Merangsang Nafsu dengan Aroma Wewangian tertentu ternyata bisa meningkatkan prestasi kerja karyawan. Tapi juga bisa merangsang konsumerisme. BAGI peragawati kondang Dhanny Dahlan, 30 tahun, parfum merupakan pendamping setia ke mana pun dia pergi. "Saya selalu menyediakan sebotol kecil yang gampang dibawa-bawa," ujarnya. Dhanny merasa harus senantiasa wangi. Alasan: selain sebagai peragawati, dia pun "praktek" sebagai konsultan busana dan kecantikan. Dhanny, seperti juga wanita pada umumnya, membutuhkan wewangian itu untuk menambah rasa percaya diri. "Kalau kita smell good, orang akan senang dekat-dekat sama kita," katanya lebih lanjut. Lebih dari itu, Dhanny ingin agar bau parfumnya, yang beraroma rose tersebut, bisa menjadi pelengkap identitas dirinya. "Kalau kenalan saya membaui parfum sejenis, dia bisa langsung ingat ke saya," katanya. Wewangian ternyata tak cuma menyangkut soal kekenesan kaum hawa semata. Aroma wewangian diakui banyak orang sebagai elemen yang bisa mempengaruhi perilaku dan emosi secara langsung. "Bagi saya, parfum membuat badan merasa lebih segar dan bersemangat," kata Dhanny. Agaknya Dhanny tak berlebihan. Wewangian ternyata memang bisa berpengaruh pada prestasi pemakai maupun orang yang membauinya. Ini diungkapkan Junichi Yagi, eksekutif Shimizu Co., perusahaan Jepang yang bergerak di bidang jasa konstruksi, konsultan arsitektur, dan interior. Yagi, seperti ditulis majalah Discover baru-baru ini, melakukan riset soal wewangian atas 13 orang buruh sebuah usaha percetakan di Jepang. Pengamatan Yagi atas para pekerja yang sehari-hari mengoperasikan mesin pembolong kertas (keypunch) itu dilakukan selama 30 hari. Kepada mereka yang bekerja delapan jam sehari dalam ruang berpendingin itu diembuskan Yagi, lewat lubang AC, beberapa macam bahan pewangi ruang. Setelah sebulan hasilnya dievaluasi Yagi. Ternyata, wewangian aroma lavender bisa menurunkan tingkat kesalahan kerja pada buruh sampai 21%. Pewangi aroma melati (Jasmine) mengurangi angka kesalahan sampai 33%. Pewangi beraroma jeruk segar menurunkan tingkat kesalahan sampai 54%. Pewangi lavender, menurut Yagi, terbukti bisa mengurangi ketegangan para pekerja. Pewangi beraroma melati membuat buruh-buruh itu merasa santai dalam bekerja. Sementara itu, pewangi beraroma jeruk segar membuat mereka merasa gembira dan bersemangat. "Mereka merasakan bahwa bekerja dengan wewangian itu membuat mereka lebih nyaman," kata Yagi. Berapa dosis yang tepat untuk penyemprotan wewangian bagi sebuah ruangan? Yagi menolak menyebutkannya. "Itu rahasia perusahaan," katanya. Ia juga menampik membeberkan perhitungan ekonomis pemakaian wewangian tersebut. Kabarnya, Shimizu Co. kini sibuk melayani permintaan beberapa bank di Amerika Serikat untuk "mengharumkan" ruang-ruang kantor mereka. Ahli psikologi dari Duke University Amerika, Susan Schiffman, mengakui keampuhan pengaruh bau-bauan terhadap perilaku orang. "Bau-bauan itu langsung merangsang saraf otak yang mengendalikan emosi," ujarnya. Maka, rasa senang, nyaman, senewen, gairah makan, bahkan nafsu seks, bisa dibangkitkan dengan aroma tertentu. Bau-bauan, tambah Schiffman, dapat ditangkap oleh indera penciuman lewat sekumpulan saraf yang disebut Trigeminal. "Saraf inilah yang bisa menjadi sensor untuk membedakan aroma jeruk dan mawar," ujarnya. Bau yang berbeda menyebabkan respons yang berbeda pula atas trigeminal. Seterusnya, menurut Schiffman, saraf trigeminal itu akan merangsang pusat saraf, dan gilirannya akan menyebabkan perbedaan kadar hormon adrenalin dalam darah. Hormon adrenalin itulah yang mengatur emosi pada seseorang. Emosi yang timbul akibat rangsangan bau wewangian dari tiap orang tidak sama. Begitu pula reaksi terhadap aroma masakan. Menurut Schiffman, sebagian besar pasiennya yang datang dengan keluhan gembrot karena doyan makan, ternyata, sensitif pada aroma masakan. Untuk mengatasi rangsangan selera makan yang berlebihan itu, pelbagai cara dicobakan Schiffman terhadap pasiennya. Secara teoretis, ahli psikologi itu yakin bahwa bau-bauan tertentu bisa melawan rangsangan tersebut. Sebaliknya, bau kontra itu juga merusakkan total selera makan. Jalan keluarnya? Relaksasi selagi makan. "Mulai dari kepala sampai ujung jari kaki harus rileks," ujar Schiffman. Penelitian lain terhadap bau-bauan, yang dilakukan Psikolog Arnie Cann dari North Caroline University, mengungkapkan bahwa wewangian bisa membongkar memori otak. Kesimpulan itu diperoleh Cann dengan cara meminta sejumlah orang menghafal wajah dalam 50 lembar foto yang diberi bau-bauan tertentu. Dua hari kemudian orang-orang itu diminta mengenali foto-foto percobaan tersebut dari tumpukan 100 potret yang semuanya diolesi bebauan -- 50 foto tambahan diolesi dengan wewangian yang baru sama sekali. Hasilnya? Foto-foto yang baunya diubah ternyata sebagian tak dikenal oleh para penebak. Sebaliknya, yang baunya tetap sebagian besar dapat mereka kenali. Karena kegunaan aroma itu ternyata banyak, tak heran bila kini bau-bauan diproduksi secara besar-besaran. Di Amerika, pencarian aroma sintetis itu antara lain dilakukan oleh International Flavors and Fragrances (IFF). "Saat ini kami punya koleksi 200.000 jenis bau-bauan," ujar Direktur IFF, Craig Warren. Stok pembangkit aroma buatan IFF ini disimpan dalam bentuk esens. Ada esens untuk roti bakar, sabun, bedak bayi, minuman, parfum, sampai esens buat campuran cat mobil. Kabarnya, esens produk IFF cukup laris. Soalnya, seperti kata Warren, "Bau-bauan itu bisa merangsang konsumen terhadap produk tertentu." Putut Tri Husodo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini