UI tak Jauh dari Masyarakat KETIKA mahasiswa Bandung keluar dari kampus, lalu bergerak membela petani Badega dan penduduk Kacapiring, dan ketika mahasiswa Yogya pergi ke waduk Kedungombo untuk membela petani yang tanahnya akan tenggelam oleh air, mahasiswa Universitas Indonesia tak nampak "keluar kampus". Padahal, jaket kuning UI tak bisa dipisahkan dari sejarah lahirnya Orde Baru. Mereka bergerak. Bahkan, kampus UI punya julukan yang sampai kini lekat: "Kampus Perjuangan Orde Baru". Apa yang terjadi di UI dalam dasawarsa 1980-an ini? Benarkah UI tak lagi peka dengan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat? Dengan tegas, Rektor UI Prof. Dr. Sujudi menolak pendapat yang mengatakan bahwa UI kurang peka. "Kami pernah jauh dari masyarakat," katanya. "Apa yang kami lakukan tetap seirama dengan apa yang ada di masyarakat. Bagi kami, usia ke-40 tahun ini membuat kami lebih dewasa. Dewasa dalam melaksanakan tugas utama -- melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi -- dan tugas-tugas kemasyarakatan. Apa yang ada pada UI saat ini masih bisa ditingkatkan peranannya lagi demi kepentingan negeri. Namun, peran UI bukan untuk banyak omomg. Kami melihat jauh ke depan. Selalu tetap sejalan dengan kepentingan masyarakat dan pembangunan nasional." Dulu, UI dengan Dewan Mahasiswanya menjadi tempat masyarakat mengadu. UI jadi semacam DPR dan berhasil mencetak kader-kader pemimpin. Sekarang, kok, tidak? "Dulu, politik tidak beres. Baik organisasi politik maupun organisasi kemasyarakatan tidak bisa membuat kader. Masyarakat mengharapkan (kader itu) terjadi di universitas. Padahal, di sini (universitas) juga ada batasannya. Kita harus belajar. Kita harus mengajar. Dan batasan waktunya ada. "Masyarakat terlalu mengharapkan semuanya dari mahasiswa. Padahal, mereka tidak berani berbuat apa-apa. Mereka sebaiknya mengerti tugas masing-masing. Di kampus, ada organisasi kemahasiswaan sebagai tempat belajar memimpin. Di luar, ada organisasi kepemudaan dan organisasi politik untuk membuat kader. Tapi, di luar (universitas) tidak bisa berbuat apa-apa, yang dikambinghitamkan malah perguruan tinggi. "Masyarakat pun terlalu mengharapkan UI. Itu yang membuat orang tidak puas. Padahal sebetulnya, misi kita semakin berat. Kita harus mengejar ilmu, menambahkan ilmu pada anak-anak. Prosesnya kita ketatkan karena masalah biaya dan sebagainya. Kalau orang sekarang tidak puas terhadap perguruan tinggi, karena tak muncul kader-kader politik, itu karena mereka sendiri (di luar universitas) tidak berhasil mendidik kader-kader." Di kampus UI Depok, pada Dies ke-40 ini, ada spanduk berbunyi: "UI bukan pencipta masalah, tapi pemecah masalah." Sejauh mana UI melaksanakan semboyan itu? "Lihat saja. Fungsi kita melakukan tiga hal. Yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Kita membuat program-program yang mendekatkan UI kepada masyarakat. Tapi, masyarakat kan bukan si A. si B. Masyarakat adalah Indonesia secara keseluruhan. Kita menyediakan tenaga dan konsep untuk masyarakat. Bukan kita suruh mereka membuat jembatan atau membuat tempe supaya dibagi-bagi." Ahmadie Thaha dan Priyono B. Sumbogo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini