Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Katowice - Isu masyarakat adat diangkat dalam Konferensi Perubahan Iklim COP 24. Pengakuan terhadap masyarakat adat oleh pemerintah diyakini akan bekontribusi dalam menurunkan emisi gas rumah kaca.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Direktur Pelaksana Yayasan EcoNusa Melda Wita Sitompul, dengan adanya pengakuan tersebut, masyarakat adat bisa leluasa menjaga kelestarian hutan tempat mereka tinggal. "Jika tak ada ada dukungan dari pemerintah atas masyarakat adat, sulit bagi mereka menjaga hutannya," kata Melda dalam diskusi di Paviliun Indonesia di sela-sela COP 24 di Katowice, Polandia, Selasa, 4 Desember 2018.
Berdasarkan studi, keberadaan hutan tropis menyumbang satu per tiga usaha mengerem kenaikan suhu bumi 1,5 derajat Celcius. Sejumlah usaha untuk menjaga kelestarian hutan di antaranya dengan menahan laju deforestasi dan degradasi hutan, merestorasi hutan dan lahan gambut yang rusak, serta memberikan pengakuan terhadap masyarakat adat.
Melda mencontohkan "Deklarasi Manokwari" yang dicetuskan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Provinsi Papua Barat pada 10 Oktober lalu. Pemerintah kedua provinsi menyepakati 70 persen wilayahnya sebagai kawasan lindung.
Kedua provinsi juga menyatakan akan melindungi hak dan memperkuat peran masyarakat adat dalam pemanfaatan dan pelestarian hutan. Isi deklarasi akan dituangkan dalam peraturan daerah. "Ini merupakan contoh penting pengakuan pemerintah terhadap masyarakat adat," kata Melda. "Jika tak ada regulasi, sulit mengatakan bahwa kita memiliki komitmen."
Alfa Ahoren, warga Manokwari yang juga menjadi pembicara diskusi, mengatakan bahwa pelibatan masyarakat adat dalam melestarikan hutan adalah keniscayaan. "Masyarakat adat punya konsep konservasi warisan dari leluhur," katanya. "Hutan adalah ibu orang Papua." Papua memiliki hutan tropis ketiga terbesar di dunia. Lebih dari sembilan puluh persennya adalah hutan primer.
Dia adalah salah seorang peserta Eco Diplomacy, pelatihan yang diselenggarakan Yayasan EcoNusa. Bersama 29 orang lain, yang sebagian besarnya dari Papua, Alfa mengikuti pelatihan selama empat bulan di Jakarta dan Papua. Setelah selesai, mereka kembali ke daerahnya dan menjadi juru kampanye pelestarian hutan.
Simak kabar terbaru seputar pembahasan masyrakat adat di COP 24 hanya di kanal Tekno Tempo.co.