HINGGA kini Roger Boisjoli masih terus memendam kecewa. Betapa tidak. Kalau saja NASA mau mendengar omongannya, musibah pesawat ulang-alik Challenger, dua tahun silam, tak usah terjadi. Tapi, peringatan Roger Boisjoly - pada malam terakhir menjelang peluncuran, agar peluncuran pesawat itu ditangguhkan - tak digubris. Maka, selama hampir dua tahun, ahli roket ini berkelahi habis-habisan. Ketidakberesan di NASA dia bongkar habis lewat media massa. Sebuah perusahaan yang menjadi mitra NASA dalam proyek pesawat ulang-alik, MTI, pun tak luput dari kemarahannya. Dengan mengatasnamakan pemerintah Amerika, Boisjoly (baca: Bo-ji-lei) menuntut ganti rugi kepada MTI US$ 2 milyar, senilai Challenger yang musnah. Tujuannya: untuk meyakinkan bahwa manajemen teknologi bisa dihukum jika mereka tak mau mendengar nasihat para ahlinya. Boisjoly tak mau setengah-setengah. Pekerjaan yang memberinya gaji US$ 50 ribu per bulan pada Morton Thiokol Inc., perusahaan yang membangun roket buat meluncurkan Challenger, dia tinggalkan. Kemudian dia mulai berkampanye tentang "integritas pengambilan keputusan pada industri". Kampanye itulah yang mengantarkan Boisjoly, yang punya pengalaman 20 tahun dengan proyek-proyek NASA itu, mendapat penghargaan dari American Association for the Advancement of Saence, bulan lalu. Piagam yang disebut Prize for Scientific Freedom and Responsibility itu merupakan sebuah penghargaan yang sangat bergengsi bagi ilmuwan Amerika. Kecaman Boisjoly rupanya didengarkan juga oleh komisi penyidik musibah Challenger. Ia ikut dipanggil untuk memberikan kesaksian. Setelah bekerja beberapa bulan, komisi itu menyimpulkan bahwa ledakan yang terjadi pada kapsul pembawa Challenger itu adalah akibat ketidakandalan pada ring yang menyekat ruang bahan bakar pada roket pendorong. Dalam penerbangan nahas itu, seperti sebelumnya, Challenger mengangkasa dengan menumpang pada dua pendorong dan sebuah kapsul berisi bahan bakar cair. Kedua roket itu mengapit kapsul, dan Challenger bertengger di atas kapsul itu. Ledakan tak terkendali pada roket sebelah kanan itu menyebabkan ikatannya lepas, dan posisinya bergeser. Lalu moncong roket menabrak tanki bahan bakar yang terletak di ujung kapsul. Maka, ledakan besar pun tak terhindarkan. Kesimpulan itu ternyata sejalan dengan peringatan Boisjoly menjelang Challenger diluncurkan. Ketika itu, dalam sebuah diskusi jarak jauh lewat jaringan televisi dua arah, Boisjoly mengingatkan akan adanya gelagat tak menggembirakan pada O-ring, penyekat karet yang menjadi pembatas antar ruang bahan bakar padat pada roket pendorong. Diskusi yang dadakan sehari sebelum peluncuran itu diikuti oleh 33 ahli dari NASA, MTI, dan Thiokol sendiri. Ketika itu, seorang pejabat teknis NASA di Cape Canaveral, Florida, tempat peluncuran Challenger, mengatakan bahwa temperatur udara setempat esok harinya diperkirakan 28 derajat Fahrenheit, atau sekitar minus 2,2 derajat Celsius. "Terlalu dingin," kata Boisjoly waktu itu. Ahli bahan bakar roket itu mencoba meyakinkan peserta lain. "Menurut percobaan kami, pada temperatur udara sedikit lebih tinggi dari angka itu pun ring penyekat bekerja tak sempurna. Ada kebocoran pada ring, yang men,yebabkan gas hasil pembakaran menerobos ruang bahan bakar di sebelahnya," kata Boisjoly, seperti dikisahkan kepada majalah Life edisi Maret 1988 ini. Pendapat itu didukung oleh tim bahan bakar roket dari Thiokol. Boysjoly minta agar diberi waktu untuk merapikan O-ring, dengan konsekuensi peluncuran ditunda. Tapi ahli NASA dan MTI keberatan dan melecehkan omongan Boisjoly. Tim dari Thiokol mencoba meyakinkan bahwa peluncuran pesawat ulang-alik dalam cuaca yang begitu dingin itu sungguh sesuatu yang di luar kebiasaan. "Dalam 25 kali peluncuran, baru sekali itu NASA melepaskan pesawat ulang-alik pada cuaca dingin,"' kata Boisjoly. Pendek kata, tim Thiokol tak bersedia merekomendasikan peluncuran pada keesokan harinya. Suara Boisjoly tetap tak dianggap. Tapi Boisjoly dan kawan sejawatnya belum putus asa. "Kami ajukan dua data lagi," katanya. Namun, kelompok NASA dan MTI tetap tak percaya. Akhirnya diputuskan bahwa Challenger tetap akan diluncurkan keesokan harinya. Apa yang dikhawatirkan Boisjoly terjadi. Pada detik ke-85 setelah peluncuran, sepercik api muncul. Lalu disusul munculnya bola api raksasa di langit, pada ketinggian sekitar 12 km dari permukaan laut. Challenger meledak. Tujuh awaknya selamat dari ledakan, tapi mereka tewas ketika kapsul yang mereka tumpangi jatuh masuk ke laut. Boisjoly pun lunglai. NASA akhirnya menyadari keteledoran itu. Kini, sebuah desain baru pada sambungan ruang antarruang bahan bakar padat dalam kolom roket itu telah dipersiapkan. Di sekeliling pen penyambung, pada desain baru itu, terdapat 100 buah baut pnguat. Tapi baut-baut itu justru membuat penetrasi atas ring karet, hingga menciptakan ruang-ruang yang bisa diterobos hawa panas hasil pembakaran," kritik Boisjoly. Disayangkan pula, hasil pengujian sambungan itu tak dipublikasikan secara luas. Maka, Boisjoly, yang disisihkan dari NASA sejak dia "bernyanyi" itu, tak bisa mempelajari secara detail rancangan baru tadi. Kabarnya, desain baru ini pun sedang diuji ulang. Yang dikhawatirkan Boisjoly adalah kemungkinan bahwa NASA tak berhasil menemukan desain yang andal, dan kembali ke desain semula yang rawan itu. NASA sendiri agaknya kini sangat hatihati untuk meluncurkan pesawat baru. Rencana peluncuran pesawat ulang-alik baru pun ditunda: dari awal musim panas ini menjadi Agustus nanti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini