkutan Pintar (Intelligent Transport System). Konsep ini dijalankan berdasarkan prinsip aplikasi yang mengintegrasikan manusia dan mesin. Sistem ini juga menyediakan hubungan yang canggih antara manusia, kendaraan, dan infrastruktur melalui penggabungan teknologi informasi dan komunikasi. Prototipe kendaraan ini sudah diperkenalkan raksasa industri otomotif itu sejak pertengahan 2003. Namun, baru akhir Maret lalu, kendaraan ini sudah diuji coba untuk melayani pengunjung Aichi Expo mengelilingi arena.

Alat transportasi ini mempunyai beberapa kelebihan dibanding alat angkut massal seperti bus biasa dan kereta api. Selain tidak menimbulkan polusi udara karena berbahan bakar gas alam yang dimampatkan, compressed natural gas (CNG), bus ini dijamin tepat waktu dan selalu berada pada rute yang ditentukan. "Dari sisi pembiayaan konstruksinya, IMTS sangat efisien karena tidak memerlukan rel," kata Esaki Masataka, Chief Engineer Toyota Motor Corporation. Karena tidak memerlukan awak, angkutan ini steril dari pemogokan sopir.

Bagaimana IMTS dioperasikan? Setiap bus dilengkapi antena sebagai alat komunikasi antarkendaraan itu. Sungut pengatur jarak dan sekaligus kecepatan bus itu dikendalikan dari pusat atau terminal dengan menggunakan komputer.

Agar laju jalannya bisa diarahkan sesuai rute, maka jalur atau jalan untuk bus itu konstruksinya dibuat secara khusus. Ada sensor magnet dan simpul antena yang ditanam di sisi dan di dalam jalur itu. Magnet inilah yang mengatur arah dan gerakan bus itu. Selain itu, bus juga dilengkapi dengan katup rem (brake valve) yang beroperasi secara otomatis (lihat infografis).

Pada mulanya, proyek transportasi berbasis ITS itu dibuat untuk membantu mengatasi tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas di Jepang. Proyek itu sendiri sudah dikembangkan Jepang dan negara maju lainnya seperti Amerika Serikat sejak awal 1990-an. Sebuah penelitian yang dibuat di Negeri Sakura menyebutkan bahwa sistem transportasi ITS akan mampu mengurangi tingkat kecelakaan sampai 50 persen dalam masa 30 tahun.

Dalam uji coba di Aichi Expo, bus yang dipakai menggunakan mesin jenis P11C berbahan bakar CNG yang mampu melaju sampai 50 kilometer per jam. Ada delapan bus yang dioperasikan, masing-masing bisa membawa 50 penumpang, 34 di antaranya berdiri. Jarak antarhalte diatur tidak melebihi 0,8 kilometer dengan waktu pemberangkatan setiap 7,5 menit. Untuk bisa menikmati kenyamanan bus ini, para penumpang harus merogoh kocek 200 yen (Rp 17 ribu) untuk sekali jalan. Jumlah penumpang dan pengaturan jadwal IMTS tentu saja bisa disesuaikan dengan kebutuhan.

Sesuai dengan namanya, Multimode, bus ini juga bisa dioperasikan di jalan umum dengan menggunakan sopir. Artinya, jika sistem yang sarat dengan teknologi tinggi itu macet, IMTS tetap bisa berjalan seperti bus pada umumnya dengan dikemudikan seorang sopir, tentu saja.

Kecanggihan teknologi tentu berimbas pada biaya investasi. Sayang, pihak Toyota tidak menjelaskan secara detail berapa harga bus tanpa sopir itu jika nanti dipasarkan. Produsen itu hanya menyebut perkiraan biaya konstruksi jalan untuk IMTS mendekati 1 miliar yen (Rp 89 miliar) per kilometer. Menurut Esaki, investasi awal IMTS cukup mahal, namun untuk jangka panjang dana yang dikeluarkan relatif murah. "Anda tidak perlu mengeluarkan biaya untuk sopir dan perawatan yang mahal," kata dia.

Esaki yakin IMTS bisa dioperasikan di kota seperti Jakarta. "IMTS sangat fleksibel dan bisa diterapkan di banyak tempat," katanya. Jika dibandingkan dengan biaya investasi proyek monorel, yang kabarnya menelan biaya sampai US$ 630 juta (Rp 5,9 triliun), IMTS tergolong murah. Gubernur Sutiyoso layak mempertimbangkan sistem transportasi model IMTS itu. Tidak menyebabkan polusi, tidak terganggu pemogokan para sopir, dan tepat waktu.

Johan Budi SP (Aichi, Jepang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus