Detektor Awan Debu Vulkanis

GUNUNG Merapi di Jawa Tengah masih menggelegak hingga pekan lalu. Di antara kepulan asap yang keluar dari kepundannya, terdapat debu vulkanis. Bagaimana jadinya bila debu tadi bertemu dengan sebuah pesawat? Tentu saja kerusakan, dari abrasi jendela, korosi di permukaan pesawat, dan yang paling fatal adalah kerusakan mesin, yang bisa menyebabkan kecelakaan. Selama 30 tahun terakhir, lebih dari 90 pesawat jet telah bertabrakan dengan awan debu vulkanis ini. Untuk mengatasi ancaman debu tersebut, Lembaga Riset Sains dan Industri Australia (CSIRO) bekerja sama dengan perusahaan Australia, Integrated Avionics System, menciptakan detektor debu tersebut. Bahkan, pekan lalu, lembaga tersebut menyatakan siap memproduksi massal detektor pemberi peringatan dini kehadiran awan debu vulkanis. Ini temuan yang pertama kali di dunia. Proyek bernama Airborne Hazard Detection Technologies ini melakukan perencanaan, sertifikasi, dan produksi detektor awan debu vulkanis dengan mengembangkan teknologi yang menggunakan inframerah. Detektor ini dapat membedakan antara awan debu vulkanis dan awan normal ataupun awan es. Awan debu vulkanis yang tidak bisa ditangkap oleh radar biasa ini akan bisa dikenali dengan mudah. Menurut Dr. Colin Adam, bekas Direktur Eksekutif CSIRO, detektor ini dapat memberikan waktu 5 hingga 10 menit kepada pilot untuk menghindari tabrakan dengan debu. Bagi dunia penerbangan, temuan ini dapat mengurangi angka penerbangan balik akibat jalur yang terhalang awan debu vulkanis. Agus Hidayat