Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIM mahasiswa Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung mengembangkan wahana nirawak (drone) yang lebih stabil untuk keperluan inspeksi, fotografi, dan pemetaan. Mereka mengadopsi sistem tanpa swashplate (swashplateless) yang dipakai untuk baling-baling helikopter. Swashplate adalah alat kendali utama yang meneruskan input dari kontrol pilot ke baling-baling helikopter.
Drone bernama Albatross (Aerodyna-mically Lifted Blade for Translational Movement on Swashplateless System) itu dibuat tim beranggotakan Joshua Gunawan, Nur Rasyid Fadlurrahman, dan Yoga Sanyoto. “Kami bekerja sama dengan perusahaan yang bergerak di bidang dirgantara, khususnya drone,” kata Joshua pada Kamis, 8 Agustus lalu.
Ide pengembangan drone tersebut berasal dari mitra riset mereka, PT Aero-Terrascan, yang biasanya dipakai untuk aktivitas fotografi, pemetaan wilayah, dan pengawasan. Namun drone itu menghadapi kendala saat bergerak yang bisa mempengaruhi rekaman gambar atau video.
Menurut Joshua, drone harus mengubah orientasi strukturnya untuk bergerak maju-mundur atau ke kanan-kiri. Tangkapan gambar atau video yang diambil pun menjadi tidak stabil. Solusi saat ini adalah penggunaan sistem penyeimbang kamera (gimbal) atau aktuator tambahan.
Tapi pemakaian perangkat tambahan itu membuat harga drone lebih mahal. Bobot drone pun menjadi lebih berat, yang berdampak berkurangnya waktu terbang.
Demi Drone Tak Goyah/Tempo
Albatross menggunakan sistem baru yang bisa membuat drone bergerak dengan rangka stabil. Sudut baling-baling pun diubah agar bisa bergerak lateral tanpa mengubah sudut orientasi drone. Walhasil, kebutuhan akan sistem penstabil kamera dapat dihilangkan.
Kemampuan terbang drone ini, Joshua menambahkan, diperoleh tanpa penggerak tambahan. Mereka memanfaatkan -cyclic control—pengendali rotor utama untuk mengubah arah gerakan helikopter—dan dua jenis engsel khusus. Dengan sistem baru ini, kompleksitas mekanik bisa dipindahkan ke kompleksitas elektronika yang lebih murah dan efisien.
Keunikan Albatross terletak pada sistem swashplateless dari baling-baling helikopter yang disederhanakan. Sistem ini memungkinkan drone mengatur daya dorong tanpa aktuator tambahan.
Drone itu telah diperkenalkan dalam Electrical Engineering Days pada 5-7 Agustus lalu di Aula Timur ITB. Sejak tahap riset hingga pembuatan drone, tim menghabiskan dana sekitar Rp 8 juta, yang didapatkan dari kampus dan mitra. Sebagian komponen, antara lain encoder dan processor, masih diimpor dari Amerika Serikat dan Cina. “Biaya yang mahal dari komponennya itu,” tutur Joshua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo