Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Campuran plastik antikanker

Dua ahli plastik indonesia menemukan bahan stabiliser yang lebih tahan panas dan awet. sebab, campuran plastik yang ada bisa mengakibatkan kanker dan tak tahan panas.

24 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU ember plastik gampang jebol, gayung mandi mudah retak, tentu jamur dan karat tak bisa dikambinghitamkan. Jamur tak suka merubungi polimer, dan karat enggan menggerogoti tubuh plastik. Lantas apa yang salah? ''Mungkin pengolahannya buruk,'' kata Ny. Neng Sri Suharty, 43 tahun, pakar baru teknologi plastik yang kini menjadi satu dari segelintir ahli polimer Indonesia. Neng Sri menawarkan resep baru untuk pengolahan plastik. Caranya sederhana, yakni mengganti bahan stabiliser (pemantap) dan sedikit ''bumbu'' tambahan. Hasilnya, plastik lebih awet. Sebab, menurut dosen Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta ini, kunci kekuatan plastik ada di bahan pemantapnya. Selama tiga tahun Neng Sri intens menggauli seluk-beluk bahan pemantap polimer di laboratorium Aston University Birmingham, Inggris. Hasilnya adalah sebuah disertasi yang menawarkan teknik baru pengolahan polimer. Ia dinyatakan lulus sebagai doktor akhir Maret lalu. Selama melakukan riset, ia dapat melihat kelemahan produk barang plastik yang ada di pasaran, mulai dari ember, jeriken, sampai dashboard mobil. Senyawa aditif yang dipakai sebagai bahan stabiliser campuran plastik, kata Neng Sri, gampang lepas. Akibatnya tak cuma mencemari lingkungan lantaran bahan itu beracun. Mutu plastik pun tak terjamin. Salah satu pemantap yang kini banyak dipakai adalah difenilamin. Senyawa ini terhitung karsinogenik, berpotensi menjangkitkan kanker. Padahal, ia mudah terlepas dari bahan plastik karena sengatan matahari, air panas, deterjen, atau tangan berkeringat. Sebagian darinya menempel ke tubuh manusia. Setelah mencemari lingkungan, mutu plastik pun merosot. Neng Sri, dalam penelitiannya di Birmingham, mengupayakan agar bahan aditif itu tak mudah lepas. Sebagai gantinya Neng Sri memakai benzo phenol dan hindered phenol. Senyawa pertama dipakai untuk melawan sengatan matahari, dan yang kedua untuk menangkal suhu tinggi. Tapi keduanya tak mudah bereaksi dengan polimer. Jalan keluarnya adalah pemakaian bahan pemicu, yang membuat polimer membentuk gugus-gugus radikal. Berikutnya, gugus radikal ini bereaksi dengan stabiliser dan membentuk ikatan yang kuat. Benzo phenol dan hindered phenol, menurut Neng Sri, lulusan Jurusan Kimia FMIPA USU, Medan, 1976, bisa dicampur bersama-sama dan mendatangkan efek saling menguatkan. Resep ini membuat plastik tak lekang oleh panas, tak lapuk karena hujan. Resep Neng Sri ini memang bukan satu-satunya cara untuk mengatrol mutu plastik. Sejak 10 tahun silam, banyak metode baru dibangun guna memperbaiki racikan bahan sintetis itu termasuk memperbarui bahan aditifnya. Cuma saja, urusan polimer ini masih merupakan lahan riset yang sepi. Kendati demikian, Basuki, 41 tahun, dosen kimia di FMIPA USU, Medan, tercatat sebagai perintis pembuat racikan baru plastik. Seperti halnya Neng Sri, Basuki belajar di Aston University, dan telah menggaet gelar PhD dua tahun lalu. Kini ia masih tercatat sebagai tenaga peneliti plastik di Aston University, Birmingham. Perbaikan racikan plastik, kata Basuki, memang terbukti manfaatnya. ''Kinerja mekaniknya lebih bagus,'' ujar alumni kimia USU Medan dan S-2 dari ITB itu. Kekuatannya tetap seperti baru kendati telah digunakan bertahun-tahun. Basuki, yang meneliti manfaat aditif tunggal hindered phenol untuk disertasinya, punya sejumlah bukti. Sengatan ultraviolet selama 1.000 jam tak mengusik racikan plastik baru itu. Padahal, perlakuan yang sama bisa mengakibatkan hampir 100% stabiliser dalam plastik konvensional lepas. Ia menjamin bahwa racikan baru itu berani dipanggang matahari. Resep baru Basuki dan Neng Sri itu ternyata ampuh juga untuk melindungi bahan pemantap plastik dari pelarut cair semacam air atau alkohol. Rendaman alkohol selama 200 jam terus-menerus, kata Basuki, tak membuat pemantap hindered phenol ini terlepas dari ikatannya dengan polimer. Adapun plastik konvensional menjadi lembek karena kehilangan hampir 100% stabilisernya. Akan halnya air, Basuki memang tak menjajalnya. ''Sudah diwakili alkohol,'' katanya. Maksudnya, air dan alkohol termasuk pelarut jenis bipolar. Tentu saja, alkohol menjadi pelarut yang lebih ganas. Maka, bila bahan pemantap itu tahan menghadapi alkohol, bisa dijamin air tak dapat mengusiknya. Begitu pula dengan jenis pelarut kloroform, ganas terhadap plastik konvensional tapi tak berdaya dengan racikan plastik buatannya. Dari pelbagai komposisi racikan baru plastik itu, Basuki mengklaim bahwa resepnya, juga resep Neng Sri, cocok untuk kondisi perplastikan di Indonesia. Sebab, resep ini bisa langsung diterapkan oleh industri plastik kelas menengah atau industri rumah tangga. ''Tak perlu mengganti mesinnya,'' ujar Basuki. Untuk memudahkan pemakaiannya, Basuki dan Neng Sri menawarkan racikan baru ini dalam bentuk pelet plastik. Di situ mengandung 20% bahan pemantap. Untuk pemakaian komersial, pelet ini tinggal dicampur polimer, dengan perbandingan sekitar 10 gram pelet untuk 400 gram polimer. Lantas dicampur pada suhu 200 C. ''Lebih murah, lebih awet,'' katanya. Mudrajat Kuncoro (Birmingham) dan Putut Trihusodo (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus