Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)) Ari Fahrial Syam menceritakan pengalamannya saat menguji obat penyakit infeksi kuman H pylori. Dia menjelaskannya sebagai pembanding atas temuan dan uji obat Covid-19 oleh tim peneliti Universitas Airlangga (Unair) yang kini menuai kontroversi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ari, setiap uji klinis obat harus sampai publikasi ilmiah. "Saya ingin mencontohkan salah satu uji klinik obat yang kami lakukan dengan menggunakan kombinasi obat pada penanganan pasien dengan infeksi kuman H pylori," ujar dia saat dihubungi, Selasa 18 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ari dan tim melakukan uji klinik secara Double-Blinded Randomized Clinical Trial, artinya peneliti dan pasien tidak tahu obat yang diberikan. Mereka menguji efektivitas dari penambahan periode pemberian kombinasi tiga macam obat: Amoksisilin, Claritromisin dan Rabeprazole.
"Apakah akan lebih efektif jika diberikan lebih panjang menjadi 14 hari dimana sebelumnya 10 hari," kata dia.
Penelitian itu, Ari yang juga akademisi dan praktisi klinis itu menjelaskan, telah lolos di Komite Etik Kesehatan FKUI-RSCM yang disebutnya sudah berstandar internasional. Riset tersebut juga didaftarkan ke clinicaltrial.gov, "Dan mendaftarkan uji klinik ke website ini menjadi seperti kewajiban saat submit ke jurnal internasional."
Setelah itu, dokter spesialis penyakit dalam itu menerangkan, hasil penelitian dikirim ke kongres internasional untuk mendapat tambahan masukan dan ulasan. "Alhamdulillah hasil penelitian mendapat penghargaan sebagai 'Presedential Poster' pada World Congress of Gastroenterology Organization (WCOG) bersamaan dengan American Congress of Gastroenterology Congress di Orlando USA akhir 2017," katanya menuturkan.
Lalu, kata dia, proses review untuk kemudian dipublikasi di jurnal Asian Pac J Cancer Prev pada 1 Januari 2020. Setelah itu, Ari berharap akan ada perubahan protokol dalam terapi kuman H pylori dari 10 menjadi 14 hari sesuai dengan kesimpulan riset yang dilakukan.
"(Seluruhnya) membutuhkan waktu dua tahunan," katanya sambil menambahkan kalau saat ini jurnal-jurnal ilmiah memberi prioritas penelitian Covid-19 untuk segera dipublikasi. "Atau minimal bisa masuk sebagai letter to editor dulu, tapi itupun ada proses reviewnya. Proses review dan bolak baliknya pengalaman selama ini sampai setahun," kata dia.
Jadi, Ari menyimpulkan, jika suatu uji klinis baru selesai, uji coba berikutnya tentu ketika coba dikirim ke kongres dunia dan dipublikasi di jurnal internasional untuk mendapatkan pengakuan bahwa uji klinik tersebut valid. "Serta bisa masuk guideline dan protokol pengobatan baru, walau ini pun juga tidak otomatis karena akan melihat apakah hasil ini konsisten dengan penelitian lain di luar negeri," ujar Ari.