Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Geliat Cacing Mendongkrak Panen

Pupuk cacing kini menjadi alternatif penyubur tanah. Produksi tanaman bisa lebih cepat dan lebih banyak.

11 Maret 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETERGANTUNGAN petani pada pupuk urea, yang harganya acap melam bung, agaknya bisa ditanggalkan. Baru-baru ini, seorang karyawan Departemen Koperasi di Yogyakarta, Bayu Suryono, telah memopulerkan jenis pupuk organik dari cacing tanah. Bayu yang bukan petani itu telah mengembangkan pupuk cair dari cacing sejak tahun 2000. Boleh jadi awalnya Bayu memilih cacing sebagai bahan baku pupuk karena kebetulan. Ketika itu, Bayu baru rampung mengikuti pelatihan pembuatan pupuk organik dan sedang mengembangkan pengobatan penyakit dengan cacing. Memang, ia sudah pula mengerti bahwa cacing tergolong salah satu hewan indikator kesuburan tanah. Itu karena pola konsumsi cacing yang juga memangsa bahan organik seperti kotoran ternak. Untuk bahan baku pupuk, Bayu mengandalkan cacing asal Eropa jenis Lumbricus rubellus. Karakter cacing itu, yang sudah bisa dikembangkan di sini, seperti cacing mati. Perkembangan populasinya lebih cepat dari cacing biasa. Dengan budi daya yang benar, setiap dua minggu cacing ini akan bertelur, lalu 2-3 bulan kemudian sudah kawin. Proses pembuatan pupuk ala Bayu relatif mudah. Untuk seliter pupuk cair, dibutuhkan sekitar 15 ekor cacing. Tak penting cacing itu masih hidup atau sudah mati. Yang tak boleh dilakukan adalah mencampurnya dengan cacing jenis lain. Langkah pertama pembuatan, cacing-cacing dihancurkan dalam gilingan. Hasilnya dicampurkan dengan 20 sari tumbuhan?tapi Bayu masih merahasiakan jenis tetumbuhan ini. Lantas, campuran itu difermentasikan selama satu bulan. "Saya kira cuma begitu. Ini sangat sederhana dan mudah," ujar Bayu. Kini, Bayu sanggup memproduksi sedikitnya 1.000 kemasan pupuk cair satu literan. Produksinya telah didistribusikan ke Jawa, Madura, dan Sumatra. Sekalipun pola pemasarannya tradisional alias dari mulut ke mulut, Bayu yang pernah kuliah di beberapa perguruan tinggi tapi tak lulus ini selalu mampu meludeskan produksinya dalam lima bulan terakhir. Dengan harga Rp 20 ribu per kemasan, pupuk ini memang lebih murah dari urea, yang berharga Rp 40 ribu untuk pemakaian di lahan berluas sama. Tentu bukan cuma harga murah yang membuat petani terpikat pada pupuk cacing. Ternyata, pupuk tersebut berkhasiat saat dicoba pada tanaman keras seperti salak, kopi, mangga, durian, kelapa, karet, jati, kakao, dan apel. Begitu pula pada tanaman sayur seperti bawang putih, bawang merah, tembakau, melon, wortel, bayam, tomat, kacang panjang, dan anggur. Contohnya petani salak pondoh di Sleman. Setelah menggunakan pupuk cacing, mereka bisa memanen salak sebulan lebih cepat dari biasanya. Petani bawang merah dan petani wortel dapat memanen 10 hari lebih cepat. Panen lebih cepat tentu membuat harga panenan lebih mahal ketimbang harga jual saat panen raya. Yang dialami Sulasih, petani wortel di Kopeng, Magelang, Jawa Tengah, lebih mencolok, yakni hasil tanamannya menjadi lebih banyak. Sebelumnya, ia memanen 5 kuintal wortel dari lahan seluas 500 meter persegi selama 90 hari. Kini, dia bisa memanen lima hari lebih cepat dengan hasil 7,5 kuintal. Disambutnya pupuk cacing produk Bayu tampaknya tak lepas dari pengakuan yang diterimanya dari Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pada Juni 2000. Waktu itu, Bayu membawa produknya untuk diuji di laboratorium UGM. Dari hasil analisis yang dilakukan Dr. Ir. Abdul Syukur, terbukti pupuk yang tak berbahan kimia anorganik itu bisa mempercepat penyediaan nutrisi tanah, protein enzim lignase, asam amino, mineral, dan vitamin tanah. Sekalipun demikian, menurut Nasih Widya Tuwono dari Fakultas Pertanian UGM, pupuk semacam itu akan lebih efektif bila disemprotkan ke daun ketimbang disiramkan ke tanah. Memang, penggunaan pupuk ini kalah praktis ketimbang urea, yang tinggal disebar. Selain itu, kata Nasih, kandungan hara pupuk organik biasanya tidak stabil. Selama ini, memang belum ada standar mutu untuk pupuk jenis ini. Karena itu, bila pupuk digunakan tak tepat waktu, petani justru bisa merugi. Pupuk yang tidak matang bisa membuat tanaman kering dengan cepat. Toh, Nasih menyambut gembira maraknya pemakaian pupuk cacing berbentuk cairan yang bisa ramah lingkungan itu. "Biarkan membudaya dulu, nanti baru dibuat aturan mainnya," kata Nasih. Yusi A. Pareanom, Ecep Suwardani Yasa (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus