Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PADA Paris Air Show ke-34 di tahun 1981, Indonesia sebagai pendatang baru dalam industri pesawat terbang mengumumkan karakteristik sebuah pesawat yang akan dibuatnya. Pesawat itu: CN-235 pesawat turboprop berkekuatan 1.700 tenaga kuda dengan mesin CT 7-7a buatan General Electric. Pada Indonesia Air Show 86 pesawat itu muncul sebagai salah satu bintang. Bentuknya terbilang khas, ekornya mengangkat ke atas mirip pesawat terkenal Hercules, sementara di bagian bawah tubuhnya menggembung dua kantung roda yang sekilas tampak seperti burung garuda yang melipat kakinya. Pesawat itu di Indonesia diberi nama Tetuko - sebuah nama dari khazanah perwayangan. Menjelang pembukaan pameran dirgantara itu, Tetuko CN-235 mendapat pengesahan terbangnya. Tepatnya 19 Juni 1986, ia mendapat sertlfikat yang dikeluarkan Joint Certification Board Spanyol-Indonesia. Surat itu dikeluarkan setelah Tetuko melengkapi kewajiban uji terbangnya selama 4.50 jam tanpa gangguan dan kejanggalan. Di samping itu juga melalui flight test statis selama 8.000 jam di Pusat Pengujian Pesawat di Puspitek, Serpong. Pada pengetesan tanpa terbang sebenarnya ini, semua komponen Tetuko dites secara cermat - mesin material, mekanisme terbang, kontruksi dan daya tahan. Apa arti tes itu ? Pada garis besarnya melihat tingkat "kelelahan" semua komponen. Perbandingannya: bila Tetuko terbang dalam frekuensi umum, yaitu 800 jam per tahun, maka flight test statis yang diperlihatkannya akan menunjukkan CN-235 bikinan Indonesia itu bakal bisa bertahan selama 10 tahun tanpa penyusutan kekuatan komponen-komponennya. Peraihan sertifikat itu adalah langka pertama, yang berarti CN-235 memegang tanda jaminan untuk dipasarkan di Spanyol dan Indonesia. Langkah selanjutnya adalah mendapat sertifikat FAA (Federal Aviatior Administration) yang dikeluarkan Amerika Serikat. Selain sertifikat itu gunanya untuh meyakinkan pasar di Amerika Serikat, juga berguna untuk kemungkinan penjualan di sejumlah negara yang menggunakan patokan FAA itu. Untuk sampai pada pemunculannya di Kemayoran pada IAS 86, Tetuko melampaui sebuah perjalanan panjang. Awal pembuatannya dimulai di 1979. Dibuat berdasar kerja sama IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) dengan perusahaan penerbangan CASA, Spanyol - dalam usaha patungan Aircraft Technology Industry (Airtec). Dalam kerja sama itu IPTN mendapat tanggung jawab membuat rancangan badan, ekor, dan bagian luar sayap. CASA merancang dan membuat bagian dalam sayap dan cockpit. Semua bagian pesawat kemudian dirakit di IPTN. Desain dan produksi dua prototip pesawat ini menelan biaya cukup besar: Rp 23,4 milyar. September 1983 CN-235 diluncurkan lengkap dengan interiornya - ketika itulah ia mendapat nama Tetuko dari Presiden Soeharto. Dan penampilannya pun menjadi jelas. Sebuah pesawat untuk jarak pendek dengan kapasitas angkut 38-44 orang. Memiliki baling-baling dengan empat pisau, panjangnya 21,35 meter, tinggi 8,17 meter, dan memiliki rentang sayap 25,81 meter. Tetuko mampu terbang sejauh 759 kilometer dengan beban maksimal 5.000 kilogram. Untuk lepas landas memerlukan landasan 685 meter, dan mampu terbang dengan kecepatan 454 kilometer per jam. Dari prototipnya pesawat ini dapat dimodifikasikan dalam berbagai versi: penumpang, angkutan, angkutan militer, paratroop, pesawat rumah sakit, dan patroli maritim. Untuk semua jenis, CN-235 ini berharga Rp 6 milyar. Dan menjelang pameran dirgantara IAS 86 Tetuko sudah mencatat 250 "options" - kemungkinan pembelian yang mempengaruhi nilai investasi produksi, tapi bukan kontrak pembelian. Di IAS 86 Tetuko didampingi saudara tuanya NC-212 yang punya penampilan mirip. Hasil rancangan CASA ini sudah mulai diproduksi di 1976 ketika IPTN didirikan. Dalam masa 10 tahun NC-212 ini terjual 78 buah, enam di antaranya diekspor ke Muangthai, dan sebuah lagi dibuat berdasar pesanan Air Guam, Amerika Serikat. Di antara perusahaan penerbangan besar yang muncul di IAS 86, ada Fokker dari Negeri Belanda. Perusahaan ini cukup dikenal di Indonesia karena produksinya di perusahaan-perusahaan penerbangan Indonesia terbilang paling banyak digunakan. Pada catatan Garuda Indonesia tahun 1984, dari 74 pesawat yang dioperasikan 34 bikinan Fokker. Produk-produknya yang dikenal di Indonesia, Fokker 27 Friendship dan Fokker 28 Fellowship (dengan mesin jet), masing-masing untuk jarak dekat dan menengah berkapasitas penumpang 28-85 orang. Fokker 27 adalah pesawat dengan rancangan lama dan mulai diproduksi di tahun 1955. Namun, pesawat jarak pendek ini sangat laku. Begitu banyaknya pesanan sampai-sampai perusahaan besar Amerika Serikat Fairchild ikut memproduksinya di bawah lisensi. Pesawat turboprop dengan mesin ganda Rolls Roys Dart Mk 522 ini digunakan di 63 negara di dunia. Namun, tahun ini, Fokker 27 dan Fokker 28 dihentikan produksinya. Sebagai gantinya muncul Fokker 50 untuk jarak pendek berkapasitas 50 tempat duduk, dan Fokker 100 untuk jarak menengah dengan kapasitas 100 tempat duduk. Produk baru ini menunjukkan perbaikan desain aerodinamik pada sayap dan teknologi avionik (pengendalian penerbangan) yang kini menggunakan komputer dan sistem digital. Kedua pesawat baru itu tak bisa hadir di IAS 86 karena masih baru dan sedang menjalani flight test. Khususnya Fokker 100 yang baru saja roll out, terbang untuk pertama kalinya Maret lalu. Di IAS 86 keduanya diwakili maket interior dengan skala 1:1. Toh Fokker 50 agaknya tak akan masuk pasaran Indonesia karena pesawat jenis turboprop dengan kapasitas penumpang 50 ke bawah tak boleh dijual di Indonesia. Ini usaha melindungi produk dalam negeri CN 235, si Tetuko itu. Yang menarik dari Fokker adalah ternyata industri pesawat terbang terbesar di negeri Belanda itu didirikan seorang pemuda, anak seorang mandor perkebunan kopi yang lahir di Blitar, Jawa Timur. Nama pemuda itu Anthony Herman Gerrard Fokker. Pada usia 4 tahun, di 1894, ia bersama orangtuanya pulang ke Negeri Belanda. Dan pada usia 20 tahun, setelah lulus pendidikan penerbangan di Zahlbach, Jerman Barat, Fokker membuat pesawat terbangnya yang pertama. Dua tahun kemudian, di 1912, Fokker membangun industri pesawat terbangnya di Johannistal, tak jauh dari Berlin. Seperti banyak industrialis pesawat terbang, Fokker mulai mengembangkan usahanya di Perang Dunia I. Antara lain dengan mengembangkan Dreidecker I, pesawat dengan sayap tiga tingkat dan bermesin tunggal. Setelah perang berakhir, Fokker memindahkan usahanya ke tanah airnya. Ia meninggal di 1939 pada usia muda, 49 tahun. Marcel Dassault, seorang perintis industri penerbang lainnya, juga memulai karier di Perang Dunia I. Lulusan Ecole Superreure de 'Aeronautique, Prancis, ini dikenal memperkenalkan pesawat dengan baling-baling kayu di masa itu. Pada tahun 1945 Marcel Dassault membangun industri pesawatnya Avions Marcel Dassault, yang di tahun 1967 merger dengan industri lain, Breguet Aviations. Kini, usaha ini sudah menjadi industri raksasa dan dikenal dengan nama Avions Marcel Dassault - Breguet Aviations, disingkat AMD/BA. Perusahaan industri penerbangan Prancis ini tak ketinggalan muncul juga di IAS 86. Produknya yang segera menarik perhatian adalah Mirage 2000, sebuah prototip pesawat tempur yang sangat terkenal. Mirage 2000 yang dirancang sebagai pesawat tempur jarak jauh itu bersayap delta dan memiliki kecepatan 2,2 Mach (rasio kecepatan dibandingkan kecepatan suara). Dilengkapi peralatan kontrol elektronik yang sangat canggih, pesawat ini tangguh bagi pertempuran udara sampai pada ketinggian 80 ribu kaki. Selain Mirage 2000, AMD/BA menurunkan pula empat pesawat tempur dan pesawat terbang patroli jarak jauh yang punya kekhasan menangkal serangan kapal perang bahkan kapal selam. Kecuali itu, AMD/BA juga menampilkan lima jenis pesawat sipil di pameran dirgantara di Kemayoran termasuk Gardian, pesawat khusus yang dibuat terutama untuk pengawasan laut dan perlindungan kawasan maritim. Pesawat bermesin turbofan Garret ATF 3-6 dan bisa dipasangi Exocet AM 39 ini biasanya digunakan patroli bea cukai. Tipe Mystere-Falcon produksi AMD/BA adalah prototip pesawat kecil untuk 8-12 penumpang. Keistimewaannya, bermesin jet dan dapat digunakan antarbenua. Pesawat ini, jenis pesawat pribadi yang digunakan para eksekutif. Jenis terbaru dari pesawat tipe ini adalah Mystere-Falcon 900. Falcon 900 yang muncul September 1984 ini digerakkan 3 mesin turbofan, Garret TFE 731-5, yang terletak di bagian belakang pesawat. Pesawat ini mempunyai kapasitas muat sampai 19 penumpang dan mampu menjelajahi jarak 7.000 kilometer dengan kecepatan 926 kilometer per jam atau 0,845 Mach. Untuk lepas landas, Falcon 900 hanya membutuhkan landasan sekitar 1.700 meter. Dilihat dari penataan interiornya, Falcon 900, tak salah, merupakan pesawat mewah. Ruang dalam itu tak beda dari sebuah ruang keluarga yang sangat nyaman, lengkap dengan ruang makan. Karena itu, 90% pembeli Falcon ini adalah pengusaha kaya Amerika Serikat. Harganya - jangan kaget - US5 15,5 juta. Di sebaliknya, jauh dari kemewahan, Pakistan menampilkan hasil produksinya: Mushshak. Pesawat itu tampak sederhana di tengah IAS 86 karena bentuknya masih seperti pesawat capung. Walau dibuat di bawah lisensi industri pesawat udara Swedia Saab, hampir semua bagian Mushshak dibuat di Pakistan, mulai dari bahan mentah. Bagian-bagian yang masih diimpor hanya pompa hidraulik ASEA, bikinan Swedia, dan peralatan elektronik - radio. Diam-diam Pakistan sudah cukup lama berkecimpung dalam usaha membuat dan merakit pesawat udara. Pusat industri pesawat udara itu terletak di Kamra - antara Islamabad dan Peshawar. Tahun 1980 kompleks di Kamra itu mencoba merakit F-6 Shenyang Jian-6 (MiG 19SF versi Cina). Melalui percobaan itu, industri pesawat udara Pakistan - bagian dari Kementerian Pertahanan - mencoba membuat sekitar 4.000 komponen sederhana F-6, juga beberapa teknik konstruksi. Tahun 1981 Pakistan mulai mencoba memproduksi Mushshak, di samping merakit Mirage III-5 dengan mesin turbojet Atar 9C. Di kompleks perakitan dan industri pesawat Kamra yang mempunyai areal 810.000 meter persegi itu bekerja sekitar 1.600 pekerja. Amerika Serikat, negara besar yang kaya dengan industri pesawat udara, tentu saja ikut muncul di IAS 86. Bintangnya yang sangat menarik perhatian adalah Elang Penempur F-16. Pesawat ini, selain populer di berbagai kombat udara, dikabarkan juga akan dibeli Indonesia. F-16 muncul ke percaturan pesawat tempur di tahun 1974. Pembuatnya, General Dynamics Co., industri terkenal yang berpusat di Missouri. F-16 dikenal sebagai pesawat tempur ringan untuk perang udara "dog fight" jarak pendek. Dengan kecepatan Mach 2 mampu melesat sampai ketinggian 40.000 kaki, tapi di sebaliknya tangguh dalam melakukan serangan darat. Penampilan tempur F-16 didukung persenjataan yang dibawanya: roket udara ke udara Sparrow, Sky Flash, atau Sidewinder, juga senapan mesin kaliber 20 milimeter yang terletak di dua sisi bodi. Di antara semua pesawat tempur, F-16 terhitung paling banyak menyandang "wing perang". Laporan Ahmed Soeriawidjaja (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo