El Nino di Balik Gigi Ternyata, ada hubungan antara gigi lumba-lumba dan perubahan cuaca. BILA Anda beruntung punya kesempatan menonton ikan lumba-lumba tertawa, maka yang tampak adalah sederet gigi runcing yang tajam. Geligi itu sama rata -- tak ada taring atau geraham -- diameternya sekitar 0,5 cm. Yang tak banyak orang tahu, geligi itu bisa pula mengungkapkan rahasia tentang arus panas El Nino. Geligi itu berbentuk kerucut tajam berjumlah 80-200 buah. Pertumbuhannya mengikuti pola yang khas, mirip batang pohon jati atau pinus: punya lingkaran tahun. Lingkaran-lingkaran itu bisa menyingkapkan umur dan kesuburan lingkungannya. Jumlah lingkaran yang sama menunjukkan umur sebaya, tapi akan berbeda ukurannya jika kesuburan lingkungan berbeda. Geligi lumba-lumba ini sempat menarik perhatian Dr. Silvia Manzanilla, ahli zoologi (ilmu hewan) dari Universitas Guelph, Kanada. Dia pun terjun ke Lautan Pasifik di lepas pantai Peru, dan menjaring puluhan lumba-lumba dari jenis dusky, Burmeister, dan hidung botol (bottlenose). Silvia mengambil beberapa gigi mereka, lalu melepasnya kembali ke laut. Gigi lumba-lumba itu kemudian digerinda, lalu dilihat lingkaran tahunnya di bawah lensa mikroskop. Ternyata, ada perbedaan yang nyata antara ketiga jenis lumba-lumba itu. Dari sejumlah dusky yang tertangkap, sebagian besar terbukti memiliki satu lapisan lingkaran tahun yang tipis berwarna kehitaman. Keanehan itu tak terlihat pada si hidung botol maupun Burmeister. Lapisan hitam pada gigi lumba-lumba dusky itu kemudian diukur-ukur. Ternyata, ketebalannya hanya 0,075 mm, separuh dari tebal lingkaran tahun pada umumnya. Lapisan hitam itu pun ternyata keropos, lantaran kandungan unsur kalsiumnya rendah. Terungkap pula bahwa lapisan hitam pada geligi lumba-lumba dari berbagai umur itu menunjuk pada tahun pertumbuhan 1982-1983. Serta-merta Silvia menuding arus panas El Nino sebagai biang keladi keroposnya gigi lumba-lumba dusky itu. Tapi, mengapa si hidung botol dan Burmeister tak mengalami hal serupa, padahal mereka hidup pada habitat yang sama. Silvia punya jawaban: menu makanan dari mamalia air itu, yang dipengaruhi oleh El Nino. Arus panas El Nino, menurut Silvia seperti dikutip majalah The Economist bulan silam, secara langsung mempengaruhi suhu permukaan air laut di lepas pantai Chili dan Peru. Kenaikan suhu yang bisa mencapai 10 derajat Celsius itu membuat jasad renik laut, semacam plankton atau ganggang, lenyap. Pada gilirannya, ikan-ikan kecil yang hidup di permukaan laut mengalami krisis pangan dan populasinya tertekan. Atau, mereka mencoba menyingkir mencari habitat yang lebih sejuk. Sayangnya, lumba-lumba bukan termasuk satwa yang berani merantau jauh. Mereka tetap bertahan di habitatnya, kendati makanan berupa ikan-ikan kecil itu susah dicari. Namun, krisis pangan itu tak terlalu merisaukan bagi lumba-lumba hidung botol dan Burmeister. Mereka sanggup menyelam lebih dalam, untuk mencari ikan kecil atau udang -- sebagai santapan yang habitatnya dekat dengan dasar laut. Kemampuan seperti itu tak dimiliki oleh si dusky. Alhasil, si dusky kekurangan gizi: giginya keropos. Bagi drh. Linus Simanjutak, Kepala Kebun Binatang Ragunan, Jakarta, penelitian Silvia itu tergolong langka dan mendatangkan kejutan tersendiri. "Pengungkapan baru atas rahasia mamalia laut," ujarnya. Selama ini, soal lingkaran tahun itu tak pernah dilirik ahli-ahli zoologi. Namun, bagi Dr. David Gaskin, pembimbing Silvia Manzanilla, penelitian atas geligi lumba-lumba tadi, "Memberikan jalan baru untuk mengungkapkan rahasia iklim". Dia pun menunjuk lumba-lumba (yang diawetkan), yang tersimpan dalam banyak museum tua di Amerika Selatan. "Di sana, tersimpan data tentang El Nino, yang kita lupa mencatatnya," ujarnya. Putut Tri Husodo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini